ALAT BUKTI DALAM HUKUM PERDATA

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Hukum pembuktian dalam perkara perdata merupakan sebagian dari hukum acara perdata. Hukum pembuktian hanya berlaku dalam perkara yang mengadili suatu sengketa dengan jalan memeriksa para pihak dalam sengketa tersebut.
Dalam pembuktian diperlukan adanya alat-alat bukti yang sudah ditentukan oleh undang-undang untuk dipergunakan membuktikan peristiwa yang dikemukakan dimuka sidang.
Alat bukti itu bermacam-macam, dan macam-macam alat bukti dalam hukum perdata berbeda dengan macam-macam alat bukti dalam hukum pidana.walaupun ada alat bukti yang sama.
Memberi bahan-bahan bukti yang diperlukan oleh hakim menjadi dasar bagi hakim menilai perkara benar-benar ada atau tidak.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam makalah ini adalah:
1. Apa saja macam-macam alat bukti dalam hukum acara perdata?
2. Apa pengertian akta ?
3. Apa dasar hukum akta?
4. Apa saja macam-macam akta?
5. Bagaimana kekuatan pembuktian akta itu?
C. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan dalam makalah ini adalah:
1. Mahasiswa dapat memahami macam-macam alat bukti dalam acara perdata
2. Mahasiswa dapat memahami pengertian akta
3. Mahasiswa dapat memahami dasar hukum akta
4. Mahasiswa dapat memahami macam-macam akta
5. Mahasiswa dapat memahami kekuatan pembuktian akta


BAB II
PEMBAHASAN

A. Macam-Macam Alat Bukti
Ketentuan alat bukti dan pembuktian dalam perkara perrdata terikat kepada stb, 1941 NO. 44 (HIR) dan kitab Undang-Undang hukum perdata (BW). Berdasar 164 HIR dan pasa;l 1886 BW, alat-alat bukti dalam hukum acara perdata adalah:
a. Bukti tertulis/surat
b. Bukti dengan saksi
c. Persangkaan
d. Pengakuan
e. Sumpah
Dalam prakteknya masih terdapat satu macam alat bukti lagi yang sering dipergunakan ialah pengetahuan hukum, yang dimaksud dengan pengetahuan hukum adalah hal atau keadaan yang diketahui sendiri dalam sidang misalnya hakim melihat sendiri pada waktu melakukan pemeriksaan setempat bahwa benar ada barang penggugat yang dirusak oleh tergugat dan sampai seberapa jauh kerusakannya.
Selain bukti-bukti diatas masih ada pendapat yang menyatakan bahwa keterangan ahli juga termasuk alat bukti (pasal 15 Hukum acara perdata) sebaliknya Diantara alat-alat bukti yang disebut diatas dalam pasal 1866 ada yang dianggap bukan alat bukti yaitu pengakuan, karena dengan pengakuan itu pembuktian lebih lanjut tidak diperlukan lagi kemudian persangkaan sebetulnya juga bukan merupakan alat bukti karena pada hakikatnya adalah kesimpulan yang diambil oleh hakim.
Dari alat-alat bukti diatas pemakalah akan menerangkan alat bukti yang pertama yaitu pembuktian dengan alat bukti tertulis/surat.
B. Pengertian Akta/Surat
Sebelum membahas mengenai akta, terlebih dahulu diuraikan dan dijelaskan mengenai akta tersebut. Istilah akta dalam bahasa belanda disebut “acte” dan dalam bahasa inggris disebut “act” .
Menurut S.J.fockema andreane dalam bukunya “rechtgelewerd handwoorddenboek” kata akta itu berasal dari bahasa latin “acta” yang berarti geschrift” atau surat, saedangkan menurut R. subekti Tjitro sudibyo dalam bukunya kamus hukum, bahwa akata merupakan bentuk jamak dari “actum” yang berasal dari bahasa latin yang berarti perbuatan-perbuatan. A. pitlo mengartikan akta sebagai berikut surat surat yang ditandatangani, dibuat untuk dipakai sebagai bukti dan untuk dipergunakan oleh orang untuk keperluan siapa surat itu dibuat.
Disamping pengertian akta sebagai surat yang saengaja dibuat untuk dipakai dsebnagai alat bukti, dalam peraturan undang-undang sering kita jumpai perkataan akta yang maksudnya sama sekali bukanlah surat melainkan perbuatan.
Jadi dapatlah disimpulkan yang dimaksus dengan akta adalah:
1. Perbuatan hukum dalam pengertian luas
2. Suatu tulisan yang dibuat untuk dipakai atau digunakan sebagai bukti perbuatan hukum tersebut, yaitu berupa tulisan yang ditujukan kepada pembuktian sesuatu.
Sehubungan dengan adanya dualisme pengertian aktra ini dalam perundang-undangan kita, maka yang pemakalah maksudkan dengan akta dalam pembahasan ini adalah akta surat yang sengaja dibuat dan diperuntukkan sebagai alat bukti.
C. Dasar Hukum Akta
Menurut system HIR dan RBg hakim terikat dengan alat-alat bukti sah yang diatur oleh undang-undang.dasar hukum akta/ surat diatur dalam pasal 165, 167 HIR, Stb No. 29 Tahun 1867. Pasal 285-305 RBG, surat merupakan alat bukti tertulis yang memuat tulisan untuk menyatakan pikiran seseorang sebagai alat bukti. Dan dalam BW juga diatur tentang permulaan bukti tertulis Pasal 1902 ayat 2 BW yang berbunyi: dalam segala hal dimana oleh undang-undang diperintahkan suatu pembuktian dengan tulisan-tulisan namun itu jika ada suatu permulaan pembuktian dengan tulisan diperkenankanlah pembuktian dengan saksi-saksi, kecuali apabila tiap pembuktian lain dikecualikan selain dengan tulisan yang dinamakan permulaan pembuktian dengan tulisan ialah aturan tertulis.
D. Macam-Macam Alat Bukti Akta Atau Surat
Surat sebagai alat bukti tertulis dibedakan menjadi dua macam yaitu:
1. Akta
2. Surat –surat lainnya yang bukan akta,yaitu surat yang dibuat tidak dengan tujuan sebagai alat bukti dan belum tentu ditandatangani.
Sedangkan akta itu ada dua macam yaitu ;
1. Akta otentik
2. Akta tidak otentik (akta bawah tangan)
Sedangkan pengertian akta itu sendiri adalah surat yang diberi tandatangan ,yang memuat peristiwa peristiwa yang menjadi dasat suatu hak atau perikatan, yang dibuat sejak semula dengan sengaja untuk pembuktian.
Adapun pengertian akta otentik adalah surat yang dibuat oleh atau dihadapan seorang pejabat umum yang mempunyai wewenang untuk membuat surat itu,dengan maksud untuk menjadikan surat itu sebagai alat bukti.(pasal 1868 BW)
Pejabat yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk membuat akta otentik antara lain adalah notaris, pegawai cacatan sipil, panitera pengadilan, juru sita.Dalam melakukan pekerjaannya pejabat-pejabat tersebut terikat pada sarat dan ketentuan undang-undang, sehingga merupakan jaminan untuk mempercayai hasil pekerjaannya
Syarat-syarat akta otentik ada tiga yaitu:

1. Dibuat oleh atau dihadapan pejabat yang berwenang untuk itu
2. Dibuat dalam bentuk sesuasi ketentuan yang ditetapkan untuk itu
3. Dibuat ditempat dimana pejabat itu berwenang untuk menjalankan tugasnya sebagaimana yang telah disebutkan diatas.
Akta otentik dibagi lagi menjadi dua macam yaitu:
1. Akta yang dibuat oleh pejabat (acta ambtelijk, process verbal acte), ialah akta yang dibuat oleh pejabat yang berwenang untuk itu karena jabatannya tanpa campur tangan pihak lain, dengan mana pejabat tersebut menerangkan apa yang dilihat, didengat serta apa yang dilakukannya.
2. Akta yang dibuat dihadapan pejabat (partij acte) ialah akta yang dibuat oleh para pihak dihadapan para pejabat yang berwenang untuk itu atas kehendak para pihak, dimana pejabat tersebut menerangkan juga apa yang dilihat,didengar dan dilakukannya.
Perbedaan antara Ambetijk akten dan Partij akten
No. Aspek/unsur Ambetijk akten Partij akten
01

Inisiastif dari

Pejabat yang bersangkutan karenaw jabatannya Para pihak karena kepentingannya

02

Isi akte Ditentuka oleh pejabat yang bersangkutan berdasarkan UU Ditentuka oleh par pihak
03 Ditandatangani oleh Pejabat itu sendoirio tanpa pihak lain Para pihak dan pejabat yang bersangkutan serta saksi-saksi
04 Kekuatan bukti isi akta Tidak dapat digugat kecuali dinyatakan palsu Apat digugat dengan pembuktian ssebaliknya

Akta tidak otentik yang sering disebut akta dibawah tangan. Kata-kata “dibawah tangan” adalah terjemahan harfiyah dari bahasa aslinya bahasa belanda yaitu onderhandsh acte ,dikatakan akta tidak otentik karena tidak dibuat oleh atau dihadapan pejabat yang berwenang untuk itu, melainkan dibuat sendiri oleh pihak yang berkepentingan dengan tujuan dijadikan alat bukti.
Perbedaan akta otentik dan askta dibawah tangan yaitu, bahwa kata otentik merupakan suatu akta yang sempurna, sehingga mempunyai bukti baik secara formiil maupun materiil. Kekuatan pembuktiannya telah melekat pada akta itu secara sempurna. Jadi bagi hakim ia merupakan bukti sempurna sedang akta dibawah tangan baru mempunyai bukti materil jika telah dibuktikawn kekuatan formiilnya dan kekuatan formiilnya baru terjadi setelah pihak yang bersangkutan mengakui akan kebenaran isi dan cara pembuatan akta tersebut, dan bagi hakim merupakan bukti bebas.dan akta otentik mesti terdaftar pada register untuk itu dan tersimpan sehingga kemungkinan hilangnya akta sangat kecil sedangkan akta dibawah tangn tidak terdaftar, sehingga kemungkinan hilangnya lebih besar.

E. Fungsi Akta
Fungsi akta ini ada dua macam fungsi , yaitu fungsi formiil(formalitas causa ) dan fungsi materiil (probationis causa)
1. Fungsi formal, yaitu adanya akta nerupakan syarat sah suatu perbuatan hukum , misalnya:pasal 1767 BW tentang perjanjian hutang piutang dengan bunga.
2. Fungsi materiil, yaitu fungsi akta sebagai alat bukti, meskipun bukan syarat syahnya suatu perbuatan hukum
Mengenai fungsi akta sebagai alat bukti selanjutnya akan dibahas tersendiri dalan kekuatan pembuktian akta.
F. Kekuatan Pembuktian Akta
Pada hakikatnya kekuatan pembuktian dari akta itu selalu dapat dibedakan atas tiga macam , yaitu :
1. Kekuatan pembuktian lahir
Yang dimaksud dengan kekuatan pembuktian lahir ialah kekuatan pembuktian yang didasarkan atas keadaan lahir dari akta itu, maksudnya bahwa suatu surat yang kelihatannya seperti akta, harus diperlakukan sebagai akta, sampai dibuktikan sebaliknya.Akta otentik mempumyai kekuatan lahir sesuai dengan asas akta publica probant seseipsa yang berarti bahwa suatu akta yang lahirnya tampak sebagai akta otentik, serta memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan, maka akta itu harus dianggap sebagai akta otentik, kecuali dapat dibuktikan sebaliknya, bila syarat-syarat formal diragukan kebenarannya oleh pihak lawan, dia dapat meminta kepada pengadilan untuk meneliti kata tersebut berdasarkan bukti-bukti yang telah ditemukan oleh fihak lawan. Kenudian majlis hakim memutuskan apakah akta otentik itu boleh digunakan sebagai bukti atau tidak dalam perkara.
2. Kekuatan pembuktian formiil
Kekuatan pembuktian formiil ini berarti bahwa apa yang disebutkan didalam suatu akta itu memang benar apa yang diterangkan oleh pihak-pihak yang bersangkutan. Artinya pejabat dan pihak-pihak yang berkepentingan menerangkan dan melakukan seperti disebutkan dalam akta dan benar demikian adanya. Jadi formalitas yang ditentukan undang-undang benar-benar dipenuhi, namun suatu ketika mungkin juga ada fihak yang meragukan kebenarannya bila akta itu dijadikan bukti dalam perkara misalnya saja dalam akta otentik dikatakan bahwa penyerahan barang dilakukan dirumah dalam keadaan baik, padahal sebenarnya bukan diserahkan dirumah melainkan disuatu tempat lain dan dalam keadaan baik padahal sebenarnya bukan diserahkan dirumah melainkan ditempat lain dan alam keadaan baik, ketika dibawa kerumah terjadi kerusakan,dalam akta otentik pejabat menerangkan bahwa barang diserahkan dirumah dalam keadaan baik, ketrerangan hanya bersifat formlitas belaka, keadaan demikian prlu dipertimbangkan oleh majelis hakim apakah akta itu dapat dijadikan bukti atau tidak.
3. Kekuatan pembuktian materiil
Kekuatan pembuktian materil berarti bahwa apa yang dimuat dalam akta itu memang benar dan memang sungguh-sungguh terjadi antara para \pihak (jadi tidak hanya diucapkan saja oleh para pihak,tapi juga memang sungguh-sungguh terjadi). Misalnya dalam suatu akta disebutkan penyerahan 1200 buah jam tangan merek nelson, tetapi nyatanya hanya 200 buah merek nelson sedangkan selebihnya merek mido. Bila ada yang meragukan kebenaran isi akta ini dia dapat meminta kepada hakim agar akta yamg diragukan kebenaran isinya itu diteliti kebenarnnya, bila ternyata benar akta itu palsu maka majelis hakim memerintahkan agar akta dikirim kekejaksaan untuk dituntun perkara pidana sedangkan perkara perdatanya ditunda sampai selesai perkara pidana. Insiden dalam pembuktian akta otentik seperti ini dapat terjadi, baik atas inisiastip pihak yang bersangkutan maupun dari pihak majelis hakim.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa pmaca n macam alat bukti dalam hukum acara perdata itu ada 6 yaitu:Bukti tertulis/surat, Bukti dengan saksi,Persangkaan, Pengakuan, Sumpah
Pengertian dari akta itu sendiri adalah Suatu tulisan yang dibuat untuk dipakai atau digunakan sebagai bukti perbuatan hukum tersebut, yaitu berupa tulisan yang ditujukan kepada pembuktian sesuatu.akta juga dibagi dua yaitu akta otentik dan akta dibawah tangan .
Akta otentik adalah surat yang dibuat oleh atau dihadapan seorang pejabat umum yang mempunyai wewenang untuk membuat surat itu,dengan maksud untuk menjadikan surat itu sebagai alat bukti, akta tidak otentik karena tidak dibuat oleh atau dihadapan pejabat yang berwenang untuk itu, melainkan dibuat sendiri oleh pihak yang berkepentingan dengan tujuan dijadikan alat bukti
Kekuatan akta dalam pembuktian dibagi tiga macam yaitu; Kekuatan pembuktian lahir, Kekuatan pembuktian formiil,Kekuatan pembuktian materiil



B. Saran
Sekomplit apapun alat –alat bukti yang dipersiapkan dalam persidangan hukum perdata ,tetap saja yang paling berperan dalam persidangan adalah hakim.adil tidaknya suatu keputusan akhir ditentukan oleh kepiawaian seorang hakim dalam menangani suatu masalah, dan idealisme seorang hakimlah yang perlu dipertahankan dalam pengadilan kita melihat pakta ,bamyak idealisme hgakim dapat ibeli dengan sejumlah uang, karena yang namanya kebenaran kadang dapat dibolak-balik.

DAFTAR PUSTAKA


Bambang Waluyo, S.Hsisatem pembuktian dalam peradilan Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika 1996
Ny. Retno Wulan Susantio, S.H, ahukum acara perdata, Bandung: Mandar Naju, 2005
Prof. Ali Afandi, S.H. hukum waris, hukum keluarga, hukum pembuktian, Jakarta: Pt Bima Sakti 1986,
Viktor M. Sitomurang, S.H, Grosse Akta dalam pembuktian damevas, Jakarta: PT. ranika Cipta
Abdul Kadir Muhammad, Hukum Acara Perdata Indonesia, bandung: PT: Citra Aditya Bakti, 2000,
R. Subekti dam R. Tjikrosudibio, kitab undang-undang hukum perdata, Jakarta: PT. Pradnya Paramita, 2006
Drs. H.A.Mukti Arto, S.H., praktek perkara perdata Pada Pengadilan agama, Yogyakarta: Pustaka Pelajar,2008
M. Nur Rasaid, SH., hukum acara perdat, Sinar Grafika, 2005
Drs. H.A.Mukti Arto, S.H., praktek perkara perdata Pada Pengadilan agama

KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM DAGANG

KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM DAGANG
(Wetboek van Koophandel voor Indonesie)
S. 1847-23.

Anotasi:
Seluruhnya KUHD ini berlaku untuk golongan Timur Asing bukan Tionghoa dan golongan Tionghoa, kecuali dengan perubahan redaksional pasal 396; S. 1924-556, pasal 1, B; S. 1917-129, pasal I sub 21.

KETENTUAN UMUM.

Pas. 1. (s.d.u. dg. S. 1938-276.) Selama dalam Kitab Undang-undang ini terhadap Kitab Undang-undang Hukum Perdata tidak diadakan penyimpangan khusus, maka Kitab Undang-undang Hukum Perdata berlaku juga terhadap hal-hal yang dibicarakan dalam K-itab Undang-undang ini. (AB. 15; KUHPerd. 1617, 1774, 1878; KUHD 15, 79 dst., 85, 119, 168a, 286, 296, 747, 754.)
Alinea kedua gugur berdasarkan S. 1938-276.

B U K U K E S A T U : DAGANG PADA UMUMNYA.

Berdasarkan S. 1938-276 yang berlaku mulai pada 17 Juli 1938 maka Bab I tentang Pedagang dan Perbuatan Dagang (pasal 2 sld 5) telah dihapus.

BAB II. PEMBUKUAN.

Pasal 6.
(s.d.u. dg. S. 1938-276.) Setiap orang yang menjalankan perusahaan diwajibkan untuk menyelenggarakan catatan-catatan menurut syarat-syarat perusahaannya tentang keadaan hartanya dan tentang apa yang berhubungan dengan perusahaannya, dengan cara yang sedemikian sehingga dari catatan-catatan yang diselenggarakan itu sewaktu-waktu dapat diketahui semua hak dan kewajibannya. (KUHD 35, 66, 86, 96, 348; KUHP 396 dst.)
Ia diwajibkan dalam enam bulan pertama dari tiap-tiap tahun untuk membuat neraca yang diatur menurut syarat-syarat perusahaannya dan menandatanganinya sendiri. (KUHPerd. 1881.)
Ia diwajibkan menyimpan selama tiga puluh tahun, buku-buku dan surat-surat di mana ia menyelenggarakan catatan-catatan dimaksud dalam allnea pertama beserta neracanya, dan selama sepuluh tahun, surat-surat dan telegram-telegram yang diterima dan salinan-salinan surat-surat dan telegiram-telegram yang dikeluarkan. (KUHD 35.)

Pasal 7.
(s.d.u. dg. S. 1938-276.) Untuk kepentingan setiap orang, hakim bebas untuk memberikan kepada pemegang-buku, kekuatan bukti sedemikian rupa yang menurut pendapatnya harus diberikan pada masing-masing kejadian yang khusus. (KUHPerd. 1881; KUHD 12, 35, 67, 86.)

Pasal 8.
(s.d.u. dg. S. 1938-276.) Sewaktu pemeriksaan perkara di sidang pengadilan berjalan, hakim dapat menentukan atas permintaan atau karena jabatannya, kepada masing-masing pihak atau kepada salah satu pihak untuk membuka bukubuku yang diselenggarakan, surat-surat dan naskah-naskah yang harus dibuat atau disimpan oleh mereka menurut pasal 6 alinea ketiga, agar dapat dilihat di dalamnya atau dibuat petikan-petikannya sebanyak yang dibutuhkan berkenaan dengan soal yang dipersengketakan.
Hakim dapat mendengar para ahli mengenai sifat dan isi surat-surat yang diperlihatkan, baik pada sidang pengadilan maupun dengan cara seperti yang diatur dalam pasal-pasal 215 sampai dengan 229 Reglemen Acara Perdata. (Rv.)
Dari tidak dipenuhinya perintahnya itu, hakim bebas untuk mengambil kesimpulan yang sebaiknya menurut pendapatnya. (KUHPerd. 1888, 1915 dst.; KUHD 67.)

Pasal 9.
Bila buku-buku, naskah atau surat-surat berada di tempat lain daripada tempat kedudukan hakim yang mengadili perkara itu, maka ia dapat mengamanatkan kepada hakim dari tempat lain untuk menyelenggarakan pemeriksaan yang dikehendaki terhadap hal itu dan membuat berita acara tentang pendapat-pendapatnya serta mengirimkannya. (RO. 33; KUHD 35.)

10 dan 11. Dihapus dg. S. 1927-146.

Pasal 12.
(s.d.u. dg. S. 1927-146; S. 1938-276.) Tiada seorang pun dapat dipaksa untuk memperlihatkan pembukuarinya kecuali untuk mereka yang mempunyai kepentingan langsung sebagai ahli waris, sebagai pihak yang berkepentingan dalam suatu persekutuan, sebagai pesero, sebagai pengangkat Pimpinan perusahaan atau pengeloIa dan akhirnya dalam hal kepailitan. (KUHPerd. 573, 1082; KUHD 35, 67.)

13. Dihapus dg. S. 1927-146.

BAB III. BEBERAPA JENIS PERSEROAN.
Bagian 1. Ketentuan-ketentuan Umum.

14. Dihapus dg. S. 1938-276.

Pasal 15.
(s.d.u. dg. S. 1938-276.) Perseroan-perseroan yang disebut dalam bab ini dikuasai oleh perjanjian pihak-pihak yang bersangkutan, oleh Kitab Undang-undang ini dan oleh Kitab Undang-undang Hukum Perdata. (KUHPerd. 1618 dst., KUHD 1.

Bagian 2. Perseroan Firma Dan Perseroan Dengan Cara meminjamkan Uang
Atau Disebut Perseroan Komanditer.

Pasal 16.
(s.d.u. dg. S. 1938-276.) Perseroan Firma adalah suatu perseroan yang didirikan untuk melakukan suatu usaha di bawah satu nama bersama. (KUHD 19 dst., 22 dst., 26-11, 29; Rv. 6-5o, 8-2 o, 99.)

Pasal 17.
Tiap-tiap pesero kecuali yang tidak diperkenankan, mempunyai wewenang untuk bertindak, mengeluarkan dan menerima uang atas nama perseroan, dan mengikat perseroan kepada pihak ketiga, dan pihak ketiga kepada perseroan. tindakan-tindakan yang tidak bersangkutan dengan perseroan, atau yang bagi para pesero menurut perjanjian tidak berwenang untuk mengadakannya, tidak dimasukkan dalam ketentuan ini. (KUHPerd. 1632, 1636, 1639, 1642; KUHD 20, 26, 29, 32.)

Pasal 18.
Dalam perseroan firma tiap-tiap pesero bertanggungjawab secara tanggung-renteng untuk seluruhnya atas perikatan-perikatan perseroannya. (KUHPerd. 1282, 1642, 1811.)

Pasal 19.
Perseroan yang terbentuk dengan cara meminjamkan uang atau disebut juga perseroan komanditer, didirikan antara seseorang atau antara beberapa orang pesero yang bertanggung-jawab secara tanggung-renteng untuk keseluruhannya, dan satu orang atau lebih sebagai pemberi pinaman uang.
Suatu perseroan dapat sekaligus berwujud perseroan firma terhadap pesero-pesero firma di dalamnya dan perseroan komanditer terhadap pemberi pinjaman uang. (KUHD. 16, 20, 22 dst.)

Pasal 20.
Dengan tidak mengurangi kekecualian yang terdapat dalam pasal 30 alinea kedua, maka nama pesero komanditer tidak boleh digunakan dalam firma. (KUHD 19-21.)
Pesero ini tidak boleh melakukan tindakan pengurusan atau bekerja dalam perusahaan perseroan tersebut, biar berdasarkan pemberian kuasa sekalipun. (KUHD 17, 21, 32.)
Ia tidak ikut memikul kerugian lebih daripada jumlah uang yang telah dimasukkannya dalam perseroan atau yang harus dimasukkannya, tanpa diwajibkan untuk mengembalikan keuntungan yang telah dinikmatinya. (KUHPerd. 1642 dst.)

Pasal 21.
Pesero komanditer yang melanggar ketentuan-ketentuan alinea pertama atau alinea kedua dari pasal yang lain, bertanggungjawab secara tanggung-renteng untuk seluruhnya terhadap semua utang dan perikatan perseroan itu. (KUHD 18.)

Pasal 22.
Perseroan-perseroan firma harus didirikan dengan akta otentik, tanpa adanya kemungkinan untuk disangkalkan terhadap pihak ketiga, bila akta itu tidak ada. (KUHPerd. 1868, 1874, 1895, 1898; KUHD 1, 26, 29, 31.)

Pasal 23.
para pesero firma diwajibkan untuk mendaftarkan akta itu dalam register yang disecliakan untuk itu pada keparliteraan raad van justitie (pengadilan negeri) daerah hukum tempat kedudukan perseroan itu. (Ov. 82; KUHPerd. 152; KUHD 24, 27 dst., 30 dst., 38 dst.; S. 1946-135 pasal 5.)

Pasal 24.
Akan tetapi para pesero firma diperkenankan untuk hanya mendaftarkan petikannya saja dari akta itu dalam bentuk otentik. (KUHD 26, 28.)

Pasal 25.
Setiap orang dapat memeriksa akta atau petikannya yang terdaftar, dan dapat memperoleh sahnannya atas biaya sendiri. (KUHD 38; S. 1851-27 pasal 7.)

Pasal 26.
(s.d.u. dg. S. 1938-276.) Petikan yang disebut dalam pasal 24 harus memuat:
10. nama, nama kecil, pekerjaan dan tempat tinggal para pesero firma;
20. pernyataan firmanya dengan menunjukkan apakah perseroan itu umum, ataukah terbatas pada suatu cabang khusus dari perusahaan tertentu, dan dalam hal terakhir, dengan menunjukkan cabang khusus itu; (KUHD 17.)
30. penunjukan para pesero, yang tidak diperkenankan bertandatangan atas nama firma;
40. saat mulai berlakunya perseroan dan saat berakhirnya;
50. dan selanjutnya, pada umumnya, bagian-bagian dari perjanjiannya yang harus dipakai untuk menentukan hak-hak pihak ketiga terhadap para pesero. (KUHD 27 dst.)

Pasal 27.
Pendaftarannya harus diberi tanggal dari hari pada waktu akta atau petikannya itu dibawa kepada panitera. (KUHD 23.)

Pasal 28.
Di samping itu para pesero wajib untuk mengumumkan petikan aktanya dalam surat kabar resmi sesuai dengan ketentuan pasal 26. (Ov. 105; KUHPerd. 444, 1036; KUHD 29, 38.)

Pasal 29.
(s.d.u. dg. S. 1938-276.) Selama pendaftaran dan pengumuman belum terjadi, maka perseroan firma itu terhadap pihak ketiga dianggap sebagai perseroan umum untuk segala urusan, dianggap didirikan untuk waktu yang tidak ditentukan dan dianggap tiada seorang pesero pun yang dilarang melakukan hak untuk bertindak dan bertandatangan untuk firma itu.
Dalam hal adanya perbedaan antara yang didaftarkan dan yang diumumkan, maka terhadap pihak ketiga berlaku ketentuan-ketentuan yang berkenaan dengan pasal yang lalu yang dicantumkan dalam surat kabar resmi. (KUHPerd. 1916; KUHD 30 dst., 39.)

Pasal 30.
Firma dari suatu perseroan yang telah dibubarkan dapat dilanjutkan oleh seorang atau lebih, baik atas kekuatan perjanjian pendiriannya maupun bila diizinkan dengan tegas oleh bekas pescro yang namanya disembut di situ, atau bila dalam hal adanya kematian, para ahli waiisnya tidak menentangnya, dan dalam hal itu ulituk membuktikannya harus dibuat akta, dan mendaftarkannya dan mengumumkannya dalam surat kabar resmi atas dasar dan dengan cara yang ditentukan dalam pasal 23 dan berikutnya, serta dengan ancaman hukuman yang tercantum dalam pasal 29.
Ketentuan pasal 20 alinea pertama tidak berlaku, jikalau pesero yang mengundurkan diri sebagai pesero firma menjadi pesero komanditer. (KUHPerd. 1651, KUHD 26.)

Pasal 31.
Pembubaran sebuah perseroan firma sebelum waktu yang ditentukan dalam perjanjian, atau terjadi karena pelepasan diii atau penghentian, perpanjangan waktu setelah habis waktu yang ditentukan, demikian puia segala perubahan yang diadakan dalam petia4ian yang asfi yang berhubungan dengan pihak ketiga, diadakanjuga dengan akta otentik, dan terhadap ini berlaku ketentuan-ketentuan pendaftaran dan pengumuman dalam surat kabar resmi seperti telah disebut.
Kelalaian dalam hal itu mengakibatkan, bahwa pembubaran, pelepasan diri, penghentian atau perubahan itu tidak berlaku terhadap pihak ketiga.
Terhadap kelalaian mendaftarkan dan mengumumkan dalam hal perpanjangan waktu perseroan, berlaku ketentuan-ketentuan pasiti 29. (KUHPerd. 1646 dst.; KUHD 22, 26, 30.)

Pasal 32.
Pada pembubaran perseroan, para pesero yang tadinya mempunyai hak mengurus harus membereskan urusan-urusan bekas perseroan itu atas nama firma itu juga, kecuali bila dalam perjanjiannya ditentukan lain , atau seluruh pesero (tidak termasuk para pesero komanditer) mengangkat seorang pengurus lain dengan pemungutan suara seorang demi scorang dengan suara terbanyak.
Jika pemungutan suara macet, raad van justitie mengambil keputusan sedemikian yang menurut pendapatnya paling layak untuk kepentingan perseroan yang dibubarkan itu. (KUHPerd. 1652; KUHD 17, 20, 22, 31, 56; Rv. 6-50, 99.)

Pasal 33.
Bila keadaan kas perseroan yang dibubarkan tidak mencukupi untuk membayar utang-utang yang telah dapat ditagih, maka mereka yang bertugas untuk membereskan keperluan itu dapat menagih uang yang seharusnya akan dimasukkan dalam perseroan oleh tiap-tiap pesero menurut bagiannya masing-masing. (KUHD 18, 22.)

Pasal 34.
Uang yang selama pemberesan dapat dikeluarkan dari kas perseroan, harus dibagikan sementara. (KUHD 33.)

Pasal 35.
Setelah pemberesan dan pembagian itu, bila tidak ada perjanjian yang menentukan lain, maka buku-buku dan surat-surat yang dulu menjadi milik perseroan yang dibubarkan itu tetap ada pada pesero yang terpilih dengan suara terbanyak atau yang ditunjuk oleh raad van justitie karena macetnya pemungutan suara, dengan tidak mengurangi kebebasan para pesero atau para penerima hak untuk melihatnya. (KUHPerd. 1801 dst., 1652, 1885; KUHD 12, 56.)

Bagian 3. Perseroan Terbatas.

(Mengenai Maskapai Andil Indonesia dan perubahan Perseroan Terbatas menjadi
Maskapai Andil Indonesia, lihat S. 1939-569.)

Pasal 36.
(s.d.u. dg. S. 1938-276.) Perseroan terbatas tidak mempunyai firma, dan tak memakai nama salah seorang atau lebih dari antara para pesero, melainkan mendapat namanya hanya dari twuan perusahaan saja.
(s.d,u.dg. S. 1937-572.) Sebelum perseroan tersebut dapat didirikan, akta pendiriannya atau rencana pendiriannya harus disampaikan kepada Gubernur Jenderal (dalam hal ini Presiden) atau penguasa yang ditunjuk oleh Presiden untuk memperoleh izinnya.
Untuk tiap-tiap perubahan syarat-syarat dan untuk perpanjangan waktu perseroan, harus juga terdapat izin seperti itu. (KUHD 3 dst., 37, 51; Rv. 99; S. 1870-64.)

Pasal 37.
(s.d.u. dg. S. 1937-572.) Bila perseroan itu tidak bertentangan dengan kesusilaan atau dengan ketertiban umum, dan selain itu tidak ada keberatankeberatan yang penting terhadap pendiriannya, pun pula aktanya tidak memuat ketentuan-ketentuan yang berlawanan dengan hal-hal yang diatur dalam pasal 38 sampai dengan pasal 55, maka izinnya diberikan.
Bila izin itu tidak diberikan, alasan-alasannya diberitahukan kepada para pemohon agar diketahuinya, kecuab sekiranya pemberitahuan itu dianggap tidak seyogyanya.
Pemberian izin itu, bila ada alasan-alasannya, dapat digantungkan pada syarat bahwa perseroan itu akan bersedia dibubarkan, bila menurut pertimbangan Gubernur Jenderal (dalam hal ini Menteri Kehakiman) hal itu dianggap perlu untuk kepentingan umum.
Bila izin itu diberikan tanpa syarat, maka perseroan tidak dapat dibubarkan atas kekuasaan umum, kecuali setelah Hooggerechtshof (kini: Mahkamah Agung), yang pendapatnya dalam hal ini harus didengar, menyatakan, bahwa para pengurusnya telah tidak memenuhi ketentuan-ketentuan dan syarat-syarat akta perseroan itu. (AB. 23; KUHPerd. 1335, 1653; KUHD 45, 50.)

Pasal 38.
Akta perseroan itu harus dibuat dalam bentuk otentik dengan ancaman akan batal. (KUHD 22 dst., 42, 48 dst., 52 dst., 56, 58.)
(s.d.u. dg. S. 1923-548, 594; S. 1937-572.) para pesero diwajibkan untuk mendaftarkan akte itu dalam keseluruhannya beserta izin yang diperolehnya dalam register yang diadakan untuk itu pada panitera raad van justitie dari daerah hukum tempat kedudukan perseroan itu, dan mengumumkannya dalam surat kabar resmi. (Ov. 82, 105; KUHD 23; S. 1946-135.)
SegaIa sesuatu yang tersebut di atas berlaku terhadap perubahan-perubahan dalam syarat-syarat, atau pada perpanJangan waktu perseroan.
Ketentuan-ketentuan pasal 25 berlaku juga terhadap ini.

Pasal 39.
Selama peadaftaran dan pengumuman seperti yang termaktub dalam pasal yang lalu belum terjadi, maka para pengurus atas perbuatan mereka, terikat secara pribadi untuk keseluruhannya terhadap pihak ketiga. (KUHD 45, 47.) 40. Modal perseroan dibagi atas sahain-saham atau Sero-sero atas nama atau blangko.
para pesero atau pemegang saham atau sero tidak bertanggung jawab lebih daripada jumlah penuh saham-saham itu. (KUHD 42, 47, 50 dst.)

Pasal 41.
Tiada sero atau sabam blangko dapat dikeluarkan sebelum jumlah sepenuhnya disetor dalam kas perseroan. (KUHPerd. 1977; KUHD 43; Rv. 6-7.)

Pasal 42.
Dalam akta ditentukan cara bagaimana sero-sero atau saham-sahan atas nama dioperkan; hal itu dapat dilakukan dengan Pemberitahuan suatu pernyataan kepada para pengurus dari Pesaro bersangkutan dan pihak peneiima pengoperan, atau dengan pernyataan seperti itu yang dimuat dalam buku-buku perseroan itu dan ditandatangani oleh atau atas nama kedua belah pihak. (KUHPerd. 613 dst., 1977.)

Pasal 43.
Bila jumlah penuh sero atau saham demikian belum disetor, para pesero aslinya, atau ahli waris mereka atau mereka yang memperoleh hak, tetap bertanggungjawab atas penyetoran jumlah yang terutang pada perseroan, kecuali bila pengurus dan para komisaris, bila ini ada, menyatakan dengan tegas persetujuan mereka untuk menerima baik penerima hak yang baru itu, dan demikian pesero lama menjadi bebas dari egaIa tanggungjawab. (KUHPerd. 833, 955, 1417; KUHD 41.)

Pasal 44.
Perseroan itu diurus oleh para pengurus, para pesero, atau lain-lainnya yang diangkat oleh para pesero, dengan atau tanpa menerima upah, dengan atau tanpa pengawasan komisaris.
para pengurus tak dapat diangkat dengan cara yang tidak dapat ditarik kembali. (KUHPerd. 1636, 1814 dst.; KUHD 17, 38, 52, 54 dst.)

Pasal 45.
para pengurus tidak bertanggungiawab lebih daripada untuk menunaikan sebaik-baiknya tugas yang diberikan kepada mereka; mereka tidak bertanggung jawab secara pribadi terhadap pihak ketiga atas perikatan perseroan.
Akan tetapi bila mereka melanggar suatu ketentuan dalam akta atau perubahan syarat-syaratnya yang diadakan kemudian, maka mereka terhadap pihak ketiga bertanggungjawab masing-masing secara tanggung-renteng untuk keseluruhannya untuk kerugian-kerugian yang diderita oleh pihak ketiga karenanya. (KUHPerd. 1800 dst.; KUHD 39, 47, 55.)

Pasal 46.
Perseroan terbatas itu harus didirikan untukiangka waktu tertentu, dengan tidak mengurangi kemungkinan untuk memperparoangnya, setiap kaii setelah waktu itu lampau. (KUHPerd. 1646-l'; KUHD 38.)

Pasal 47.
Bila nyata bagi para pengurus, bahwa telah diderita kerugian sebesar lima puluh persen dari modal perseroan, maka mereka berkewajiban untuk mengumumkannya dalam register yang diselenggarakan untuk itu pada kepaniteraan raad van justitie, dan demikian pula dalam surat kabar resmi.
Bila kerugian itu berjumiah twuh puluh lima persen, maka perseroan itu demi hukum bubar, dan para pengurus bertanggungiawab terhadap pihak ketiga atas perjanjian-perjanjian yang telah mereka adakan setelah mereka tahu atau harus mereka tahu tentang kerugian itu. (KUHD 39, 45, 48.)

Pasal 48.
Untuk menghindari pembubaran menurut peraturan tersebut di atas, aktanya harus memuat ketentuan-ketentuan untuk membentuk kas cadangan yang dapat digunakan untuk menutupi kekurangan uang itu untuk sebagian atau untuk seluruhnya. (KUHD 49.)

Pasal 49.
Dalam akta itu tidak boleh diperjanjikan bunga tetap.
Pembagian-pembagiannya harus diambil dari pendapatan setelah dipotong dengan segala pengeluaran.
Akan tetapi dapat diadakan perjanjian, bahwa pembagian-pembagian itu tidak akan melebihi suatu jumlah tertentu. (KUHD 48, 55.)

Pasal 50.
(s.d.u. dg. S. 1937-572; S. 1938-161.) Izin termaksud dalam pasal 36 tidak akan diberikan, kecuali bila ternyata bahwa para pendiri pertama bersama-sama mewakili paling sedikit seperlima dari modal perseroan; selanjutnya akan ditentukan suatu jangka waktu, dimana sisa sero-sero atau saham-saham harus sudah ditempatkan.
Jangka waktu itu atas permohonan para pendiri selalu dapat diperpanjang oleh Gubernur Jenderal (dalam hal ini Presiden) atau oleh pejabat yang berwenang atas penunjukan Presiden berdasarkan pasal 36 alinea kedua. (KUHD 36 dst.)

Pasal 51.
Perseroan itu tidak akan dapat mulai berjalan sebelum paling sedikit sepuluh persen dari modal bersama disetor. (KUHD 41, 50.)

Pasal 52.
Bila pekerjaan para komisaris hanya terbatas pada pengawasan terhadap para pengurus, dan dengan demikian sama sekali tidak ikut serta dalam pengurusan, maka mereka dalam akta dapat diberi kuasa untuk memeriksa dan mengesahkan perhitungan dan pertanggungjawaban para pengurus, atas nama para pesero.
Dalam hal yang sebaliknya, pemeriksaan dan pengesahan itu harus dilakukan oleh para pesero atau orang-orang yang ditunjuk dalam akta. (KUHD 43 dst., 54 dst.)

Pasal 53.
Pada perseroan asuransi atas benda-benda tertentu harus ditentukan dalam akta suatu maksimum, yang tidak boleh dilampaui untuk mengasuransikan telah menyerahkan kepada keputusan para pengurus, dengan atau tanpa para suatu benda yang sama, kecuali para pesero dalam akta dengan perjanjian tegas komisaris. (KUHD 246 dst., 253.)

Pasal 54.
(s.d.u.t. dg. UU No. 4/1971, LN. 1971-20.)
(1) Hanya pemegang saham yang berhak mengeluarkan suara.
Setiap pemegang saham sekurang-kurangnja berhak mengeluarkan satu suara.
(2) Dalam hal modal perseroan terbagi dalam saham-saham dengan harga nominal yang sama, maka setiap pemegang saham berhak mengeluarkan suara sebanyak djumlah saham yang dimilikinja.
(3) Dalam hal modal perseroan terbagi dalam saham-saham dengan harga nominal yang berbeda, maka setiap pemegang saham berhak mengeluarkan suara sebanjak kelipatan dari harga nominal saham yang terkecil dari perseroan terhadap keseluruhan djumlah harga nominal dari saham yang dimiliki pemegang.
Sisa suara yang belum mencapai satu suara tidak diperhitungkan.
(4) Pembatasan mengenai banjaknja suara yang berhak dikeluarkan oleh pemegang saham dapat diatur dalam akta pendirian, dengan ketentuan bahwa seorang pemegang saham tidak dapat mengeluarkan lebih dari enam suara apabila modal perseroan terbagi dalam seratus saham atau lebih, dan tidak dapat mengeluarkan lebih dari tiga suara apabila modal perseroan terbagi dalam kurang dari seratus saham.
(5) Tidak seorang pengurus atau komisaris dibolehkan bertindak sebagai kuasa dalam pemungutan suara.

Pasal 55.
para pengurus diwajibkan setiap tahun membuat laporan tentang laba dan rugi yang diperoleh atau diderita dalam tahun yang telah lampau.
Laporan itu dapat dilakukan, baik dalam rapat umum, maupun dengan mengirimkan suatu daftar kepada masing-masing pesero, ataupun dengan menyediakan suatu perhitungan untuk diperiksa dan memberitahukannya kepada para pesero, dengan jangka waktu tertentu yang ditetapkan dalam akta. (KUHD 52; Rv. 764 dst.)

Pasal 56.
Perseroan yang dibubarkan dibereskan oleh para pengurus, kecuali bila dalam akta hal itu ditentukan cara lain. (KUHD 32 dst.; Rv. 99, 539-571.) Ketentuan pasal 35 berlaku untuk hal ini.

57 dan 58. Dihapus dg. s. 1938-276.

BAB IV. BURSA PERDAGANGAN, MAKELAR DAN KASIR.
Bagian 1. Bursa Perdagangan.

Pasal 59.
Bursa perdagangan adalah pertemuan para pedagang, juragan kapal, makelar, kasir dan orang-orang lain yang bersangkut-paut dengan perdagangan.
Hal itu diselenggarakan atas kekuasaan Gubernur Jenderal (dalam hal ini Menteri Keuangan). (KUHPerd. 1156; KUHD 61; Rv. 595-31.)

Pasal 60.
Dari perundingan-perundingan dan kesepakatan-kesepakatan yang diadakan pada bursa disusunlah ketentuan-ketentuan kurs-kurs wesel, harga barang-barang dagangan, asuransi-asuransi dan muatan janji laut, biaya pengangkutan laut dan darat, obligasi dalam dan luar negeri, dana-dana, dan surat-surat berharga lainnya yang dapat digunakan untuk menetapkan kurs.
Kurs-kurs atau harga-harga yang bermacam-macam itu disusun menurut peraturan atau kebiasaan setempat. (KUHPerd. 389, 398, 1077, 1155, 1427; KUHD 15 13 , 262, 621 dst.)

Pasal 61.
Jam mulai diadakan dan berakhirnya bursa, dan segala sesuatu yang berkenaan dengan ketertibannya yang baik diatur oleh Gubernur Jenderal (dalam hal ini Menteri Keuangan) dengan peraturan tersendiri.

Bagian 2. Makelar.

Pasal 62.
(s.d.u. dg. S. 1906-335; 1938-276.) Makelar adalah pedagang perantara yang diangkat oleh Gubernur Jenderal (dalam hal ini Presiden) atau oleh penguasa yang oleh Presiden dinyatakan berwenang untuk itu. Mereka menyelenggamkan perusahaan mereka dengan melakukan pekerjaan seperti yang dimaksud dalam pasal 64 dengan mendapat upah atau provisi tertentu, atas amanat dan atas nama orang-orang lain yang dengan mereka tidak terdapat hubungan kerja tetap.
Sebelum diperbolehkan melakukan pekerjaan, mereka harus bersumpah di depan raad van justitie di mana Ia termasuk dalam daerah hukumnya, bahwa mereka akan menunaikan kewajiban yang dibebankan dengan jujur. (KUHPerd. 1078; KUHD 59, 71 dst., 681; S. 1920-69.)

Pasal 63.
Perbuatan-perbuatan para pedagang perantara yang tidak diangkat dengan cara demikian tidak mempunyai akibat yang lebih jauh daripada apa yang ditimbulkan dari perjanjian pemberian amanat. (KUHPerd. 389, 1155, 1792 dst.; KUHD 67 dst.)

Pasal 64.
Pekerjaan makelar terdiri dari mengadakan pembelian dan penjualan untuk majikannya atas barang-barang dagangan, kapal-kapal, saham-saham dalam dana umum dan efek tainnya dan obligasi, surat-surat wesel, surat-surat order dan surat-surat dagang tainnya, menyelenggarakan diskonto, asuransi, perkreditan dengan jaminan kapal dan pemuatan kapal, perutangan uang dan lain sebagainya. (KUHPerd. 1078; KUHD 62, 681 dst.)

Pasal 65.
Pengangkatan makelar adalah umum, yaitu dalam segala bidang, atau dalam akta pengangkatan disebutkan bidang atau bidang-bidang apa saja pekerjaan makelar itu boleh dilakukan.
Dalam bidang atau bidang-bidang di mana ia menjadi makelar, Ia tidak diperbolehkan berdagang, baik sendiri maupun dengan perantaraan pihak lain, ataupun bersama-sama dengan pihak-pihak lain, ataupun secara berkongsi, ataupun menjadi penjamin perbuatan-perbuatan yang dilakukan dengan perantaraan mereka. (KUHD 62, 64, 71 dst.; KUHPerd. 1468 dst.)

Pasal 66.
para makelar diwajibkan untuk segera mencatat setiap perbuatan yang dilakukan dalam buku-saku mereka, dan selanjutnya setiap hari memindahkannya ke dalam buku-harian mereka, tanpa bidang-bidang kosong, garis-garis sela, atau catatan-catatan pinggir, dengan menyebutkan dengan jelas nama-nama pihak-pihak yang bersangkutan, waktu perbuatan atau waktu penyerahan, sifatnya, jumlahnya dan harga barangnya, dan semua persyaratan perbuatan yang dilakukan. (KUHD 6.)

Pasal 67.
para makelar diwajibkan untuk memberikan kepada pihak-pihak yang bersangkutan setiap waktu dan begitu mereka ini menghendaki, petikan-petikan dari buku mereka yang berisi segala sesuatu yang mereka catat berkenaan dengan perbuatan yang menyangkut pihak tersebut. (KUHD 12.)
Hakim dapat memerintahkan para makelar untuk membuka buku-bukunya di hadapan pengadilan untuk mencocokkan petikan-petikan yang dikeluarkan dengan aslinya, dan mereka dapat menuntut pewelasan tentang itu. (KUHPerd. 1905.)

Pasal 68.
Bila perbuatannya tidak seluruhnya dipungkiri, maka catatan-catatan yang dipindahkan oleh makelar dari buku-sakunya ke buku-hariannya merupakan bukti antara pihak-pihak yang ber-sangkutan mengenai waktu, dilakukannya perbuatan dan penyerahannya, inengenai sifat-sifat danjumlah barangnya, mengenai harga beserta syarat-syaratnya yang menjadi dasar pelaksanaan perbuatan itu. (KUHD 66.)

Pasal 69.
Bila tidak dibebaskan oleh pihak-pihak yang bersangkutan, maka para makelar harus menyimpan contoh dari tiap-tiap partai barang yang telah dijual atas dasar contoh dengan perantaraan mereka, hingga pada waktunya terselenggara penyerahan, dengan dibubuhi catatan yang cukup untuk mengenalinya.

Pasal 70.
Setelah menutup jual-beli surat wesel atau efek lain semacam itu yang dapat diperdagangkan, makelar menyerahkannya kepada pembeh, bertanggung jawab atas kebenaran tanda tangan penjual yang ada di atasnya. (KUHD 65, 100, 110-113, 178, 187, 506 dst.)

Pasal 71.
para makelar yang bersalah karena melanggar salah satu ketentuan yang diatur dalam bagian ini, sejauh mengenai mereka, akan dihentikan sementara dari tugasnya oleh kekuasaan umum yang mengangkat mereka, menurut keadaan, atau dihentikan dari jabatannya, dengan tidak mengurangi hukuman-hukuman yang ditentukan untuk itu, demikian pula penggantian biaya-biaya, kerugiankerugian dan bunga-bunga yang menjadi kewajibannya sebagai penerima amanat. (KUHPerd. 1801, 1803; KUHD 62, 65 dst., 69.)

Pasal 72.
Seorang makelar dihentikan sementara dari tugasnya oleh keadaan pailit, dan kemudian dapat dihentikan dari jabatannya oleh hakim.
Dalam hal pelanggaran larangan yang termuat dalam pasal 65 alinea kedua, seorang makelar yang telah dinyatakan pailit, harus dipecat dari jabatannya. (KUHD 62, 71.)

Pasal 73.
Makelar yang telah dihentikan dari jabatannya tak dapat sama sekali dikembalikan ke dalam jabatannya. (KUHD 71 dst.)

Bagian 3. Kasir.

Pasal 74.
Kasir adalah orang yang diserahi kepercayaan untuk menyimpan dan membayarkan uang dengan mendapat upah atau provisi tertentu. (KUHPerd. 1694 dst., 1792 dst., 1812; KUHD 6 dst., 59.)

Pasal 75.
Seorang kasir yang menangguhkan pembayarannya atau jatuh pailit dianggap karena kesalahannya sendiri menjatuhkan usahanya. (KUHPerd. 1916.)

BAB V. KOMISIONER, EKSPEDITUR, PENGANGKUT DAN JURAGAN KAPAL YANG
MENGARUNGI SUNGAI-SUNGAI DAN PERAIRAN PEDALAMAN.
Bagian 1. Komisioner.

Pasal 76.
(s.d.u. dg. S. 1938-276.) Komisioner adalah orang yang menyelenggarakan perusahaannya dengan melakukan perjanjian-perjanjian atas namanya sendiri atau firmanya, dan dengan mendapat upah atau provisi tertentu, atas order dan atas beban pihak lain. (KUHPerd. 1792 dst.; KUHD 6 dst, 62, 79, 85a.)

Pasal 77.
Komisioner tidak berkewajiban untuk memberitahukan kepada orang dengan siapa ia bertindak tentang yang menanggung beban tindakannya itu.
Ia langsung bertanggungjawab terhadap sesama rekan dalam perjanjian seolah-olah tindakan itu urusannya sendiri. (KUHPerd. 1802; KUHD 78, 85a, 240, 262.)

Pasal 78.
Pemberi amanat tidak mempunyai hak tagihan terhadap pihak dengan siapa komisioner bertindak, seperti halnya pihak yang bertindak dengan komisioner tidak dapat menuntut pemberi amanat. (KUHPerd. 1799.)

Pasal 79.
Akan tetapi bila seorang komisioner telah bertindak atas nama pemberi amanat, maka hak-hak dan kewajiban-kewajibannya, juga terhadap pihak ketiga, diatur oleh ketentuan-ketentuan Kitab Undang-undang Hukum Perdata dalam Bab "Pemberian Amanat".
Ia tidak mempunyai hak mendahului seperti dimaksud dalam pasal-pasal berikut. (KUHPerd. 1792 dst., 1812; KUHD 80 dst.)

Pasal 80.
Untuk tagihan-tagihan terhadap pemberi amanat sebagai komisioner, demikian pula dalam hal uang yang telah dibayarkan lebih dahulu, bunga-bunga, biaya-biaya dan provisi-provisi, demikian juga untuk perikatan-perikatannya yang masih berjalan, komisioner mempunyai hak mendahului atas barang-barang yang telah dikirim kepadanya oleh pemberi amanat untuk dijual, atau untuk disimpan sampai penentuan lebih lanjut, atau yang telah dibeli olehnya untuk pemberi amanat dan telah diterimanya, selama barang-barang itu masih ada dalam kekuasaannya.
Hak mendahului ini mengalahkan segala hak lainnya, kecuah dari pasal 1139-10 dari Kitab Undang-undang Hukum Perdata. (KUHPerd. 1134, 1139-41, 51 dan 7'; KUHD 81 dst., 85, 85a.)

Pasal 81.
Bila barang-barang yang dimaksud dalam pasal 80 dijual dan diserahkan atas nama pemberi amanat, maka komisioner membayar pada dirinya sendiri jumlah tagihan-tagihannya yang ada hak mendahuluinya menurut pasal tersebut, yang diambilkan dari hasil penjualannya. (KUHPerd. 1425 dst.; KUHD 85a.)

Pasal 82.
Bila pemberi amanat telah mengirimkan barang-barang kepada komisioner, dengan amanat untuk menyimpannya sampai ketentuan lebih lanjut atau membatasi kekuasaan komisioner untuk menjualnya, atau bila amanat untuk menjualnya sudah dihapus, dan yang disebut pertama tidak memenuhi tagihan-tagihan komisioner terhadapnya yang diberi hak mendahului oleh pasal 80, maka dengan memperlihatkan surat-surat bukti yang perlu, atas surat permohonan sederhana komisioner dapat memperoleh izin dari raad van justitie tempat tinggalnya untuk menjual barang-barang itu seluruhnya atau sebagian dengan cara yang ditentukan dalam surat keputusan hakim.
Komisioner tersebut berkewajiban untuk memberitahukan kepada pemberi amanat baik tentang permohonan izin itu, maupun tentang penjualan yang telah terjadi berdasarkan izin itu paling lambat hari berikutnya, bila tiap-tiap hari ada pos ataupun telegrap, atau kalau tidak demikian, dengan pos pertama yang berangkat. Pemberitahuan dengan telegrap atau dengan surat tercatat berlaku sebagai pemberitahuan yang sah. (KUHPerd. 1366 dst.)

Pasal 83.
Seorang komisioner yang untuk pemberi amanat telah membeli barang-barang dan menerimanya, dapat diberi kuasa oleh raad van justitie tempat tinggalnya dengan cara seperti ditentukan dalam pasal di atas untuk menjual barangbarang itu, bila pemberi amanat tidak memenuhi tagihan-tagihan komisioner itu terhadapnya dan yang menurut pasal 80 diberi hak mendahului.
Alinea terakhir pasal 82 berlaku terhadap hal ini. (KUHD 81, 85a.)

Pasal 84.
(s.d.u. dg. S. 1906-348.) Dalam hal pailitnya pemberi amanat, maka ketentuan-ketentuan dalam pasal-pasal 56, 57 dan 58 peraturan kepailitan mengenai pihak pemegang gadai atau pihak yang berutang berlaku bagi dan terhadap komisioner,
Penundaan pembayaran yang diberikan kepada pihak pemberi amanat tidak menjadi halangan baginya untuk menggunakan wewenang-wewenang yang diberikan kepadanya oleh pasal-pasal 81, 82 dan 83.

Pasal 85.
Pemberian wewenang-wewenang tersebut dalam pasal 81, 82 dan 83 sama sekali tidak mengurangi hak menahan yang diberikan kepada komisioner oleh pasal 1812 Kitab Undang-undang Hukum Perdata. (KUHD 76-79.)

Pasal 85a.
(s.d.t. dg. S. 1938-276.) Bila seseorang atas namanya sendiri atau firmanya dan dengan mendapat upah atau provisi tertentu, atas order dan atas beban orang lain, mengadakan perjanjian tanpa menjadikannya sebagai perusahaan, maka terhadapnya bertaku juga pasal-pasal 77, 78, 80 sampai dengan 85, 240 dan 241. (KUHD 6 dst., 76; KUHPerd. 1792, 1794.)

Bagian 2. Ekspeditur.

Pasal 86.
Ekspeditur adalah seseorang yang pekerjaannya menyelenggarakan pengangkutan barang-barang dagangan dan barang-barang lain di darat atau di perairan.
Ia diwajibkan membuat catatan-catatan dalam register harian secara berturut-turut tentang sifat dan jumlah barang-barang atau barang-barang dagangan yang harus diangkut, dan bila diminta, juga tentang nilainya. (KUHPerd. 1139-71, 1147, 1792 dst.; KUHD 6 dst., 76, 90, 95.)

Pasal 87.
Ia harus menjamin pengiriman dengan rapi dan secepatnya atas barang-barang dagangan dan barang-barang yang telah diterimanya untuk itu, dengan mengindahkan segala sarana yang dapat diambilnya untuk menamin pengiriman yang baik. (KUHPerd. 1244, 1367, 1800 dst.; KUHD 88.)

Pasal 88.
Ia juga harus menanggung kerusakan atau kehilangan barang-barang dagangan dan barang-barang sesudah pengirimannya yang disebabkan oleh kesalahan atau keteledorannya. (KUHD 91 dst.)

Pasal 89.
Ia harus juga menanggung ekspeditur-perantara yang digunakannya. (KUHPerd. 1803.)

Pasal 90.
Surat muatan merupakan perjanjian antara pengirim atau ekspeditur dan pengangkut atau juragan kapal, dan meliputi selain apa yang mungkin menjadi persetujuan antara pihak-pihak bersangkutan, seperti misalnya jangka waktu penyelenggaraan pengangkutannya dan penggantian kerugian dalam hal kelambatan, juga meliputi:
10. nama dan berat atau ukuran barang-barang yang harus diangkut beserta merek-mereknya dan bilangannya;
20. nama yang dikirimi barang-barang itu;
30. nama dan tempat tinggal pengangkut atau juragan kapal;
40. jumlah upah pengangkutan;
50. tanggal penandatanganan;
60. penandatanganan pengirim atau ekspeditur.
Surat muatan harus dicatat dalam daftar harian oleh ekspeditur. (KUHD 86, 454 dst., 506.)

Bagian 3. Pengangkut Dan Juragan Kapal Melalui Sungai-sungai
Dan Perairan Pedalaman.

Pasal 91.
para pengangkut dan juragan kapal harus bertanggungjawab atas semua kerusakan yang terjadi pada barang-barang dagangan atau barang-barang yang telah diterima untuk diangkut, kecuali hal itu disebabkan oleh cacat barang itu sendiri, atau oleh keadaan di luar kekuasaan mereka,.atau oleh kesalahan atau ketalaian pengirim atau ekspeditur sendiri. (KUHPerd. 1139-71, 1147, 1246, 1367, 1617; KUHD 87 dst., 93, 95, 98, 342 dst., 533, 693.)

Pasal 92.
Pengangkut atau juragan kapal tidak bertanggung jawab atas kelambatan pengangkutan, bila hal itu disebabkan oleh keadaan yang memaksa. (KUHPerd.1245; KUHD 87.)

Pasal 93.
Setelah pembayaran upah pengangkutan barang-barang dagangan dan barang-barang yang telah diangkut atas dasar pesanan diterima, maka gugurlah segala hak untuk menuntut kerugian kepada pengangkut atau juragan kapal dalam hal kerusakan atau kekurangan, bila cacatnya waktu itu dapat ditihat dari luar.
Jika kerusakan atau kekurangannya tidak dapat dilihat dari luar, dapat dilakukan pemeriksaan oleh pengadilan setelah barang-barang itu diterima, tanpa membedakan sudah atau belum dibayar upah pengangkutan, asalkan pemeriksaan itu diminta dalam waktu dua kali dua puluh empat jam setelah penerimaan, dan temyata barang-barang itu masih dalam wujud yang semula. (KUHD 485 dst., 746,753.)

Pasal 94.
(s.d. u. dg. S. 1925-497.) Bila terjadi penotakan penerimaan barang-barang dagangan atau barang-barang lainnya, atau timbul perselisihan tentang hal itu, ketua Raad van Justitie, atau bila tidak ada, hakim karesidenan ataujika Ia tidak ada, terhalang atau tidak di tempat, maka kepaIa pemerintahan setempat memerintahkan, atas surat pennohonan sederhana untuk diambil tindakan-tindakan seperlunya guna pemeriksaan barang-barang itu oleh ahli-ahli, setelah pihak lainnya, bila Ia berada di tempat itu juga, didengar, dan dengan demikian pula dapat memerintahkan juga untuk menyimpannya secara memuaskan, agar dari itu dapat dibayarkan upah pengangkutan dan biaya-biaya lainnya kepada pengangkut dan juragan kapal.
Raad van justitie atau Hakim Karesidenan atau KepaIa Daerah setempat berwenang dengan cara seperti ditentukan di atas untuk memberi kuasa menual di depan umum barang-barang yang mudah rusak atau sebagian dari barang-barang itu untuk memenuhi pembayaran upah pengangkutan dan biaya lain. (KUHD 81, 493 dst.)

Pasal 95.
Semua hak-menuntut terhadap ekspeditur, pengangkut ataujuragan kapal berdasarkan kehilangan barang-barang seluruhnya, kelambatan penyerahan, dan kerusakan pada barang-barang dagangan atau barang-barang, kedaluwarsanya pengiriman yang dilakukan dalam wilayah Indonesia, selama satu tahun dan selama dua tahun dalam hal pengiriman dari Indonesia ke tempat-tempat lain, bila dalam hal hilangnya barang-barang, terhitung dari hari waktu seharusnya pengangkutan barang-barang dagangan dan barang-barangnya selesai, dan dalam hal kerusakan dan kelambatan penyampaian, terhitung dari hari waktu barang-barang itu seharusnya akan sampai di tempat tujuan.
Kedaluwarsa ini tidak berlaku dalam hal adanya penipuan atau ketidakjujuran. (KUHPerd. 1967; KUHD 86 dst., 91, 93.)

Pasal 96.
Dengan tidak mengurangi hal-hal yang mungkin diatur dalam peraturan khusus, maka ketentuan-ketentuan bagian ini berlaku pula terhadap para pengusaha kendaraan umum di darat dan di air. Mereka berkewajiban menyelenggarakan registrasi untuk barang-barang yang diterimanya.
Bila barang-barang itu terdiri dari uang, emas, perak, permata, mutiara, batubatu mulia, efek-efek, kupon-kupon atau surat-surat berharga lain yang semacam itu, maka pengirim berkewajiban untuk memberitahukan rdlai barang-barang itu, dan Ia dapat menuntut pencatatan hal itu dalam register tersebut.
Bila pemberitahuan itu tidak terjadi, maka dalam hal terjadinya kehilangan atau kerusakan, pembuktian tentang nilainya hanya diperbolehkan menurut ujud lahirnya saja.
Bila pemberitahuan nilai itu ada, maka hal itu dapat dibuktikan dengan segala alat bukti menurut hokum, dan malahan hakim I>erwenaiftg untuk mempercayai sepenuhnya pemberitahuan pengirim setelah diperkuat dengan sumpah, dan menaksir serta menetapkan ganti rugi berdasarkan pemberitahuan itu. (KUHD 86, 91 dst., S. 1823-3.)

Pasal 97.
Pelayaran-bergilir dan semua perusahaan pengangkutan lainnya tetap tunduk kepada peraturan-peraturan dan perundang-undangan yang ada dalam bidang ini, selama hal itu tidak bertentangan dengan ketentuan-ketentuan dalam bab ini.

Pasal 98.
Ketentuan-ketentuan bab ini tidak berlaku terhadap hak-hak dan kewajiban-kewajiban antara pembeli dan penjual. (KUHPerd. 1457 dst., 1473 dst., 1513.) 99. Dihapus dg. S. 1938-276,

BAB VI. SURAT WESEL DAN SURAT SANGGUP (ORDER).

Anotasi:
Bab lama telah diganti dengan bab ini dengan menghilangkanpasal 99, berdasarkan S. 1934-592 jo. 1935-531, yang berlaku terhitung dari 1 Januari 1936. Tujuannya ialah, agar ketentuan-ketentuan mengenai Surat Wesel dan Surat Sanggup sedapat-dapatnya dipersamakan dengan ketentuan-ketentuan Undang-undang Negeri Belanda dari 25 Juli 1932, N.S. 1932-405, yang telah disesuaikan dengan Traktat Genewa 7 Juni 1930 tentang:
1. pengadaan undang-undang yang seragam tentang surat-surat Wesel dan surat-surat sanggup;
2. pengaturan perselisihan-perselisihan mengenai surat-surat Wesel dan Suratsurat sanggup;
3. bea meterai surat-surat Wesel dan surat-surat sanggup.
Dengan undang-undang tgl. 25 April 1935 (N.S. No. 224) traktat-traktat itu dinyatakan berlaku terhadap Indonesia, Suriname dan Curaqao terhitung dari tgl. 14 Oktober 1935 untuk Indonesia dan Cura@ao.

Bagian 1. Pengeluaran Dan Bentuk Surat Wesel.

Pasal 100.
Surat wesel memuat: (KUHD 174, 178,)
10. pemberian nama " surat Wesel ", yang dimuat dalam teksnya sendiri dan dinyatakan dalam bahasa yang digunakan dalam surat itu; (AB. 18.)
20. perintah tak bersyarat untuk membayar suatu jumlah uang tertentu; (KUHD 104 dst.)
30. nama orang yang harus membayar (tertarik); (KUHD 102.)
40. penunjukan hari jatuh tempo pembayaran; (KUHD 101, 132 dst.)
50. penunjukan tempat pembayaran harus dilakukan; (KUHD 101, 103, 126.)
60. nama orang kepada siapa pembayaran harus dilakukan, atau orang lain yang ditunjuk kepada siapa pembayaran itu harus dilakukan; (KUHD 102, 109a.)
70. pernyataan hari ditandatangani beserta tempat penarikan surat Wesel itu; (KUHD 101.)
80. tanda tangan orang yang mengeluarkan surat Wesel itu (penarik). (KUHD 106 dst.)

Pasal 101.
Suatu surat demikian, di mana satu dari pernyataan-pernyataan yang termaktub dalam pasal yang lalu tidak tercantum, tidak berlaku sebagai surat Wesel, dengan pengecualian-pengecualian seperti tersebut di bawah ini: (KUHD 175, 179.)
Surat Wesel yang tidak ditetapkan hari jatuh tempo pembayarannya, dianggap harus dibayar pada hari ditunjukkannya.
Bila tidak terdapat penunjukan tempat khusus, maka tempat yang tersebut di samping nama tertarik dianggap sebagai tempat pembayaran dan juga sebagai tempat domisili tertarik.
Surat Wesel yang tidak menunjukkan tempat penarikannya, dianggap telah ditandatangani di tempat yang tercantum di samping nama penarik. (KUHPerd. 1915 dst., 1921.)

Pasal 102.
Surat Wesel dapat dibuat kepada orang yang ditunjuk oleh penarik.
Dapat ditarik atas diri penarik sendiri.
Dan yang dapat ditarik atas beban pihak ketiga.
Penarik dianggap menarik atas beban diri sendiri, bila dari surat Wesel itu atau dari surat pemberitahuannya tidak temyata atas beban siapa hal itu terjadi. (KUHD 183; KUHPerd. 1915 dst., 1921.)

Pasal 102a.
Bila penarik mencantumkan pada surat Wesel pernyataan "nilai untuk diinkaso ", "untuk inkaso ", "diamanatkan ", atau pernyataan lain yang membawa arti amanat betaka untuk memungut, maka penerimanya dapat menggunakan semua hak yang timbul dari surat Wesel, akan tetapi Ia tidak dapat mengendosemenkan secara lain daripada secara mengamanatkannya.
Pada surat Wesel demikian para debitur Wesel hanya dapat menggunakan alatalat pembantah terhadap pemegang, yang semestinya dapat mereka gunakan terhadap penarik.
Amanat yang termuat dalam surat Wesel inkaso tidak berakhir karena meninggatnya pemberi amanat atau karena kemudian pemberi amanat menjadi tidak cakap menurut hukum. (KUHD 100, 117; KUHPerd. 1792 dst., 1813.)

Pasal 103.
Surat Wesel dapat dibayar di tempat kediaman pihak ketiga, baik di tempat don-tisili tertarik, maupun di tempat lain. (KLTHD 100-5', 126, 185; KUHPerd. 17 dst., 24.)

Pasal 104.
Dalam surat Wesel yang harus dibayar atas pengunjukan atau dalam suatu jangka waktu tertentu setelah pengunukan, penarik dapat menentukan, bahwa jumlahuang itu membawa bunga.
Dalam tiap-tiap surat Wesel lain, Klausula bunga ini dianggap tidak ditulis. Bunga itu berjalan terhitung dari hari penandatanganan surat Wesel itu, kecuali bila dkunjuk hari lain.

Pasal 105.
Surat Wesel yangjumlah uangnya dengan lengkap ditulis dengan huruf danjuga dengan angka, maka bila terdapat perbedaan, berlaku menurutjumlah uang yang ditulis lengkap dengan huruf.
Surat Wesel yang jumlahnya berkali-kali ditulis dengan lengkap baik dengan huruf maupun dengan angka, maka bila terdapat perbedaan, hanya berlaku sebesar jumlah yang terkeeil. (KUHPerd. 1878 dst.; KUHD 186.)

Pasal 106.
Bila surat Wesel memuat tanda tangan orang-orang yang menurut hukum tidak cakap untuk mengikatkan diri dengan menggunakan surat Wesel, memuat lands tangan palsu, tanda tangan dari orang rekaan, atau tanda tangan orang-orang yang karena alasan-alasan lain apa pun juga tidak dapat mengikat orangorang yang telah membubuhkan tanda tangan atau orang yang atas nama siapa telah dilakukan hal itu, namun perikatan-perikatan orang-orang lain yang tanda tangannya terdapat dalam surat Wesel itu, berlaku sah. (KUHPerd. 108, 113, 1446, 1872, 1876 dst.; KUHD 70, 187; KUHP 264.)

Pasal 107.
Setiap orang yang membubuhkan tanda tangannya di atas surat Wesel sebagai wakil dari seseorang untuk siapa Ia tidak mempunyai wewenang untuk bertindak, Ia sendiri terikat berdasarkan surat Wesel itu, dan setelah membayar, mempunyai hak yang sama seperti yang semestinya ada pada orang yang katanya diwakilinya itu. Hal itu berlaku juga terhadap seorang wakil yang melampaui batas wewenangnya. (KUHPerd. 1797, 1806; KUHD 188.)

Pasal 108.
Penarik menjamin akseptasinya dan pembayarannya. (KUHD 120 dst., 137 dst., Rv. 299, 581.)
Ia dapat menyatakan dirinya bebas dari -penjaminan akseptasi; tiap-tiap Klausula yang membebaskannya dari kewajiban penjaminan pembayaran, dianggap tidak ditulis. (KUHD 121.)

Pasal 109.
Bila surat wesel yang pada waktu pengetuarannya tidak lengkap, telah dibuat lengkap, bertentangan dengan perjanjian-perjanjian yang telah dibuat, maka kepada pemegang tidak dapat diajukan tentang tidak memenum perjanjian-perjanjian itu, kecuali pemegang telah memperoleh surat wesel itu dengan itikad buruk atau disebabkan oleh kesalahan yang besar. (KUHD 168.)

Pasal 109a.
Penarik berkewajiban untuk menetapkan atas pilihan penerima, apakah harus dibayarkan kepada penerima surat wesel itu, ataukah kepada orang lain; dalam hal kedua-duanya itu kepada tertunjuk atau tanpa tambahan kata "kepada tertunjuk ", ataupun dengan penambahan suatu istilah seperti dimaksud dalam pasal 110 alinea kedua. (KUHD 102.)

Pasal 109b.
Penarik atau seseorang atas tanggungan siapa surat wesel ditarik, berkewajiban untuk berusaha agar tertarik mempunyai dana yang cukup guna membayar, sekalipunjika surat wesel itu harus dibayar pada pihak ketiga, tapi dengan pengertian, bahwa penarik sendiri secara pribadi bagaimanapun bertanggung jawab pada pemegang dan para endosan sebelumnya. (KUHD 102 dst., 127a, 146a.)
109C. Tertarik dianggap telah mempunyai dana yang diperlukan itu, bila pada waktu jatuh tempo pembayaran surat wesel itu, atau pada saat di mana berdasarkan pasal 142 alinea ketiga pemegang dapat menggunakan hak regresnya, tertarik berutang kepada penarik atau kepada orang yang atas bebannya telah ditarik wesel, suatu jumlah uang yang sudah dapat ditagih, paling sedikit sama dengan jumlah pada surat weset itu. (KUHD 127a, 146a.)

Bagian 2. Endosemen.

Pasal 110.
Setiap surat wesel, juga yang tidak dengan tegas berbunyi kepada tertunjuk, dapat dipindahkan ke tangan orang lain dengan jalan endosemen.
Bila penarik mencantumkan dalam surat wesel itu: "tidak kepada tertu@uk" atau pernyataan lain semacam itu, maka surat wesel itu hanya dapat dipindahkan ke tangan orang lain dalam bentuk sesi biasa beserta akibat-akibatnya. Endosemen yang ditempatkan pada surat wesel yang demikian berlaku sebagai sesi biasa. (KUHPerd. 613.)
Endosemen itu bahkan dapat dilakukan untuk keuntungan tertarik, baik sebagai akseptan ataupun bukan, untuk keuntungan penarik atau setiap debitur wesel. Orang-orang ini dapat mengendosemenkan lagi surat wesel itu. (KUHD 111 dst., 119, 166.)

Pasal 111.
Endosemen itu harus tidak bersyarat. Setiap syarat yang dimuat padanya dianggap tidak ditulis. (KUHD 114.)
Endosemen untuk sebagian adalah batal.
Endosemen atas-tunjuk berlaku sebagai endosemen dalam blangko. (KUHD 1122, 1132.)

Pasal 112.
Endosemen itu harus diadakan di atas surat weset itu atau pada lembaran yang dilekatkan padanya (lembaran sambungan). Hal itu harus ditandatangani oleh endosan.
Endosemen itu dapat membiarkan pihak yang diendosemenkan tidak disebut, atau endosemen itu terdiri dari tanda tangan belaka dari endosan (endosemen blangko). Dalam hal yang terakhir, agar dapat berlaku sah, endosemen itu harus dibuat di halaman belakang surat wesel itu atau pada lembaran sambungannya. (KUHD 1133, 113 2.)

Pasal 113.
Dengan endosemen itu semua hak-hak yang bersumber pada surat wesel itu dipindahkan ke tangan pihak lain. (KUHD 114.)
Bila endosemen itu dalam blangko, maka pemegangnya dapat: (KUHD 1113, 1122.)
10. mengisi blangko itu baik dengan namanya sendiri ataupun nama orang lain;
20. mengendosemenkan lebih lanjut surat wesel itu dalam blangko atau kepada orang lain;
30. menyerahkan surat wesel itu kepada pihak ketiga tanpa mengisi blangko itu dan tanpa mengendosemenkannya. (KUHPerd. 612 dst.; KUHD 194.)

Pasal 114.
Kecuali bila dipersyaratkan lain, maka endosan me@amin akseptasi dan pembayarannya. (Rv. 299, 581-1 sub 11.)
Ia dapat melarang endosemen baru; dalam hal itu Ia tidak merdamin akseptasi dan pembayarannya terhadap mereka kepada siapa surat wesel itu diendosemenkan kemudian. (KUHD 111, 113'.)

Pasal 115.
Barangsiapa memegang surat wesel, dianggap sebagai pemegang yang sah, bila Ia menunjukkan haknya dengan memperlihatkan deretan endosemen yang tak terputus, bahkan bila endosemen terakhir dibuat sebagai endosemen blangko. Endosemen-endosemen yang dicoret dianggap dalam hal itu tidak ditulis. Bila endosemen blangko diikuti oleh endosemen lain, maka penandatangan endosemen terakhir ini dianggap telah mctmperoleh surat wesel itu karena endosemen dalam blangko. (KUHD 1393.)
Bila seseorang dengan jalan apa pun juga telah kehilangan surat wesel yang dikuasainya, maka pemegangnya yang menunjukkan haknya dengan cara seperti yang diatur dalam alinea di atas, tidak diwajibkan untuk melepaskan surat wesel itu, kecuali bila Ia telah memperolehnya dengan itikad buruk, atau karena suatu kesalahan yang besar. (KUHPerd. 582, 1977; KUHD 167a, 167b.)

Pasal 116.
Mereka yang ditagih berdasarkan surat wesel terhadap pemegangnya tidak dapat menggunakan alat-alat pembantah yang berdasarkan hubungan pribadinya dengan penarik atau para pemegang yang terdahulu, kecuali bila pemegang tersebut pada waktu memperoleh surat wesel itu dengan sengaja telah bertindak dengan merugikan debitur. (KUHD 102a, 118.)

Pasal 117.
Bila endosemen itu memuat pernyataan: "nilai untuk inkaso ", "diamanatkan ", atau pernyataan lain yang membawa arti amanat belaka untuk memungut, maka pemegangnya dapat rrtenggunakan semua hak yang timbul dari surat wesel itu, akan tetapi Ia tidak dapat mengendosemenkayinya secara lain daripada secara mengamanatkannya.
Dalam hal itu para debitur wesel hanya dapat menggunakan alat-alat pembantah terhadap pemegangnya, seperti yang semestinya dapat digunakan terhadap endosan.
Amanat yang termuat dalam endosemen inkaso tidak berakhir karena meninggainya pemberi amanat atau karena kemudian pemberi amanat menjadi tak cakap menurut hukum, (KUHD 102a; KUHPerd. 1792 dst., 1813.)

Pasal 118.
Bila suatu endosemen memuat pernyataan: "nilai untuk jaminan ", “nilai untuk gadai " atau pernyataan lain yang membawa arti pemberianjaminan gadai, maka pemegangnya dapat mempergunakan segala hak yang timbul dari surat wesel itu, akan tetapi endosemen yang dilakukan olehnya hanya berlaku sebagai endosemen dengan cara pemberian amanat. (KLJHPerd. 1150, 1152 dst.)
para debitur wesel terhadap pemegangnya tidak dapat menggunakan alat-alat pembantah yang berdasarkan hubungan pribadi mereka terhadap endosan, kecuali bila pada waktu memperoleh surat wesel itu pemegang dengan sengaia telah bertindak dengan merugikan debitur. (KUHD 116.)

Pasal 119.
Endosemen yang dilakukan setelah jatuh tempo pembayaran, mempunyai akibat-akibat yang sama seperti endosemen yang dibuat sebelum jatuh tempo itu. Akan tetapi endosemen yang dilakukan setelah protes non-pembayaran atau setelah lewat jangka waktu yang ditentukan untuk membuat protes itu, hanya mempunyai akibat-akibat sebagai sesi biasa. ( KUHPerd. 613.)
Dengan kemungkinan untuk membuktikan kebalikannya, maka endosemen tanpa tanggal dianggap dibuat sebelum lewatnyajangka waktu yang ditentukan untuk membuat protes tersebut. (KUHPerd. 1915 dst; KUHD 143.)

Bagian 3. Akseptasi.

Pasal 120.
Sampai hari jatuh tempo pembayaran, surat wesel dapat diajukan oleh pemegang yang sah atau oleh orang yang semata-mata hanya memegangnya belaka, kepada tertarik di tempat tinggalnya untuk akseptasi. (KUHD 121, 124 dst.)

Pasal 121.
Dalam setiap surat wesel dapat ditentukan oleh penarik, dengan atau tanpa penetapan suatu jangka waktu, bahwasurat wesel itu harus diajukan untuk akseptasi.
Ia dapat melarang dalam surat wesel itu diajukan untuk akseptasi, kecuali dalam surat-surat wesel yang harus dibayar oleh pihak ketiga, atau harus dibayar di tempat lain dari tempat domisili tertarik atau yang harus dibayar pada waktu tertentu setelah pengunjukah. (KUHD 108, 122, 132.)
Ia dapat juga menentukan, bahwa mengajukannya untuk akseptasi tidak dapat dilakukan sebelum suatu hari tertentu. (KUHD 127c.)
Setiap endosan dapat menentukan, dengan atau tanpa penetapan jangka waktu, bahwa surat wesel itu harus diajukan untuk akseptasi, kecuali bila penarik telah menerangkan, bahwa surat wesel itu tidak dapat dimintakan akseptasi. (KUHD 127b.)

Pasal 122.
Surat wesel yang harus dibayar suatu waktu setelah ditunjukkan harus diajukan untuk akseptasi dalam satu tahun setelah hari ditandatangani. (KUHD 132 dst., 143, 152.)
Penarik dapat memperpendek atau memperpanjang hal itu.
Para endosan dapat memperpendek jangka-jangka waktu tersebut.

Pasal 123.
Tertarik dapat meminta untuk mengadakan pengajuan kedua pada keesokan harinya setelah pengajuan hari pertama. Mereka yang berkepentingan tidak akan diperkenankan untuk menggunakan sebagai dalih, bahwa oleh mereka permintaan itu telah tidak dikabulkan, kecuali bila permintaan itu tercantum dalam protesnya.
Pemegang tidak berkewajiban untuk melepaskan kepada tertarik surat wesel yang diajukan olehnya untuk akseptasi. (KUHD 143.)

Pasal 124.
Akseptasi dibuat di atas surat wesel. Hal itu dinyatakan dengan perkatataan: "diakseptasi", atau dengan kata semacam itu; Ia ditandatangani oleh tertarik. Sebuah tanda tangan saja dari tertarik yang dibubuhkan di halaman depan surat wesel itu, berlaku sebagai akseptasi. (KUHD 127, 127b.)
Bila surat wesel itu harus dibayar suatu waktu tertentu setelah ditunjukkan, atau bila ia berdasarkan persyaratan tegas harus diajukan untuk akseptasi dalam jangka waktu tertentu, maka dalam akseptasi harus termuat tanggal hari penyelenggaraannya, kecuali pemegangnya minta hari pengajuannya. Bila tanggal itu tidak tercantum, pemegangnya harus menyuruh menetapkan kelalaian itu dengan jalan protes pada saatnya, dengan ancaman hukuman kehilangan hak regres terhadap para endosan dan terhadap penariknya yang telah menyediakan dananya. (KUHD 122, 126, 143, 165.)

Pasal 125.
Akseptasi itu tidak bersyarat, akan tetapi tertarik dapat membatasinya sampai sebagian dari jumlahnya. (KUHPerd. 1253 dst., 1390.)
Setiap perubahan lain yang diadakan oleh akseptan berkenaan dengan hal yang dinyatakan dalam surat wesel itu, berlaku sebagai penolakan akseptasi. Akan tetapi akseptan terikat sesuai dengan isi akseptasinya. (KUHD 128, 143, 150.)

Pasal 126.
Bila penarik menetapkan pada surat wesel itu, bahwa pembayarannya harus dilakukan di tempat lain dari tempat domisiti tertarik, tanpa menunjuk orang ketiga di mana pembayaran hanis dilakukan, maka tertarik dapat menunjuknya pada akseptasinya. Dalam hal kelalaian penunjukan demikian, akseptan dianggap mengikatkan diri untuk membayar pada tempat pembayaran. (KUHD 101.)
Bila surat wesel itu harus dibayar di tempat domisili tertarik, maka ia dalam akseptasinya dapat menunjuk alamat di tempat itu juga di mana pembayarannya harus dilakukan. (KUHD 143a.)

Pasal 127.
Dengan akseptasi itu tertarik mengikat diri untuk membayar surat weselnya pada hari jatuh tempo pembayarannya. (KUHD 164.)
Dalam kelalaian pembayaran, pemegang sekalipun Ia penarik, mempunyai tagihan langsung yang timbul dari surat wesel itu terhadap akseptan, untuk segala sesuatu yang dapat ditagih berdasarkan pasal-pasal 147 dan 148. (Rv. 299, 581-1 sub 1'.)

Pasal 127a.
Barangsiapa memegang dana secukupnya yang khusus disediakan untuk pembayaran surat wesel yang telah ditarik, diwajibkan melaksanakan akseptasinya, dengan ancaman hukuman penggantian biaya, kerugian dan bunga terhadap penarik. (KUHPerd. 1243 dst.; KUHD 109c, 127c, 146a, 152a.)

Pasal 127b.
Penyanggupan untuk mengakseptasi suatu surat wesel, tidak berlaku sebagai akseptasi, akan tetapi memberi hak kepada penarik untuk menggugat penggantian kerugian terhadap penyanggup, yang menolak memenuhi kesanggupannya.
Kerugian terdiri dari biaya protes dan penarikan surat wesel baru, bila surat wesel itu telah ditarik atas beban penarik sendiri.
Bila penarikan telah dilakukan atas beban pihak ketiga, kerugian dan bunga itu terdiri dari biaya protes dan penarikan surat wesel baru, dan dari jumlah yang atas kredit surat wesel itu telah dibayar lebih dulu oleh penarik, berdasarkan penyanggupan yang diperoleh dari penyanggup, kepada pihak ketiga itu. (KUHPerd. 1243 dst.; KUHD 121, 151.)

Pasal 127c.
Penarik berkewajiban untuk memberikan advis pada saatnya kepada tertarik tentang surat wesel yang ditarik olehnya, dan bila melalaikan hal itu, Ia berkewajiban mengganti biaya akibat penotakan akseptasi atau pembayaran yang terjadi karena itu. (KUHPerd. 1243 dst.; KUHD 127a.)

Pasal 127d.
Bila surat wesel itu ditarik atas beban orang ketiga, maka hanya orang inilah yang terikat pada akseptan. (KUHD 102.)

Pasal 128.
Bila tertarik mencoret akseptasi yang telah dilakukan atas surat wesel sebelum penyerahan kembau surat tersebut, dianggap akseptasinya telah ditolak. Dengan kemungkinan pembuktian sebaliknya maka pencoretan itu dianggap telah terjadi sebelum penyerahan kembali surat wesel itu. (KUHD 125.)
Akan tetapi bila tertarik telah menyatakan secara tertulis tentang akseptasinya kepada pemegangnya atau kepada seseorang yang taanda tangannya terdapat dalam surat wesel itu, maka Ia terikat terhadap orang ini sesuai dengan isi akseptasinya. (KUHD 127, 127b.)

Bagian 4. Aval (Perjanjian Jaminan).

Pasal 129.
Pembayaran suatu surat wesel dapat dijamin dengan perjanjian jaminan (aval) untuk seluruhnya atau sebagian dari uang wesel itu.
Peean tersebut dapat diberikan oleh pihak ketiga, atau bahkan oleh orang yang tanda tangannya terdapat dalam surat wesel itu. (KUHPerd. 1820 dst.; KUHD 125.)

Pasal 130.
Aval ditulis dalam surat wesel itu atau pada lembaran sambungan.
Hal itu dinyatakan dengan kata-kata "baik untuk aval " atau dengan pernyataan semacam itu'; hal itu ditandatangari oleh pemberi aval.
Tanda tangan saja dari pemberi aval pada halaman depan surat wesel itu, berlaku sebagai aval, kecuali bila tanda tangan itu dari tertarik atau penarik. (KUHPerd. 1824.)
Hal itu juga dapat dilakukan dengan naskah tersendiri atau dengan sepucuk surat yang menyebutkan tempat di mana hal itu diberikan.
Dalam aval itu harus dicantumkan untuk siapa hal itu diberikan. Bila hal itu tidak ada, dianggap diberikan untuk penarik. (KUHD 203.)

Pasal 131.
Pemberi aval terikat dengan cara yang sama seperti orang yang diberi aval. (KUHPerd. 1280, 1282, 1831 dst.; Rv. 299, 581-1 sub 11.)
Perikatannya berlaku sah, sekalipun perikatan yang dijamin olehnya batal oleh sebab lain daripada eacat dalam bentuk. (KUHPerd. 1821.)
Dengan membayar, pemberi aval memperoleh hak-hak yang berdasarkan surat wesel itu dapat digunakan terhadap orang yang diberi aval, dan terhadap mereka yang berdasarkan surat wesel itu terikat padanya. (KUHPerd. 1$39 dst.; KUHD 115.)

Bagian 5. Hari jatuh Tempo.

Pasal 132.
Surat wesel dapat ditarik:
Pada waktu ditunjukkan;
Pada waktu tertentu setelah pengunjukan;
Pada waktu tertentu setelah hari tanggalnya;
Pada hari tertentu.
Surat-surat wesel dengan hari jatuh tempo yang ditentukan lain atau dapat dibayar dengan angsuran adalah batal. (KUHD 101.)

Pasal 133.
Surat wesel yang ditarik sebagai wesel atas-tunjuk harus dibayar pada waktu ditunjukkan. Surat wesel tersebut harus diajukan untuk dibayar dalam jangka satu tahun setelah hari tanggalnya. Penarik dapat memperpendek atau memperpanjang jangka waktu itu. para endosan dapat memperpendek jangka waktu itu.
Penarik dapat menetapkan, bahwa suatu surat wesel tidak boleh diajukan untuk dibayar sebefum hari tertentu. Dalam hal demfldan jangka waktu itu berjalan mulai hari itu. (KUHD 122, 136, 143 3.)

Pasal 134.
Hari jatuh tempo pembayaran suatu surat wesel yang ditarik untuk dibayar pada suatu waktu tertentu setelah penguitukan, ditentukan olch hari tanggal akseptasi, atau hari tanggal protesnya.
Bila tidak ada protes maka akseptasi yang tidak bertanggal, terhadap akseptan dianggap telah dilakukan pada hari terakhir dari jangka waktu yang ditetapkan untuk mengajukannya untuk akseptasi. (KUHD 122, 124, 1352, 142 dst.)

Pasal 135.
Surat wesel yang ditarik untuk dibayar satu atau beberapa bulan setelah hari tanggalnya atau setelah pengunjukan, jatuh temponya ialah pada hari dari bulan seperti yang ditetapkan untuk melakukan pembayaran itu. Bila tidak terdapat hari seperti yang dimaksud maka surat wesel demikian mencapai jatuh tempo pembayarannya pada hari terakhir bulan itu.
Pada surat wesel yang ditarik dengan jatuh tempo pembayaran pada satu atau beberapa bulan ditambah setengah bulan setelah hari tanggalnya atau setelah pengunjukan, dihitung lebih dahulu bulan-bulannya yang penuh.
Bila hari jatuh tempo itu ditentukan pada awal, pertengahan (pertengahan Januari, pertengahan Februari dsb.) atau pada akhir suatu bulan, maka pernyataan-pernyataan demikian harus diartikan: tanggal satu, tanggal lima belas, hari terakhir butan itu.
Pernyataan-pernyataan: "delapan hari ", "lima belas hari ", harus diartikan bukan satu atau dua minggu, melainkan suatu jangka waktu dari delapan atau lima belas hari.
Pernyataan: "setengah bulan " berarti jangka waktu lima belas hari. (KUHD 137.)

Pasal 136.
Hari jatuh tempo suatu surat wesel yang harus dibayar pada suatu hari tertentu, pada suatu tempat, di mana tarikhnya berlainan dengan tarikh tempat pengeluarannya, dianggap telah ditetapkan menurut tarikh tempat pembayaran.
Hari pengeluaran suatu surat wesel yang ditarik antara dua tempat dengan tarikh yang berbeda dan harus dibayar pada waktu tertentu setelah pengunjukan, dijatuhkan pada hari yang sama dari tarikh tempat pembayaran, dan hari jatuh tempo pembayarannya ditetapkan sesuai dengan itu.
Jangka waktu pengajuan surat wesel dihitung sesuai dengan ketentuan-ketentuan dalam alinea yang lalu.
Pasal ini tidak berlaku bila dari Klausula yang termuat dalam surat wesel itu atau dari kata-katanya dapat ditarik kesimpulan tentang adanya maksud lain. (AB. 18; KUHD 207.)

Bagian 6. Pembayaran.

Pasal 137.
Pemegang suatu surat wesel, yang harus dibayar pada hari tertentu atau pada waktu tertentu setelah pengunjukan, harus mengajukannya untuk pembayaran, pada hari surat itu harus dibayar, atau satu dari antara dua hari kerja berikutnya.
Pengajuan suatu surat wesel kepada suatu badan pemberesan berlaku sebagai pengajuan untuk pembayaran. Oleh Gubernur Jenderal (dalam hal ini Presiden) akan ditunjuk badan-badan yang akan dipandang sebagai badan pemberesan dalam arti bab ini. (KUHD 100-41, 120, 122, 133, 135, 139, 141.)

Pasal 138.
Di luar hal seperti yang tercantum dalam pasal 167b, tertarik sambil membayar surat wesel itu, dapat menuntut penyerahan surat wesel itu kepadanya lengkap dengan tanda pelunasan yang sah dari pemegangnya.
Pemegang tidak boleh menolak pembayaran sebagian. (KUHD 125.)
Dalam hal pembayaran sebagian, tertarik dapat menuntut, bahwa tentang pembayaran itu dinyatakan di atas surat wesel itu dan bahwa untuk itu Ia mendapat tanda pembayaran. (KUHPerd. 1390; KUHD 150, 164, 168, 169, 21 1.)

Pasal 139.
Pemegang surat wesel tidak dapat dipaksa untuk menerima pembayaran sebelum hari jatuh temponya.
Tertarik yang membayar sebelum harijatuh temponya, melakukan hal itu atas tanggungjawabnya sendiri. (KUHPerd. 1360 dst.)
Barangsiapa membayar surat wesel pada hari jatuh temponya, telah terbebas dengan sempuma, asalkan dari pihaknya tidak ada penipuan atau kesalahan yang besar. ia berkewajiban merrieriksa tertibnya deretan endosemen-endosemen, tetapi tidak terhadap tanda tangannya. (KUHPerd. 1385 dst.; KUHD 115.)
Bila ia, setelah melakukan pembayaran tanpa dibebaskan, diwajibkan membayar untuk kedua kalinya, maka Ia mempunyai hak-menagih kepada mereka yang telah memperoleh surat wesel itu dengan itikad buruk, atau mereka yang telah memperoleh karena kesalahannya yang besar. (KUHPerd. 1270, 1386, 1405-40; KUHD 147 2, 167a, b, 212.)

Pasal 140.
Surat wesel yang pembayarannya dipersyaratkan untuk dilakukan dengan uang lain dari yang berlaku di tempat pembayarannya, dapat dibayar dengan uang dari negerinya menurut nilai pada hari jatuh temponya. Bila debitur lalai, pemegang dapat menuntut menurut pilihannya, bahwa jumlah pada surat wesel itu dibayar dalam uang negerinya menurut kursnya, baik dari hari jatuh temponya ataupun dari hari pembayarannya.
Nilai uang asing itu, ditetapkan menurut kebiasaan di tempat pembayarannya. Akan tetapi penarik dapat menetapkan, bahwa jumlah uang yang harus dibayar harus dihitung menurut kurs yang ditetapkan dalam surat wesel tersebut.
Hal yang tercantum di atas tidak berlaku bila penarik menetapkan, bahwa pembayarannya harus dilakukan dalam uang tertentu yang ditunjuknya (klausula pembayaran sungguh dalam uang asing).
Bila jumlah dalam wesel itu dinyatakan dalam uang yang mempunyai nama sama, akan tetapi mempunyai nilai yang berbeda dalam negeri pengeluarannya dan negeri tempat pembayarannya, maka dianggap bahwa yang dimaksud adalahuang dari tempat pembayarannya. (KUHPerd. 1756 dst.; KUHD 60,100-20, 1513 , 213.)

Pasal 141.
Bila tidak terjadi pengunjukan surat wesel untuk pembayaran, dalam jangka waktu yang ditetapkan dalam pasal 137, maka tiap-tiap debitur mempunyai wewenang untuk menyerahkan jumlah itu kepada yang berwajib untuk disimpan atas biaya dan tanggung jawab pemegangnya. (KUHPerd. 1280 dst., 1382, 1385, 1387, 1393, 1395, 1404 dst., 1407 dst., 1409 dst.; KUHD 1271, 133, 139, 142, 146.)

Bagian 7. Hak Regres Dalam Hal Nonakseptasi Atau Nonpembayaran.

Pasal 142.
(s.d.u. dg. S. 1937-590.) Pemegang surat wesel dapat melakukan hak regresnya terhadap para endosan, terhadap penarik dan para debitur wesel lainnya: (KUHD 108, 109b, c, 114, 127, 131.)
Pada hari jatuh temponya: (KUHD 100-40.)
Bila pembayarannya tidak terjadi. (KUHD 132 dst., 137, 141.)
Bahkan sebelum hari jatuh temponya:
10. bila akseptasi ditolak seluruhnya atau sebagian; (KUHD 120 dst., 125.)
20. dalam hal pailitnya tertarik, baik sebagai akseptan ataupun bukan dan sejak saat berlakunya penundaan pembayaran; (KUHD f435 6 ; F. 1 dst., 212 dst., 216.)
30. dalam hal pailitnya penarik dari surat wesel yang tidak dapat dimintakan akseptasinya. (KUHD 1435,6; F. 1 dst.)

Pasal 143.
Penolakan akseptasi atau pembayaran harus ditetapkan dengan akte otentik (protes nonakseptasi atau nonpembayaran).
Protes nonakseptasi harus diselenggarakan dalamjangka waktu yang ditetapkan untuk pengajuan untuk akseptasi. Bila dalam hal seperti yang diatur dalam pasal 123 alinea pertama, pengajuan pertama dilakukan pada hari terakhir dari jangka waktu itu, maka protes itu masih dapat dilakukan pada hari berikutnya.
Protes nonpembayaran suatu surat wesel yang harus dibayar pada hari tertentu, atau pada waktu tertentu setelah hari tanggalnya atau setelah pengunjukan, harus dilakukan pada salah satu dari dua hari kerja yang berikut dari hari surat wesel itu harus dibayar. Bila ini mengenai surat wesel yang harus dibayar atas-tunjuk, maka protesnya harus dilakukan sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang ditetapkan dalam alinea di atas untuk membuat protes nonakseptasi.
Protes nonakseptasi menjadikan Pengajuan untuk pembayaran dan protes nonpembayaran tidak perlu lagi.
Dalam pengangkatan para pengurus atas permintaan tertarik, akseptasi atau bukan akseptan, untuk penundaan pembayaran, maka pemegangnya tidak dapat melakukan hak regresnya, sebelum surat wesel itu diajukin kepada tertarik untuk pembayaran dan dibuat protes.
Bila tertarik, akseptan atau bukan akseptan, telah dinyatakan pailit, atau bila penarik surat wesel yang tidak dapat dimintakan akseptasi, dinyatakan pailit, maka untuk melakukan hak regresnya, pemegangnya cukup dengan memperlihatkan keputusan hakim, di mana dinyatakan kepailitan itu. (KUHD 120 dst., 125, 132 dst., 143b, 143d, 145, 171, 217; F. I dst., 212, 214.)

Pasal 143a.
Permintaan pembayaran surat wesel dan protes yang menyusulnya kemudian, harus dilakukan di tempat tinggal tertarik.
Bila surat wesel itu ditarik untuk dibayar di tempat tinggal lain yang ditunjuk, atau oleh orang yang ditunjuk, baik di dalam afdeling (kini dapat disamakan dengan kabupaten) yang sama maupun dalam kabupaten lain, maka permintaan pembayaran dan pembuatan protes harus dilakukan di tempat tinggal yang ditunjuk atau kepada orang yang ditunjuk itu.
Bila orang yang harus membayar surat wesel itu tidak dikenal sama sekali atau tidak dapat ditemukan, maka protes itu harus dilakukan pada kantor pos di tempat tinggal yang ditunjuk untuk pembayaran, dan bila di sana tidak ada kantor pos, di daerah Gubememen di Jawa dan Madura kepada asisten-residen dan di luar itu kepada KepaIa Pemerintahan Daerah setempat. Demikianlah juga harus dilakukan seperti itu, bila surat wesel ditarik untuk dibayar di luar kabupaten yang bukan tempat tinggal tertarik, dan tidak ditunjuk tempat tinggal untuk melakukan pembayarannya. (KUHPerd. 1393; KUHD 100-31, 102, 126. 143b-2 sub 21, 218a; F. 962.)

Pasal 143b.
Semua protes, baik protes nonakseptasi maupun protes nonpembayaran harus dibuat oleh notaris atau oleh juru sita. Hal itu harus disertai dua saksi.
Protes-protes itu memuat:
10. salinan kata demi kata dari surat weselnya, dari akseptasinya, dari endosemen-endosemen, dari avalnya dan dari alamat-alamat yang dibuat di atasnya;
20. pernyataan, bahwa mereka telah memintakan akseptasi itu atau pembayarannya kepada orang-orang atau di tempat yang disebut dalam pasal yang lalu dan tidak memperolehnya;
30. pernyataan tentang alasan yang telah dikemukakan tentang nonakseptasi atau nonpembayaran;
40. peringatan untuk menandatangard protes itu, dan alasan-alasan penolakannya;
50. pernyataan, bahwa ia, notaris ataujuru sita, karena nonakseptasi atau nonpembayaran itu telah memprotes.
Bila protes itu mengenai surat wesel yang hilang, cukuplah dengan uraian yang seteliti-telitinya dari isi surat wesel itu, untuk mengganti apa yang ditentukan dalam 10 dari alinea yang lalu. (KUHD 112, 124 dst., 130, 137, 155 dst., 169, 167a dst., 218b; Not. 1, 20 dst.)

Pasal 143c.
para notaris atau juru sita dengan ancaman untuk mengganti biaya-biaya, kerugian dan bunga, wajib untuk membuat salinan protes tersebut dan memberitahukan hal itu dalam, dan membukukannya dalam register khusus, menurut urutan waktu, yang diberi nomor dan tanda pengesahan oleh Ketua raad van justitie, bila tempat tinggal mereka dalam kabupaten di mana raad van justitie itu berada, dan di luar itu, oleh hakim pengadilan karesidenan; bila ini tidak ada, terhalang atau tak mungkin bertindak, di daerah Gubememen di Jawa dan Madura oleh asisten-residen dan di luar itu oleh Kepala Pemerintahan Daerah setempat. Mereka juga berkewajiban, bila dikehendaki, untuk menyerahkan selembar atau lebih dari salinan-salinan protes itu kepada mereka yang berkepentingan. (KUHD 218c; Rv. 4, 8.)

Pasal 143d.
Sebagai protes nonakseptasi, dan berturut-turut juga sebagai protes nonpembayaran, berlakulah keterangan yang dibuat di atas surat wesel dengan izin pemegangnya, ditanggau dan ditandatangani oleh orang yang diminta akseptasinya atau pembayarannya, yang berisi bahwa ia menolak, kecuali bila penarik telah mencatat, bahwa ia menghendaki protes otentik. (KUHD 143, 217-20.)

Pasal 144.
Pemegangnya harus memberitahu kepada endosannya dan kepada penariknya tentang nonakseptasi atau nonpembayaran itu dalam empat hari kerja berikut dari hari protes, atau bila surat wesel itu telah ditarik dengan klausula tanpa biaya, berikut pada hari pengajuan. Setiap endosan harus memberitahukan tentang pemberitahuan yang diterimanya dalam dua hari kerja berikut pada hari penerimaan pemberitahuan tersebut, dengan menunjukkan nama dan alamat mereka yang telah melakukan pemberitahuan yang terdahulu, dan demikian selanjutnya kembali pada penariknya. Jangka-jangka waktu ini berjalan mulai hari penerimaan pemberitahuan-pemberitahuan yang lebih dahulu.
Bila sesuai dengan alinea yang lalu disampaikan pemberitahuan kepada seseorang yang tanda tangannya terdapat pada surat wesel itu, harus disampaikan pemberitahuan yang sama dalam jangka waktu itu juga kepada pemberi avalnya.
Bila seorang endosan tidak menyatakan alamatnya atau menyatakannya dengan cara yang sukar dibaca, sudah cukuplah dengan pemberitahuan kepada endosan yang lebih dahulu.
Barangsiapa harus mengadakan pemberitahuan, dapat melakukan hal itu dalam bentuk apa pun, bahkan dapat dengan hanya mengirimkan kembali surat weselnya.
Ia harus membuktikan, bahwa ia telah iinelakukan pemberitahuan itu dalam jangka waktu yang telah ditetapkan. Jangka waktu tersebut dianggap telah diindahkan, bila surat yang memuat pemberitahuan itu dalam jangka waktu tersebut telah disampaikan dengan pos. (KUHPerd. 1916.)
Barangsiapa melakukan pemberitahuan itu tidak dalam jangka waktu tersebut di atas, tidak menyebabkan dirinya kehilangan hak; bila ada alasannya, ia bertanggungjawab atas segala kerugian yang disebabkan oleh kelalaiannya, akan tetapi biaya, kerugian dan bunga itu tidak mungkin melampaui jumlah pada wesel tersebut. (KUHPerd. 1243 dst.; KUHD 143 dst., 153, 219.)

Pasal 145.
Penarik, seorang endosan atau seorang pemberi aval, dapat membebaskan pemegangnya dari pembuatan protes nonakseptasi atau nonpembayaran, untuk melaksanakan hak regresnya, denganjalan klausula "tanpa biaya", "tanpa protes" atau Klausula lain semacam itu yang ditulis dan ditandatangani diatas surat wesel itu.
Klausula ini tidak membebaskan pemegang dari pengajuan surat wesel itu dalam jangka-jangka waktu yang ditetapkan ataupun dari penyelenggaraan pemberitahuannya. Bukti tentang tidak diindahkannya jangka waktu itu harus diberikan oleh mereka yang mendasarkan haknya atas hal itu terhadap pemegang.
Bila Klausula itu dibuat oleh penarik, maka hal itu berakibat terhadap mereka semua yang tanda tangannya terdapat pada surat wesel itu; bila hal itu dibuat oleh endosan atau pemberi aval, maka hal ini hanya berakibat terhadap endosan atau pemberi aval saja. Bila pemepng mengadakan juga protes, meskipun ada Klausula itu yang dibuat oleh penarik, maka biaya-biayanya untuk itu adalah atas bebannya. Bila Klausula itu berasal dari seorang endosan atau seorang pemberi aval, maka bila diadakan protes, biayanya dapat ditagih pada mereka semua yang tanda tangannya terdapat pada surat wesel itu. (KUHD 143, 143d, 147-1 sub 30, 220.)

Pasal 146.
Semua orang yang menarik, mengakseptasi, mengendosemen, atau menandatangani surat wesel untuk aval, terikat pada pemegangnya secara tanggung-renteng. Di samping itu juga pihak ketiga yang atas bebannya telah ditarik surat wesel itu dan telah menikmati nilainya, bertanggungjawab pula terhadap pemegang.
Pemegang dapat menggugat orang-orang ini, baik masing-masing tersendiri, maupun bersama-sama, tanpa berkewajiban untuk mengindahkan urutan waktu mereka mengikatkan diri.
Hak itu pun diberikanjuga kepada setiap orang yang tanda tangannya terdapat pada surat weset itu dan telah membayarnya untuk memenuhi kewajiban regresnya.
Gugatan yang dilakukan terhadap salah seorang debitur wesel, tidak menghalangi gugatan kepada debitur lainnya, meskipun mereka mengjkatkan diri lebih belakangan daripada yang digugat paling Pertama. (KUHPerd. 1280 dst., 1283, 1292 dst.; KUHD 102 dst., 110 dst,, 120 dst., 127, 131, 152, 152a, 157, 165, 167, 221; P. 132; Rv. 299, 581-1 sub 11.)

Pasal 146a.
Pemegang surat wesel yang diprotes tidak mempunyai hak apa pun atas uang cadangan penarik yang ada pada tertarik.
Bila surat wesel itu tidak diakseptasi, maka dalam hal kepailitan penarik, uang wesel termasuk harta bendanya. (F. 19.)
Dalam hal akseptasi, tetaplah dana itu pada tertarik sampai jumlah dalam surat wesel itu, dengan tidak mengurangi kewajibannya terhadap pemegang untuk memenuhi akseptasinya. (KUHD 109b dst., 127a, 221a.)

Pasal 147.
Pemegang melakukan gugatan kepada mereka, terhadap siapa Ia melaksanakan hak regresnya:
10. jumlah surat wesel yang tidak diakseptasi atau tidak dibayar dengan bunganya bila hal ini dipersyaratkan;
20. bunga sebesar enam persen, terhitung dari hari jatuh tempo pembayarannya;
30. biaya-biaya protes, pemberitahuan-pemberitahuan yang telah dilakukan beserta biaya-biaya lainnya. (KUHD 1453.)
Bila penggunaan hak regres dilaksanakan sebelum hari jatuh tempo, maka dilakukan pemotongan terhadap jumlah uang wesel itu. Potongan ini dihitung menurut diskonto resmi (diskonto bank) yang berlaku qi tempat tinggal pemegang, pada hari pelaksanaan hak regres. (KUHPerd. 12503; KUHD 104, 127, 139, 142 dst., 143d dst., 148, 151, 152a, 157, 222.)

Pasal 148.
Barangsiapa telah membayar surat wesel untuk memenuhi kewajiban regresnya, dapat menagih kepada orang yang mempunyai kewajiban regres terhadapnya:
10. seluruh jumlah uang yang telah dibayarnya;
20. bunga sebesar enam persen terhitung dari hari pembayarannya;
30. biaya-biaya yang telah dikeluarkannya. (KUHPerd. 12500; KUHD 147, 151,223.)

Pasal 149.
Setiap debitur wesel, terhadap siapa dilakukan atau dapat dilakukan hak regres, dapat menuntut dengan pembayaran sebagai pemenuhan kewajiban regresnya, untuk penyerahan surat wesel itu dengan protesnya beserta perhitungan yang ditandatangani sebagai tanda pelunasan.
Setiap endosan yang telah membayar surat wesel untuk memenuhi kewajiban regresnya, dapat mencoret endosemennya sendiri dan endosemen-endosemen berikutnya. (KUHD 138, 146 dst, 224.)

Pasal 150.
Dalam hal akseptasi sebagian dapatlah orang yang telah membayar bagian nilai wesel yang tidak diakseptasi untuk memenuhi kewajiban regresnya, menuntut, bahwa pembayaran itu disebutkan dalam surat wesel itu dan padanya diberi tanda pelunasan. Di samping itu pemegang harus menyerahkan kepadanya salinan surat wesel itu yang sama bunyinya beserta protesnya, untuk memungkinkannya melaksanakan hak-hak regres selanjutnya. (KUHPerd. 1390; KUHD 125, 143, 166 dst.)

Pasal 151.
Setiap orang yang dapat melakukan hak regres, kecuali dipersyaratkan kebalikannya, dapat mendapatkan bagi dirinya penggantian kerugian-kerugian itu dengan jalan surat wesel baru (surat wesel ulangan) yang ditarik sebagai surat wesel untuk salah scorang dari mereka yang berkewajiban regres terhadapnya, dan harus dibayar di tempat tinggalnya.
Wesel ulangan itu meliputi kecuali jumlah-jumlah uang yang disebut dalam pasal-pasal 147 dan 148, jugajumlah-jumlah uang provisi dan meterai dari wesel ulangan.
Bila wesel ulangan itu ditarik oleh pemegang, maka jumlah uangnya ditentukan menurut kurs sebuah wesel atas-tunjuk, yang ditarik dari tempat surat wesel asli harus dibayar, di tempat tinggal wajib regres. Bila wesel ulangan itu ditarik oleh seorang endosan, maka jumlah uangnya ditentukan menurut kurs sebuah wesel atas-tunjuk yang ditarik dari tempat tinggal penarik wesel ulangan itu di tempat tinggal wajib regres. (KUHD 140, 146.).

Pasal 152.
Setelah jewat jangka waktu yang ditetapkan: (KUHD 153.)
untuk pengajuan sebuah surat wesel yang ditarik atas-tunjuk atau untuk waktu tertentu setelah pengunjukan; (KUHD 122, 133 dst., 137.)
untuk membuat protes nonakseptasi atau nonpembayaran; (KUHD 143.)
untuk pengajuan buat pembayaran dalam hal ada persyaratan tanpa biaya, (KUHD 145.)
gugurlah hak pemegang terhadap endosan, terhadap tertarik dan terhadap para debitur wesel lainnya, dengan pengecualian terhadap akseptan. (KUHD 127.)
Bila terjadi kelalaian mengaiukan untuk akseptasi dala- jangka waktu yang ditetapkan oleh penarik, gugurlah hak regres Pemegang, baik karena nonpembayaran maupun nonakseptasi, kecuali bila dari kata-kata surat wesel itu ternyata, bahwa penarik hanya menghendaki untuk membebaskan diri dari kewajiban untuk menjamin akseptasinya. (KUHD 146, 153.)
Bila ketentuan jangka waktu untuk mengajukan dimuat dalam endosemen, maka hanya endosan itu saja yang dapat menggunakannya sebagai landasan. (KUHD, 110 dst., 119.)


Pasal 152a.
Surat wesel nonakseptasi atau nonpembayaran yang diprotes, namun penarik berkewajiban untuk membebaskan, walaupun protes itu dilakukan tidak pada saatnya, kecuali bila penarik membuktikan, bahwa pada hari jatuh tempo pembayararmya pada tertarik ada tersedia dana untuk pembayaran surat wesel itu. Bila dana yang harus disediakan hanya ada sebagian, maka penarik bertanggung jawab untuk kekurangannya. (KUHD 109b dst.; 127a, 143, 146a.)
Bila surat wesel itu tidak diakseptasi, maka jikalau protes dilakukan tidak pada saatnya, penarik yang dengan ancaman wajib membebaskan, berkewajiban untuk melepaskan dan menyerahkan kepada pemegangnya tagihan terhadap dana itu, yang telah diterima dari padanya oleh tertarik pada hari jatuh tempo pembayaran, dan meliputi jumlah wesel itu; dan ia harus memberikan kepada pemegang atas biayanya, bukti-bukti secukupnya untuk memungkinkan berlakunya tagihan itu. Bila penarik dinyatakan pailit, maka para pengawas hartanya mempunyai kewajiban yang sama, kecuali bila mereka menganggap lebih baik untuk mengizinkan pemegang itu sebagai penagih utang untuk jumlah surat wesel itu. (KUHPerd. 613; KUHD 109c; F. 1, 13.)

Pasal 153.
Bila pengajuan surat wesel atau penyelenggaraan protesnya dalam jangka waktu yang ditentukan terhalang oleh rintangan yang tidak dapat diatasi (peraturan undang-undang dari suatu negara atau lain hal di luar kekuasaannya), maka jangka waktu itu diperpanjang.
Pemegangnya berkewajiban untuk segera memberitahukan kepada endosannya tentang keadaan yang di luar kekuasaannya itu, dan mencantumkan pemberitahuannya pada surat wesel itu atau halaman sambungannya dengan tanggal dan tanda tangannya; untuk selebihnya berlaku ketentuan pasal 144.
Setelah berakhirnya keadaan yang di luar kekuasaannya, pemegangnya harus segera terus mengajukan surat wesel itu untuk akseptasi atau pembayaran, dan mengajukan protes bila ada alasannya.
Bila keadaan di luar kekuasaannya itu berlangsung lebih dari tiga puluh hari terhitung dari hari jatuh tempo pembayarannya, maka dapatlah dilakukan hak regresnya tanpa memerlukan pengajuan atau pembuatan protes.
Untuk surat-surat wesel yang ditarik sebagai wesel atas-tunjuk atau dengan jatuh tempo pembayaran pada waktu tertentu setelah penunjukkan, berjalannya jangka waktu tiga puluh hari itu mulai hari ketika pemegang memberitahuktentang keadaan di luar kekuasaannya itu kepada endosannya, meskipun belum berakhir jangka waktu pengajuan; untuk surat-surat wesel yang ditarik dengan jatuh tempo pembayaran pada waktu tertentu setelah pengajuan, maka jangka waktu tiga puluh hari diperpanjang dengan jangka waktu pengunjukannya yang dinyatakan dalam surat wesel itu.
Fakta-fakta yang bersifat pribadi bagi pemegangnya, atau untuk orang yang ditugaskan olehnya untuk mengajukan surat wesel itu atau untuk mengadakan protes, tidak dianggap sebagai hal-hal yang ada di luar kekuasaannya. (KUHD 121 dst., 133 dst., 143, 152, 225.)

Bagian 8. Perantaraan.
sub 1. Ketentuan Umum.

Pasal 154.
Penarik, seorang endosan, atau seorang pemberi aval dapat menunjuk seseorang yang dalam keadaan darurat untuk mengakseptasi atau membayar. (KUHPerd. 1792 dst.)
Surat Wesel itu dapat diakseptasi atau dibayar dengan syarat-syarat yang ditetapkan di bawah ini oleh seseorang yang memberi perantaraan untuk seorarg debitur yang terhadapnya dapat dilakukan hak regres.
Perantara itu bisa seorang ketiga, bahkan tertarik, atau orang yang telah terikat berdasarkan surat Wesel itu, kecuali akseptan. (KUHPerd. 1354, 1382.)
Perantara itu memberitahukan dalam jangka waktu dua hari tentang perantaraannya kepada orang yang diberi perantaraan olehnya. Bila ia tidak Memperhatikan jangka waktu itu, maka bila ada alasan untuk itu, ia bertanggung jawab untuk kerugian yang disebabkan oleh kelalaiannya, akan tetapi biaya, kerugian dan bunga tidak dapat melebihi jumlah uang dalam surat Wesel itu. (KUHPerd. 1355 dst.; KUHD 146, 155 dst.)

2. Akseptasi Dengan Perantaraan.

Pasal 155.
Akseptasi dengan perantaraan dapat terjadi dalam segala keadaan, di mana Pemegang surat Wesel yang dapat diakseptasi, sebelum hari jatuh tempo pembayaran dapat melakukan hak regres, (KUHD 1213.)
Bila pada surat Wesel ditunjuk seseorang untuk mengakseptasinya atau membayar di tempat pembayarannya, dalam keadaan darurat, maka pemegang tidak dapat melakukan haknya terhadap orang yang telah melakukan penunjukan dan terhadap mereka yang sesudah itu telah membubuhkan tandatangannya pada surat Wesel itu, sebelum hari jatuh tempo pembayarannya, kecuali bila ia telah mengajukan surat Wesel tersebut kepada orang yang ditunjuk itu dan telah dibuat protes tentang penolakannya untuk mengakseptasi. (KUHD 142 dst., 1540.)
Dalam keadaan-keadaan lainnya tentang perantaraan, pemegang dapat menolak akseptasi dengan perantaraan. Akan tetapi bila ia menerimanya, ia kehilangan hak regresnya yang ia miliki sebelum hari jatuh tempo terhadap orang untuk siapa telah dilakukan akseptasi itu, dan terhadap mereka yang sesudah itu telah membubuhkan tandatangannya pada surat Wesel itu. (KUHD 146, 148, 1543.)

Pasal 156.
Akseptasi dengan perantaraan dicantumkan pada surat Wesel; hal itu ditandatangani oleh perantara. Hal itu menunjuk orangnya untuk siapa akseptasi itu telah diberikan; bila tidak ada penunjukan itu, dianggap hal itu telah dilakukan untuk penarik. (KUHPerd. 1915 dst.; KUHD 124, 161.)

Pasal 157.
Akseptan dengan perantaraan terhadap pemegang dan terhadap para endosan yang telah mengendosemenkan surat Wesel itu setelah orang untuk siapa perantaraan itu diberikan, terikat dengan cara yang sama seperti mereka yang tersebut di atas ini.
Meskipun ada akseptasi dengan perantaraan, orang untuk siapa hal itu telah dilakukan dan mereka yang wajib regimes terhadap orang itu dapat menuntut dari pemegangnya penyerahan surat Wesel itu, protesnya dan perhitungan yang ditanda sebagai pelunasan, dengan pembayaran kembali jumiah uang yang dimaksud dalam pasal 147, bila ada alasan untuk itu. (KUHD 127, 146, 159 dst.)

sub 3. Pembayaran Dengan Perantara.

Pasal 158.
Pembayaran dengan perantaraan dapat dilakukan dalam semua keadaan, di mana pemegang mempunyai hak regres, baik pada hari jatuh tempo, maupun sebelum hari jatuh tempo.
Pembayaran itu harus meliputi seluruh jumlah uang yang harus dilunasi oleh orang untuk siapa hal itu dilakukan.
Hal itu harus berlangsung paling lambat pada hari terakhir, di mana protes nonpembayaran dapat diselenggarakan. (KUHD 143, 146 dst.)

Pasal 159.
Bila Surat Wesel itu diakseptasi oleh perantara, yang mempunyai domisili pada tempat pembayaran, atau bila disebut orang dengan domisili di tempat itu juga yang dalam keadaan darurat akan membayar, pemegang harus mengajukan surat Wesel itu kepada mereka semua, dan bila ada alasan untuk itu, harus menyelenggarakan protes nonpembayaran paling lambat pada hari yang berikut pada hari terakhir waktu hal ini dapat dilakukan. (KUHPerd. 17 dst., 24.)
Bila tidak terjadi protes dalamjangka waktu tersebut, maka orang yang telah memberikan alamat darurat atau untuk siapa surat Wesel itu diakseptasi, dan endosan yang kemudian, terbebas dari segala ikatan mereka. (KUHD 143 dst., 145, 164.)

Pasal 160.
Pemegang yang menolak pembayaran dengan perantaraan, kehilangan hak regresnya terhadap mereka yang seharusnya akan terbebas oleh itu. (KUHD 146, 158.)

Pasal 161.
Pembayaran dengan perantaraan harus dinyatakan dengan tanda pelunasan, dibubuhkan pada surat Wesel dengan menunjuk kepada orang, untuk siapa hal itu dilakukan. Bila penunjukan itu tidak ada, maka dianggap pembayaran itu dilakukan untuk penarik. (KUHPerd. 1915 dst.)
Surat Wesel dan protesnya, bila ini diadakan, harus diserahkan kepada orang yang membayamya selaku perantara. (KUHD 149.)

Pasal 162.
Barangsiapa membayar selaku perantara, memperoleh hak yang bersumber dari surat Wesel itu terhadap orang untuk siapa ia telah melakukan pembayaran, dan terhadap mereka yang berdasarkan surat Wesel terikat pada orang yang tersebut terakhir ini. Akan tetapi dia tidak boleh mengendosemenkannya kembali.
Para endosan yang berikut untuk siapa telah dilakukan pembayaran, terbebas dari segala ikatan.
Bila ada beberapa orang yang mengaiukan untuk pembayaran dengan perantaraan, didahulukan pembayaran yang menyebabkanjumlah pembebasan yang terbesar. Perantara yang dengan sadar melanggar ketentuan ini, kehilangan hak regresn a terhadap mereka yang seharusnya sudah terbebas. (KUHD 110 dst; 146, 154y3.)

Bagian 9. Lembaran Wesel, Salinan Wesel Dan Surat Wesel yang Hilang.
sub 1. Lembaran Wesel.

Pasal 163.
Surat Wesel dapat ditarik dalam beberapa lembaran yang bunyinya sama.
Lembaran itu harus dibubuhi nomor dalam teks sendiri dari alas-hak, dan bila hal ini tidak ada, maka setiap lembar dianggap sebagai surat Wesel tersendiri.
Tiap pemegang suatu surat Wesel, di mana tidak dicantumkan, bahwa hal itu ditarik dalam satu lembar saja, dapat menuntut atas biayanya untuk menyerahkan beberapa lembar. Untuk hal itu ia harus menghubungi endosan yang langsuung mengendosemenkan padanya, yang wajib memberikan bantuannya untuk meminta kepada endosannya sendiri, dan demikian seterusnya sampai kembali pada penariknya. para endosan juga wajib menulis endosemen itu pada lembaran yang baru. (KUHD 100, 226.)

Pasal 164.
Pembayaran yang dilakukan atas salah satu lembar mengakibatkan pembebasan, meskipun tidak disyaratkan, bahwa pembayaran tersebut menggugurkan kekuatan berlakunya lembaran-lembaran lainnya. Akan tetapi tertarik tetap terikat oleh setiap lembaran yang diakseptasi dan tidak diserahkan kepadanya. (KUHD 124.)
Endosan yang telah menyerahkan lembaran itu kepada berbagai orang, demikian pula endosan yang kemudian, terikat oleh lembaran yang memuat tanda tangan mereka dan tidak diserahkan. (KUHD 110 dst., 138, 227.)

Pasal 165.
Barangsiapa telah mengirimkan salah satu lembaran untuk akseptasi, harus menunjukkan pada lembaran yang lain, nama orang pada siapa lembaran itu berada. Orang ini berkewajiban untuk menyerahkan lembaran itu kepada pemegang yang sah dari lembaran lain.
Bila ia menolak, maka pemegang baru dapat melakukan hak regresnya, setelah dia dengan protes mengatakan:
10. bahwa lembaran yang dikirimkan untuk akseptasi setelah diminta tidak diserahkan;
20. bahwa ia telah tidak berhasil memperoleh akseptasi atau pembayaran atas lembaran lain. (KUHD 120, 143, 143b, 146.)

sub 2. Salinan Wesel

Pasal 166.
Setiap pemegang surat wesel mempunyai hak untuk membuat beberapa salinannya.
Salinannya harus dengan saksama menggambarkan aslinya dengan endosemennya dan semua penyebutan lainnya, yang terdapat padanya. Salinan tersebut harus menunjukkan, di mana salinan itu berakhir.
Salinan dapat diendosemenkan dan di tanda-tangan untuk aval dengan cara dan dengan akibat yang sama seperti astinya. (KUHPerd. 1888 dst.; KUHD 110, 129, 163, 167.)

Pasal 167.
Salinan harus menyebutkan orang pada siapa lembaran aslinya berada.
Orang ini wajib menyerahkan lembaran aslinya kepada pemegang yang sah dari salinannya.
Bila ia menolak hal ini, maka pemegang baru hanya dapat melakukan hak regresnya terhadap mereka, yang telah mengendosemenkan salinannya atau menandatanganinya untuk aval, setelah dengan protes ia menyelenggarakan pernyataan, bahwa lembaran asli yang telah diminta tidak diserahkan kepadanya.
Bila setelah endosemen yang terakhir diadakan di atasnya, sebelum salinannya dibuat, lembaran aslinya memuat klausula; “mulai dari sini endosemen hanya berlaku pada salinannya”, atau Klausula lain semacam itu, maka endosemen yang kemudian diadakan pada lembaran aslinya adalah batal. (KUHPerd. 1888 dst.; KUHD 146, 166.)

sub 3. Surat Wesel yang Hilang.

Pasal 167a.
Barangsiapa kehilangan surat wes,l yang pemegangnya adalah ia, hanya dapat meminta Pembayaran dari tertarik dengan mengadakan jaminan untuk waktu tiga puluh tahun. (KUHPerd. 1830, 1967; KUHD 115, 137, 139, 143b2, 167b, 227a; Rv. 611 dst.)

Pasal 167b.
Barangsiapa kehilangan surat wesel yang pemegangnya adalah ia, dan sudah jatuh tempo pembayarannya dan di mana perlu telah diprotes, hanya dapat melakukan haknya terhadap akseptan dan terhadap penarik dengan mengadakan jaminan untuk waktu tiga puluh tahun. (KUHPerd. 1830, 1967; KUHD 115, 137, 139,143b 2, 167a, 227b; Rv. 611 dst.)

Bagian 10. Perubahan.

Pasal 168.
Bila ada perubahan dalam teks suatu surat wesel, maka mereka yang kemudian membubuhkan tandatangannya pada surat wesel itu, terikat menurut teks yang telah diubah; mereka yang telah membubuhkan tandatangannya sebelum itu terikat menurut teks yang asli. (KUHD 109, 228; KUHP 264.)

Bagian 11. Daluwarsa.

Pasal 168a.
Dengan tidak mengurangi ketentuan pasal berikut, maka utang wesel dihapus oleh segala ikhtiar pembebasan utang wesel yang tercantum dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata. (KUHPerd. 1381; KUHD 228a.)

Pasal 169.
Semua tuntutan hukum yang timbul dari surat wesel terhadap akseptan, kedaluwarsa karena lampaunya waktu tiga tahun, terhitung dari hari jatuh temponya.
Tuntutan hukum pemegang terhadap para endosan dan terhadap penariknya kedaluwarsa karena lampaunya waktu satu tahun, terhitung dari tanggal protes yang dilakukan pada saatnya atau, dari hari jatuh temponya bila ada Klausula tanpa biaya.
Tuntutan hukum endosan yang satu terhadap endosan yang lain dan terhadap penarik kedaluwarsa karena lampaunya waktu enam bulan terhitung dari hari pembayaran surat wesel itu oleh endosan untuk memenuhi wajib regresnya, atau dan hari endosan sendiri digugat di depan pengadilan.
(s.d. u. dg. S. 1935-77jo. 562.) Daluwarsa yang dimaksud dalam alinea pertama tidak dapat digunakan oleh akseptan, bila atau sejauh ia telah menerima dana atau telah memperkaya diri secara tidak adil; demikian pula daluwarsa yang dimaksud dalam alinea kedua dan ketiga tidak dapat digunakan oleh penarik, bila dan sejauh ia selama tidak menyediakan dana, dan tidak dapat pula digunakan oleh penarik atau para endosan, yang telah memperkaya diri secara tidak adil, semuanya tanpa mengurangi ketentuan dalam pasal 1967 Kitab Undang-undang Hukum Perdata. (KUHD 190c, 110 dst., 120 dst., 127, 132 dst., 143, 145 dst., 168a, 170, 229, 229k.)

Pasal 170.
Pencegahan daluwarsa hanya berlaku terhadap orang yang terhadapnya dilakukan tindakan pencegahan daluwarsa itu. (KUHPerd. 1979 dst., 1982.)
(s.d.t. dg. S. 1935-77jo. 562..) Menyimpang dari pasal 1987 dan 1988 Kitab Undang-undang Hukum Perdata berlakulah daluwarsa yang dibicarakan dalam pasal yang lalu terhadap mereka yang belum dewasa dan terhadap mereka yang berada dalam pengampuan, demikian pula antara suami-istri, dengan tidak mengurangi hak-tagih mereka yang belum dewasa dan yang dalam pengampuan terhadap wali atau pengampu mereka. (KUHD 229a.)

Bagian 12. Ketentuan-ketentuan Umum.

Pasal 171.
Pembayaran suatu surat wesel yang hari jatuh temponya pada hari raya resmi, baru dapat ditagih pada hari kerja berikutnya. Demikian pula semua tindakan lain berkenaan dengan surat wesel, yaitu pengajuannya untuk akseptasi dan protesnya, tidak dapat dilakukan selain pada hari kerja.
Bila salah satu tindakan itu harus dilakukan dalam jangka waktu tertentu yang hari terakhirnya adalah hari raya resmi, maka jangka waktu ini diperpanjang sampai hari kerja pertama berikut pada akhir jangka waktu tersebut. Hari raya yang terdapat di antara itu dimasukkan dalam perhitungan jangka waktu. (KUHD 120, 122, 131, 132 dst., 135, 137, 143, 144, 152 dst., 158, 171a, 172, 229b, 229j; Rv. 171.)

Pasal 171a.
(s.d.u. dg. S. 1935-77;S. 1937-572;S. 1938-161.) yang dianggap hari raya resmi menurut bagian ini ialah: Minggu, Tahun Baru, Paskah Kristen kedua dan Pantekosta, kedua hari Natal, Kenaikan Isa Almasih, beserta hari-hari raya lainnya yang setiap tahun kembali yang ditetapkan oleh Menteri yang bersangkutan. Penunjukan tanggal semua hari raya dimaksud dalam pasal ini, kecuali hari Minggu, dilakukan setiap tahun dengan surat ketetapan yang dimuat dalam surat kabar resmi sebelum pennulaan tahun. (KUHD 229b, bis.)

Pasal 172.
Dalam jangka waktu yang ditetapkan undang-undang atau Perjanjian, tidak termasuk hari permulaan jangka waktu itu. (KUHD 122, 132', 133 , l 351, 137, 141, 1432, 144, 152, 153, 169, 229c.)

Pasal 173.
Tiada satu hari penangguhan pun diizinkan, baik menurut undang-undang, maupun menurut keputusan hakim. (KUHD 143, 229d.)

Bagian 13. Surat Sanggup (Order).

Pasal 174.
Surat sanggup (KUHD 100, 179) memuat:
10. baik Klausula tertunjuk, maupun sebutan, “ surat sanggup “atau promes kepada tertunjuk “, yang dimasukkan dalam teksnya sendiri dan dinyatakan dalam bahasa yang digunakan dalam alas-hak itu; (AB. 18.)
20. penyanggupan tak bersyarat untuk membayar sejumlah uang tertentu;
30. penunjukan hari jatuh tempo; (KUHD 132 dst., 1752.)
40. penunjukan tempat pembayaran harus dilakukan; (KUHD 103, 126.)
50. nama orang yang kepadanya pembayaran itu harus dilakukan atau yang kepada tertunjuk pembayaran itu harus dilakukan; (KUHD 102, 109a.)
60. penyebutan tanggal, serta tempat surat sanggup itu ditandatangani;
70. tanda tangan orang yang mengeluarkan alas-hak itu (penandatanganan).

Pasal 175.
Alas-hak yang tidak memuat salah satu pernyataan yang ditetapkan dalam pasal yang lalu, tidak berlaku sebagai Surat sanggup, kecuali dalam hal tersebut di bawah ini.
Surat sanggup yang hari jatuh tempo pembayarannya tidak ditunjuk, dianggap harus dibayar atas-tunjuk.
Bila tidak terdapat penunjukan khusus, tempat penandatanganannya Surat itu dianggap sebagai tempat pembayarannya dan juga sebagai domisili penandatangan.
Surat sanggup yang tidak menyebutkan tempat penandatangannya, dianggap ditandatangani di tempat yang disebut di samping nama dari penandatangan. (KUHPerd. 1915 dst., 1921; KUHD 101'.)

Pasal 176.
Selama tidak menyalahi sifat Surat sanggup, maka terhadapnya berlaku ketentuan-ketentuan mengenai Surat Wesel tentang:
endosemen (Pasal-pasal 110-119);
hari jatuh tempo (Pasal-pasal 132-136); pembayaran (Pasal-pasal 137-141);
hak regres dalam hal nonpembayaran (pasal-pasal 142-149, 151-153); pembayaran dengan perantaraan (pasal-pasal 154, 158-162); salinan Surat Wesel (pasal 166 dan pasal 167);
Surat Wesel yang hilang (pasal 167a);
perubahan (pasal 168);
daluwarsa (Pasal -pasal 168a, 169-170);
hari-hari raya, perhitungan jangka waktu dan larangan hari penangguhan (pasal-pasal 171, 171a, 172 dan 173).
Demikian pula terhadap Surat sanggup berlaku ketentuan tentang Surat Wesel yang harus dibayar oleh Pihak ketiga atau di tempat lain dari domisili penarik (Pasal 103 dan pasal 126), Klausula bunga (pasal 104), Perbedaan pernyataan berkenaan dengan jumlah uang yang harus dibayar (pasal 105), akibat pembubuhan tanda tanpa adanya keadaan dimaksud dalam pasal 106, akibat dari tanda tangan seseorang yang bertindak tanpa wewenangnya (pasal 107) dan Surat Wesel blangko (pasal 109)
Demikian pula terhadap surat sanggup berlaku ketentuan mengenai aval (pasal 129 -131); bila sesuai dengan apa yang ditentukan pada pasal 130 alinea terakhir, aval itu tidak menyebutkan kepada siapa aval itu diberikan, dianggap diberikan atas tanggungan penandatangan surat anggup itu.

Pasal 177.
Penandatangan Surat sanggup terikat dengan cara yang sama seperti akseptan Surat Wesel. (KUHD 127; Rv. 299, 581 -I sub 21.)
Surat sanggup yang harus dibayar pada waktu tertentu setelah pengunjukan, harus diajukan kepada penandatangan untuk ditandatangani sebagai tanda "telah dilihat " dalam jangka waktu yang ditetapkan dalam pasal 122. Jangka waktu pengunjukan berlangsung mulai pada tanda itu, yang harus dibuat oleh penandatangan pada Surat sanggup itu.
Penolakan untuk memberikan tanda tangan itu, harus dinyatakannya dengan protes (pasal 124) yang tanggalnya merupakan permulaan berlangsungnya jangka, waktu pengunjukan.

BAB VII. CEK, PROMES DAN KWITANSI ATAS-TUNJUK.

Anotasi:
Bab VII yang lama telah diganti dengan Bab VII yang baru ini berdasarkan S. 1935 -77jo. 562, yang mulai berlaku tanggal 1 Januari 1936, dengan tujuan untuk menyesuaikan dengan ketentuan-ketentuan dari Undang-undang 17 Nopember 1933, N. S. 1933-613, yang telah diatur sesuai dengan Traktat Genewa 19 Maret 1931.
Traktat ini bertujuan:
1. memberlakukan undang-undang yang seragam mengenai cek;
2. mengatur penyelesajan perselisihan perundang-undangan tertentu mengenai cek;
3. mengatur undang-undang bea meterai cek.
Traktat ini telah dinyatakan berlaku terhadap antara lain Indonesia dengan Undang-undang 2 Agustus 1935, N.S. 1935-490 yang mulai berlaku pada tanggal 29 Des. 1935.

Bagian 1. Pengeluaran Dan Bentuk Cek.

Pasal 178.
Cek memuat: (KUHD 100, 174.)
10 Nama ”cek ", yang dimasukkan dalam teksnya sendiri dan dinyatakan dalam bahasa yang digunakan dalam alas-hak itu; (AB. 18.)
20. perintah tidak bersyarat untuk membayar suatu jumlah uang tertentu;
30. nama orang yang harus membayar (tertarik);
40. penunjukan tempat pembayaran harus dilakukan; (KU HD 185.)
50. pernyataan tanggal penandatanganan beserta tempat cek itu ditarik; (KUHD 1794.)
60. tanda tangan orang yang mengeluarkan cek itu (penarik).

Pasal 179.
Alas-hak yang di dalamnya tidak memuat salah satu pernyataan yang ditetapkan dalam pasal yang lalu, tidak berlaku sebagai cek, kecuali dalam hal tersebut di bawah ini.
Bila tidak terdapat penunjukan khusus, tempat yang ditulis di samping nama penarik dianggap sebagai tempat pembayarannya. Bila ditulis beberapa tempat di samping nama penarik, maka cek itu harus dibayar di tempat yang ditulis pertama.
Bila tidak terdapat penunjukan itu atau penunjukan lain apa pun, maka cek itu harus dibayar di tempat kedudukan kantor pusat tertarik.
Cek yang tidak menunjukkan tempat ditarik, dianggap telah ditandatangani di tempat yang disebut di samping nama penarik. (KUHD 101, 175.)

Pasal 180.
Cek itu harus ditarik atas seorang bankir yang menguasai dana untuk kepentingan penarik, dan menurut perjanjian tegas atau secara diam-diam yang menetapkan, bahwa penarik mempunyai hak untuk menggunakan dana itu dengan menarik cek. Akan tetapi bila peraturan-peraturan itu tidak diindahkan, maka alas-hak itu tetap berlaku sebagai cek. (KUHD 190a dst., 214-216, 229a, bis.)

Pasal 181.
Cek tidak dapat diakseptasi. Suatu pernyataan akseptasi yang dibuat pada cek itu dianggap tidak ditulis. (KUHD 120 dst.)

Pasal 182.
Cek dapat ditetapkan untuk dibayarkan:
- kepada orang yang namanya disebut dengan atau tanpa Klausula tegas: "kepada tertunjuk "; (KUHD 1830, 191.)
- kepada orang yang namanya disebut dengan klausula: "tidak kepada tertunjuk ", atau Klausula semacam itu;
- atas-tunjuk.
Cek yang ditetapkan harus dibayarkan kepada orang yang namanya disebut, dengan menyatakan: "atau atas-tunjuk ", atau istilah semacam itu berlaku sebagai cek atas-tunjuk.
Cek tanpa pernyataan tentang penerimaannya berlaku sebagai cek atas-tunjuk.

Pasal 183.
Cek dapat berbunyi kepada yang ditunjuk oleh penarik.
Cek dapat ditarik atas beban pihak ketiga. Penarik dianggap menarik atas bebannya sendiri bila dari cek itu atau dari Surat pemberitahuannya tidak ternyata atas beban siapa hal itu dilakukan.
Cek dapat ditarik pada penariknya sendiri. (KUHD 102.)

Pasal 183a.
Bila penarik memuat dalam cek pernyataan: "nilai untuk diinkaso”, "untuk inkaso ", "diamanatkan ", atau pernyataan lain yang membawa arti amanat belaka untuk memungut, penerima dapat melakukan semua hak yang timbul dari cek itu, akan tetapi Ia tidak dapat mengendosemenkannya, selain dengan cara mengamanatkannya.
Dalam cek demikian para debitur cek hanya dapat menggunakan alat-alat pembantah terhadap pemegangnya, seperti yang semestinya dapat digunakan terhadap penarik.
Amanat yang dimuat dalam cek-inkaso tidak berakhir karena meninggalnya pemberi amanat atau karena pemberi amanat menjadi tak cakap menurut hukum. (KUHPerd. 1792 dst., 1813; KUHD 102a, 117 , 200, 210, 221.)


Pasal 184.
Klausula bunga yang dimuat dalam cek dianggap tidak ditulis. (KUHD104.)

Pasal 185.
Cek dapat ditentukan bahwa dapat dibayar di tempat tinggal pihak ketiga, baik di tempat tinggal tertarik, ataupun di tempat lain. (KUHPerd. 17 dst., 24; KUHD 103.)

Pasal 186.
Cek yang jumlah uangnya ditulis lengkap dalam huruf danjuga dengan angka, bila terdapat perbedaan, berlaku jumlah yang ditulis lengkap dalam huruf. Cek yang jumiah uangnya ditulis beberapa kali, baik lengkap dengan huruf maupun dengan angka, bila terdapat perbedaan, hanya berlaku jumlah yang terkecil. (KUHPerd. 1878 dst.; KUHD 105.)

Pasal 187.
Bila cek itu memuat tanda tangan orang yang tidak cakap menurut hukum untuk mengikatkan diri dengan menggunakan cek, tanda tangan palsu, atau tanda tangan dari orang rekaan, atau tanda tangan orang-orang yang karena alasan lain apa pun juga, tidak dapat mengikat orang-orang yang telah membubuhkan tanda tangan mereka atau orang yang atas namanya telah dilakukan hal itu, namun perikatan-perikatan dari orang-orang lain yang tanda tangannya terdapat pada cek itu, berlaku sah. (KUHD 106; KUHP 264.)

Pasal 188.
Setiap orang yang membubuhkan tanda tangartnya di atas cek sebagai wakil dari seseorang untuk siapa Ia tidak mempunyai wewenang untuk bertindak, Ia sendiri terikat karena cek itu, dan setelah membayar, mampunyai hak yang sama seperti yang semestinya harus dipunyai oleh orang yang diwakw olehnya. Hal itu berlaku juga terhadap wakil yang melampaui batas wewenangnya. (KUHPerd. 1797, 1806; KUHD 107.)

Pasal 189.
Penarik menjamin pembayarannya. Setiap Klausula yang meniadakan kewajiban ini, dianggap tidak ditulis. (KUHD 108, 190a, 229f; Rv. 2292, 581-1 sub 11.)

Pasal 190.
Bila cek, yang pada waktu pengeluarannya tidak lengkap, telah dibuat lengkap, bertentangan dengan perjanjian-perjanjian yang telah dibuat, maka kepada pemegang tidak dapat digjukan tentang tidak memenuhi peijardian-perjanjian itu, kecuali pemegang telah memperoleh cek itu dengan itikad buruk atau karena kesalahan yang besar. (KUHD 109.)

Pasal 190a.
Penarik atau seseorang yang atas tanggungannya cek itu ditarik, wajib berusaha agar dana yang diperlukan untuk pembayaran pada hari pengajuartnya ada di tangan tertarik, sekalipun bila cek itu ditetapkan harus dibayar oleh pihak ketiga, dengan tidak mengurangi kewajiban penarik sesuai dengan pasal 189. (KUHD 109b, 190b.)

Pasal 190b.
Tertarik dianggap mempunyai dana yang diperlukan, bila pada waktu pengajuan cek itu kepada penarik atau kepada orang yang atas tanggungannya cek itu ditarik, ia mempunyai utang sejumlah uang yang sudah dapat ditagih, paling sedikit sama denganjumlah pada cek itu. (KUHD 109c, 180, 217a, 22 la.)

Bagian 2. Pengalihan.

Pasal 191.
Cek yang ditetapkan agar harus dibayarkan kepada orang yang namanya disebut dengan atau tanpa Klausula yang tegas "kepada tertunjuk ", dapat dialihkan dengan jalan endosemen.
Cek yang ditetapkan agar harus dibayarkan kepada orang yang namanya disebut dengan klausula: "tidak kepada tertunjuk ", atau Klausula semacam itu, hanya dapat dialihkan dalam bentuk sesi biasa beserta akibatnya. Endosemen yang ditempatkan pada cek demikian berlaku sebagai sesi biasa. (KUHPerd. 613.)
Endosemen itu bahkan dapat ditetapkan untuk keuntungan penarik atau setiap debitur cek lainnya. Orang ini dapat mengendosemenkan lagi cek itu. (KUHD 110 dst., 192 dst.)

Pasal 192.
Endosemen harus tidak bersyarat. Setiap syarat yang dimuat di dalamnya dianggap tidak ditulis.
Endosemen untuk sebagian adalah batal.
Demikian juga endosemen dari tertarik adalah batal.
Endosemen atas-tunjk berlaku sebagai endosemen blangko.
Endosemen kepada tertarik hanya berlaku sebagai pemberian pernyataan lunas, kecuali bila tertarik mempunyai beberapa kantor dan bila endosemen itu ditetapkan untuk keuntungan kantor lain daripada kantor yang atasnya cek itu ditarik. (KUHD 193.)

Pasal 193.
Endosemen harus dibuat di atas cek atau pada lembaran yang dilekatkan padanya (lembaran sambungan).
Hal itu harus ditandatangani oleh endosan.
Endosemen itu dapat membiarkan pihak yang diendosemenkan tidak disebut, atau endosemen itu hanya terdiri dari tanda tangan endosan (endosemen blangko). Dalam hal terakhir, agar dapat berlaku sah, endosemen itu harus dibuat di halaman belakang cek itu atau pada lembaran sambungannya. (KUHD 112, 2033.)

Pasal 194.
Dengan endosemen itu dipindahkan semua hak yang bersumber pada cek itu. Bila endosemennya itu dalam blangko, pemegangnya dapat:
10 mengisi blangko itu baik dengan namanya sendiri ataupun dengan nama orang lain;
20 mengendosemenkan lagi cek itu dalam blangko atau kepada orang lain;
30 menyerahkan cek itu kepada orang ketiga tanpa mengisi blangkonya dan tanpa mengendosemenkannya. (KUHPerd. 612; KUHD 113.)

Pasal 195.
Kecuali bila dipersyaratkan lain, maka endosan menamin pembayarannya. (Rv. 2992, 581-1 sub 11.)
Ia dapat melarang endosemen baru; dalam hal itu is tidak menjamin pembayarannya terhadap mereka kepada siapa cek itu diendosemenkan kemudian. (KUHD 114.)

Pasal 196.
Barangsiapa memegang cek yang dapat dialihkan dengan endosemen, dianggap sebagai pemegangnya yang sah, bila Ia menunjukkan haknya dengan memperuhatkan deretan endosemen yang tak terputus, bahkan bila endosemen terakhir dibuat sebagai endosemen blangko. Endosemen-endosemen yang dicoret dianggap dalam hal itu tidak ditulis. Bila endosemen blangko diikuti oleh endosemen lain, maka penandatangan endosemen terakhir ini dianggap telah memperoleh cek itu karena endosemen blangko. (KUHPerd. 1977; KUHD 1151, 1911, 198, 212, 227a.)

Pasal 197.
Endosemen yang terdapat pada cek atas-tunjuk membuat endosan bertanggungjawab sesuai dengan ketentuan mengenai hak regres; selanjutnya hal itu tidak membuat menjadi cek kepada tertunjuk. (KUHD 182, 191, 195, 217 dst.)

Pasal 198.
Bila seseorang dengan jalan apa pun juga telah kehilangan cek yang dikuasainya, maka pemegang cek tersebut, tidak wajib untuk menyerahkan kembali, kecuali bila Ia telah memperolehnya dengan itikad buruk atau mendapatnya karena kesalahan yang besar, dan hal itu tidak dibedakan apakah mengenai cek atas-tunjuk atau cek yang dapat diendosemenkan, yang haknya alas cek itu dibuktikan oleh pemegang dengan cara yang diatur dalam pasal 196. (KUHPerd. 582; KUHD 115', 182, 191, 212, 227a.)

Pasal 199.
Mereka yang ditagih berdasarkan cek terhadap pemegangnya tidak dapat menggunakan alat-alat pembantah yang berdasarkan hubungan pribadinya dengan penarik atau para pemegang yang terdahulu, kecuali bila pada waktu memperoleh cek itu dengan sengaja telah bertindak dengan merugikan debitur. (KUHD 116.)

Pasal 200.
Bila endosemen memuat pernyataan: "nilai untuk diinkaso ", "untuk inkaso", "diamanatkan " atau pernyataan yang membawa arti amanat belaka untuk memungut, maka pemegangnya dapat melakukan semua hak yang timbul dari cek itu, akan tetapi Ia tidak dapat mengendosenlenkannya secara lain daripada secara mengamanatkannya.
Dalam hal itu para debitur cek hanya dapat menggunakan alat-alat pembantah terhadap pemegangnya, seperti yang semestinya dapat digunakan terhadap endosan.
Amanat yang dimuat dalam endosemen inkaso tidak berakhir karena meninggalnya pemberi amanat atau karena kemudian pemberi amanat menjadi tak cakap menurut hukum. (KUHPerd. 1792 dst., 1813; KUHD 117, 183a.)

Pasal 201.
Endosemen yang dilakukan pada cek setelah protes atau keterangan yang sama dengan itu, atau setelah habis jangka waktu pengajuan, hanya mempunyai akibat dari sesi biasa. (KUHPerd. 613.)
Dengan pengecualian pembuktian kebaukannya, endosemen tanpa tanggal dianggap telah dibuat sebelum protes atau keterangan yang sama dengan itu, atau sebelum lampaunya jangka waktu yang dimaksud dalam alinea yang lalu. (KUHPerd. 1915 dst.; KUHD 119, 217 dst., 220.)

Bagian 3. Aval (Perjanjian Jaminan).

Pasal 202.
Pembayaran cek dapat duamin dengan perjanjian jaminan (aval) untuk seluruhnya atau sebagian dari uang cek itu.
Penjaminan tersebut dapat diberikan oleh pihak ketiga, atau bahkan oleh orang yang tanda tangannya terdapat pada cek itu, kecuali oleh tertarik. (KUHPerd. 1820 dst.; KUHD 129, 178-3', 192 3 , 203 dst.)

Pasal 203.
Aval itu ditulis dalam cek itu atau di atas lembaran sambungannya.
Hal itu dinyatakan dengan kata-kata: "baik untuk aval ", atau dengan pernyataan semacam itu; yang ditandatangani oleh pemberi aval.
Tanda tangan saja dari pemberi aval pada halaman depan cek itu berlaku sebagai aval, kecuali bila tanda tangan itu dari penarik. (KUHPerd. 1824.)
Hal itu dapat juga dilakukan dengan naskah tersendiri atau dengan sepucuk surat yang menyebutkan tempat di mana hal itu diberikan.
Dalam aval harus dicantumkan untuk siapa hal itu diberikan. Bila hal ini tidak ada, dianggap diberikan untuk penarik. (KUHD 130, 204.) 204. Pemberi aval terikat dengan cara yang sama seperti orang yang diberi aval. (KUHPerd. 1280, 1282, 1831 dst; Rv. 2992 , 581 - f sub IO.)
Perikatannya berlaku sah, sekalipun perikatan yang dijamin olehnya batal oleh sebab lain daripada cacat dalam bentuk. (KUHPerd. 1821.)
Dengan membayar, pemberi aval memperoleh hak-hak yang berdasarkan cek itu dapat digunakan terhadap orang yang diberi aval dan terhadap mereka yang berdasarkan cek itu terikat padanya. (KUHPerd. 1839 dst.; KUHD 131.)

Bagian 4. Pengajuan dan Pembayaran.

Pasal 205.
Cek harus dibayar pada waktu ditunjukkan. Setiap pernyataan sebaliknya dianggap tidak ditulis.
Cek yang diajukan untuk pembayaran sebelum tanggal yang disebut sebagai tanggal pengeluaran, dapat dibayar pada hari pengajuannya. (KUHD 206, 209.)

Pasal 206.
Sepucuk cek yang dikeluarkan atau yang harus dibayar di Indonesia harus diajukan untuk pembayaran dalam waktu tujuh puluh hari.
Jangka waktu tersebut di atas mulai berjalan sejak hari yang disebut pada cek itu sebagai hari pengeluarannya. (KUHD 133', 137, 209, 217, 226, 229i.)

Pasal 207.
Hari pengeluaran cek yang ditarik antara dua tempat dengan tarikh yang berbeda dijatuhkan pada hari yang sama dari tarikh tempat pembayaran. (KUHD 136 2.)

Pasal 208.
Pengajuan kepada lembaga pemberesan (verrekeningskamer) berlaku sebagai pengajuan untuk pembayaran. (KUHD 217-31.)
Oleh Gubernur Jenderal (dalam hal ini Pemerintah) akan ditunjuk badan-badan yang dianggap sebagai lembaga tersebut dalam arti bab ini. (KUHD 137 2.)

Pasal 209.
Penarikan kembali cek itu hanya berlaku setelah jangka waktu pengajuan berakhir.
Bila tidak ada penarikan kembali, maka tertarik dapat membayar bahkan setelah jangka waktu berakhir. (KUHD 206.)

Pasal 210.
Baik kematian penaiik maupun ketidakcakapannya menurut hukum yang timbul setelah pengeluaran cek itu, tidak berpengaruh pada akibat-akibat dari cek. (KUHPerd. 1792, 1813; KUHP 1173, 183 a 3, 187, 2003.)

Pasal 211.
Diluar hal dimaksud dalam pasal 227a, tertarik yang telah membayar dapat menuntut penyerahan cek tersebut lengkap dengan tanda pelunasan secukupnya dari pemegang.
Pemegang tidak boleh menolak pembayaran sebagian.
Dalam hal pembayaran sebagian, tertarik dapat menuntut, bahkan pembayaran dinyatakan dalam cek dan bahwa untuk itu ia mendapat tanda pembayaran. (KUHPerd. 1390; KUHD 138.)

Pasal 212.
Tertarik yang membayar cek dengan endosemen, wajib meneliti tertibnya deretan endosemen, akan tetapi tidak tanda tangan para endosertien. (KUHD 1392, 196; KUHPerd. 1385 dst.; 1405-10.)
Bila ia, setelah membayar yang tidak membebaskan, wajib membayar untuk kedua kalinya, maka Ia berhak menagih kepada mereka semua yang telah memperoleh cek itu dengan itikad buruk, atau yang memperolehnya karena kesalahan yang besar. (KUHPerd. 1386 dst.; KUHD 139', 198, 209, 227a.)

Pasal 213.
Cek yang pembayarannya dipersyaratkan dalam uang lain dari uang di tempat pembayarannya dapat dibayar dalam jangka waktu pengajuan dengan uang dari negerinya menurut nilai pada hari pembayaran. Bila pembayaran itu tidak terjadi pada waktu diajukan, pemegang dapat menuntut sesuai dengan pilihannya, bahwa jumlah pada cek itu dibayar dalam uang negerinya menurut kurs, baik dari hari pengajuan, maupun dari hari pembayaran.
Nilai uang asing itu ditetapkan menurut kurs pada tempat pembayarannya. Akan tetapi penarik dapat menetapkan, bahwa jumlah yang harus dibayar diperhitungkan menurut kurs yang ditetapkan dalam cek itu. (AB. 1-8.)
Hal yang tercantum di atas tidak berlaku, bila penarik menetapkan, bahwa pembayarannya harus dilakukan dalam uang tertentu yang ditunjuk (Klausula pembayaran sesungguhnya dalam uang asing).
Bila jumlah dari cek itu dinyatakan dalam uang yang mempunyai nama yang sama, akan tetapi mempunyai nilai yang berbeda dalam negeri pengeluarannya dan dalam negeri tempat pembayarannya, maka dianggap, bahwa yang dimaksud adalah uang dari tempat pembayaran. (KUHPerd. 1756 dst., 1915 dst.; KUHD 60, 140, 178-2-.)

Bagian 5. Cek Bersilang Dan Cek Untuk Perhitungan.

Pasal 214.
Penarik atau pemegang cek dapat menyilangnya dengan akibat yang disebut dalam pasal berikut.
Penyilangan dilakukan dengan menempatkan dua garis sejajar di halaman depan cek itu. Penyilangan ada yang umum atau ada juga yang khusus.
Penyilangan itu umum, bila tidak memuat di antara dua garis itu suatu penunjukan pun, atau pernyataan: "bankir " atau kata semacam itu; penyilangan itu khusus, bila terdapat nama seorang bankir di antara dua garis itu.
Penyilangan umum dapat diubah menjadi penyilangan khusus, tapi penyilangan khusus tidak dapat diubah menjadi penyilangan umum.
Pencoretan penyilangan atau naina bankir yang ditunjuk dianggap tidak pernah terjadi.

Pasal 215.
Cek dengan penyilangan umum oleh tertarik hanya dapat dibayar kepada bankir atau kepada nasabah tertarik.
Cek dengan penyilangan khusus oleh tertarik hanya dapat dibayar kepada bankir yang ditunjuk, atau bila bankirr ini tertarik hanya kepada salah seorang nasabahnya. Akan tetapi bankir yang disebut dapat mengalihkan cek itu kepada bankir lain untuk diinkaso.
Seorang bankir hanya boleh menerima cek bersilang dari salah seorang nasabahnya atau dari seorang bankir lain. Ia tidak boleh menagih atas beban orang lain selain dari orang tersebut.
Cek yang memuat lebih dari satu penyilangan khusus, hanya boleh dibayar oleh tertatik, bila tidak memuat lebih dari dua penyilangan yang satu di antaranya bertwuan untuk penagihan oleh suatu lembaga pemberesan.
Tertarik atau bankir yang tidak mentaati ketentuan di atas, harus bertanggung jawab untuk kerugian sebesar jumlah dari cek itu. (KUHD 180, 229a, bis.)

Pasal 216.
Penarik, juga pemegang cek, dapat melarang pembayaran dalam uang tunai dengan menyebutkan pada halaman depan dengan arah miring: "untuk dimasukkan dalam rekening " atau pernyataan semacam itu.
Dalam hal demikian, cek itu hanya memberi alasan kepada tertarik untuk membukukannya (rekening koran, giro atau kompensasi). Pembukuan berlaku sebagai pembayaran.
Pencoretan pernyataan: "untuk diinasukkan dalahi rekening " dianggap tidak pernah terjadi.
Tertarik yang tidak menaati ketentuan di atas, bertanggungjawab untuk kerugian sebesar jumlah dari cek itu. (KUHPerd. 1338 dst.; KUHD 211-213, 218a.)

Bagian 6. Hak Regres Dalam Hal Nonpembayaran.

Pasal 217.
Pemegang dapat melakukan hak regresnya terhadap para endosan, penarik dan para debitur cek yang lain, bila cek yang diajukan@epat pada waktunya tidak dibayar, dan bila perubahan itu ditetapkan:
10. baik dengan akta otentik (protes); (KUHD 218b.)
20. atau dengan keterangan tertarik yang diberi tanggal dan ditulis di atas cek dengan pernyataan hari pengajuannya; (KUHD 143d, 220.)
30. ataupun dengan keterangan yang diberi tanggal dari suatu lembaga pem. beresan, di mana dinyatakan bahwa cek itu telah diajukan tepat pada waktunya dan tidak dibayar. (KUHD 142 dst., 208', 227 dst.)

Pasal 217a.
Bila nonpembayaran dari cek ditetapkan dengan protes atau dengan keterangan yang disamakan dengan itu, maka bagaimanapun juga penarik wajib menjamin ganti rugi, meskipun protes atau keterangan tidak diberikan pada waktunya, kecuali bila dibuktikan bahwa pada hari cek diajukan dana yang diperlukan untuk pembayaran ada di tangan tertarik. Bila dana yang dibutuhkan hanya ada sebagian, maka penarik bertanggung jawab atas kekurangannya.
Dalam hal protes atau keterangan yang tidak diberikan pada waktunya, maka penarik dengan ancaman hukuman, wajib menjamin ganti rugi, wajib melepaskan dan menyerahkan kepada pemegang, tagihan atas dana penarik, yang ada di tangan tertarik pada hari pengajuan sebesarjumlah cek itu; dan Ia harus memberikan kepada pemegang atas biayanya ini, bukti yang diperlukan untuk membuat tagihan itu berlaku sah. Bila penarik dinyatakan dalam kepailitan, maka para pengawas hartanya mempunyai kewajiban yang sama seperti itu, kecuali bila mereka lebih suka untuk mengizinkan tampil sebagai penagih untuk jumlah cek itu. (KUHD 152a, 180,190a dst., 229g; KUHPerd. 613; F. 1, 13.)

Pasal 218.
Protes atau keterangan yang disamakan dengan itu harus dilakukan sebelum akhir jangka waktu pengajuan.
Bila pengajuan terjadi pada hari terakhir jangka waktu tersebut, protes atau keterangan yang disamakan dengan itu dapat dilakukan pada hari kerja pertama berikutnya. (KUHD 1432,3, 206.)

Pasal 218a.
Pembayaran cek harus diminta dan protes yang menyusul kemudian harus dilakukan di tempat tinggal tertarik. (KUHD 178-41.)
Bila cek ditarik untuk dibayar di tempat lain yang ditunjuk atau oleh orang lain yang ditunjuk, baik di kabupaten yang sama, maupun di kabupaten lain, maka permintaan pembayaran harus diminta dan protes dibuat di tempat yang ditunjuk atau kepada orang yang ditunjuk itu.
Bila orang yang harus membayar cek tidak dikenal sama sekali atau tidak dapat ditemukan, maka protes itu harus dilakukan pada kantor pos di tempat tinggal yang ditunjuk untuk pembayaran, dan bila di sana tidak ada kantor pos, di daerab Gubememen Jawa dan Madura kepada assisten-residen, dan di luar itu kepada KepaIa Pemerintahan Daerah setempat. Demikian pulalah harus dilakukan seperti itu, bila suatu cek ditarik untuk dibayar di kabupaten lain daripada tempat tinggal tertarik, dan tempat tinggal di mana pembayaran harus dilakukan tidak ditunjuk. (KUHPerd. 1393; KUHD 143a, 205 dst.; F. 962.)

Pasal 218b.
Protes nonpembayaran dilakukan oleh notaris atau juru sita. Hal itu harus disertai dengan dua saksi.
Protes itu memuat:
10. Salinan kata demi kata dari cek itu, dari endosemen-endosemen, dari avalnya, dan dari alamat-alamat yang ditulis di atasnya;
20. pernyataan, bahwa mereka telah meminta pembayarannya kepada orangorang atau di tempat yang disebut dalam pasal yang lalu dan tidak memperolehnya;
30. pernyataan alasan yang telah dikemukakan tentang nonpembayaran;
40. penerimaannya untuk.menandatangani protes itu, dan alasan penolakannya;
50. pernyataan, bahwa la, notaris atau juru sita, karena penolakan itu telah memprotes.
Bila protes itu mengenai cek yang hilang, cukuplah dengan uraian yang seteliti-telitinya dari isi cek itu, untuk mengganti apa yang ditentukan dalam nomor 1 alinea yang lalu. (KUHD 143b, 217-11, 227a dst.; Not. 1, 20 dst.)

Pasal 218c.
para notaris atau para juru sita dengan ancaman untuk mengganti biaya-biaya, kerugian dan bunga, wajib untuk membuat salinan protes tersebut dan memberitahukan hal itu dalam salinan, dan membukukannya dalam register khusus menurut urutan waktu, yang diberi nomor dan tanda pengesahan oleh Ketua raad van justitie, bila tempat tinggal mereka dalam kabupaten di mana raad van justitie itu berada dan di luar itu, oleh hakim pengadilan karesidenan; bila ini tidak ada, terhalang atau tak mungkin bertindak, di daerah Gubememen Jawa dan Madura oleh asisten-residen dan di luar itu oleh KepaIa Pemerintahan Daerah, setempat. Mereka juga wajib, biIa dikehendald, menyerahkan selembar atau lebih dari salinan protes itu kepada mereka yang berkepentingan. (KUHD 143c; Rv. 4, 8.)

Pasal 219.
Pemegangnya harus memberitahukan kepada endosannya dan kepada penariknya tentang nonpembayaran itu dalam empat hari kerja berikut dari hari protes, atau keterangan yang disamakan dengan itu dan, bila cek itu ditarik dengan Klausula tanpa biaya, berikut dari hari pengajuan. Setiap endosan harus memberitahukan kepada endosannya dalam dua hari kerja yang berikut dan hari penerimaan pemberitahuan itu, tentang pemberitahuan yang diterima olehnya, dengan menyebut nama dan alamat mereka yang telah melakukan pembeiitahuan yang lebih dahulu, dan demikian seterusnya kembali pada penariknya. Jangka waktu ini berjalan mulai dari penerimaan pemberitahuan yang lebih dahulu.
Bila sesuai dengan alinea yang lalu disampaikan pemberitahuan kepada seseorang yang tandatangannya terdapat pada cek itu, harus disampaikan pemberitahuan yang sama dalam jangka waktu itu juga kepada pemberi avalnya.
Bila seorang endosan tidak menyatakan alamatnya atau menyatakannya dengan cara yang sukar dibaca, sudah cukuplah dengan pemberitahuan kepada endosan yang lebih dahulu.
Barangsiapa harus mengadakan pemberitahuan, dapat melakukan hal itu dalam bentuk apa pun, bahkan dapat dengan hanya mengirimkan kembali cek itu. Ia harus membuktikan, bahwa Ia telah melakukan pemberitahuan itu dalam jangka waktu yang telah ditetapkan. Jangka waktu tersebut dianggap telah diindahkan, bila surat yang memuat pemberitahuan itu dalam jangka waktu tersebut telah disampalkan dengan pos. (KUHPerd. 1916.)
Barangsiapa melakukan pemberitahuan itu tidak dalam jangka waktu tersebut di atas, tidak menyebabkan dirinya kehilangan hak; bila ada alasannya, Ia bertanggungjawab atas segala kerugian yang disebabkan oleh kelalaiannya, akan tetapi biaya, kerugian dan bunga itu, tidak mungkin melampaui jumlah cek itu. (KUHPerd. 1243 dst.; KUHD 144, 217 dst.)

Pasal 220.
Penarik, seorang endosan atau seorang pemberi aval, dapat membebaskan pemegangnya dari pembuatan protes atau keterangan yang disamakan dengan itu untuk melakukan hak regresnya, dengan jalan klausula: "tanpa biaya", "tanpa protes" atau Klausula lain semacam itu yang ditulis dan ditandatangani di atas cek itu.
Klausula ini tidak membebaskan pemegang dari pengajuan cek itu dalam jangka waktu yang ditetapkan ataupun dari penyelenggaraan pemberitahuannya. Bukti tentang tidak dundahkannya jangka waktu itu harus dibenkan oleh mereka yang mendasarkan haknya atas hal itu terhadap pemegang.
Bila Klausula itu dibuat oleh penarik, maka hal itu berakibat terhadap mereka Semua yang tandatangannya terdapat pada cek itu; bila hal itu dibuat oleh endosan atau oleh pemberi aval, maka hal ini hanya berakibat terhadap endosan atau pemberi aval saja. Meskipun ada Klausula yang ditetapkan oleh penarik, bila pemegang menyuruh juga menetapkan penolakan pembayaran itu dengan protes atau keterangan yang dlganiakan dengan itu, maka biaya menjadi bebannya. Bila Klausula itu berasal dari endosan atau pemberi aval, maka biaya untuk protes atau keterangan yang dlqamakan dengan itu, bila dibuat akta semacam itu, dapat ditagih dari mereka yang tandatangannya terdapat pada cek itu. (KUHD 145, 206, 217-20, 219.)

Pasal 221.
Semua orang yang terikat berdasarkan cek, masih terikat untuk sepenuhnya terhadap pemegangnya. Di samping itu juga pihak ketiga yang atas bebannya cek itu ditarik dan yang telah menikmati nilainya, bertanggungjawab pula terhadap pemegang.
Pemegang dapat menggugat orang-orang ini, baik masing-masing maupun bersama-sama, tanpa wajib memperhatikan urutan ikatan mereka.
Hak yang sama ada pada setiap orang yang tandatangannya terdapat pada cek dan yang telah membayar untuk memenuld kewajiban regresnya.
Gugatan yang dilakukan terhadap salah seorang debitur cek, tidak inenghalangi gugatan kepada debitur lainnya, meskipun mereka mengikatkan diri lebih belakangan daripada yang ditagih pertama. (KUHPerd. 1280 dst., 1283, 1292 dst.; KUHD 146, 183a, 217, 221a; F. 132; Rv. 2992, 581-1 sub 11.)

Pasal 22la.
Pemegang cek yang nonpembayarannya ditetapkan dengan protes atau keterangan yang disamakan dengan itu, sama sekali tidak mempunyai hak atas dana yang ada di tangan tertarik dari penariknya.
Dalam hal kepailitan penarik, uang itu termasuk hartanya. (KUHD 146a, 190a dst.; F. 19.)

Pasal 222.
Pemegang melakukan gugatan kepada mereka, terhadap siapa ia melaksanakan hak regresnya:
10. jumlah uang cek itu yang tidak dibayar;
20. bunga enam persen termtung dari hari pengajuan;
30. biaya protes atau keterangan yang disamakan dengan itu biaya pemberitahuan yang telah dilakukan beserta biaya lain. (KUHPerd. 12503; KUHD 147, 217, 218b.)

Pasal 223.
Orang yang untuk memenuhi kewajiban regresnya, telah membayar cek itu, dapat menagih mereka yang berkewajiban regres terhadapnya:
10. seluruh jumlah yang telah dibayarkan olehnya;
20. bunga enam persen terhitung dari hari pembayarannya;
30. biaya yang telah dikeluarkan olehnya. (KUHPerd. 12503 ; KUHD 148, 217, 222.)

Pasal 224.
Setiap debitur cek, terhadap siapa dilakukan atau dapat dilakukan hak regres, dengan membayar untuk memenuhi kewajiban regresnya, dapat menuntut penyerahan ceknya dengan protes, atau keterangan yang disamakan dengan itu, beserta perhitungan yang ditandatangani sebagai pelunasan.
Setiap endosan yang telah membayar cek untuk memenuhi kewajiban regresnya, dapat mencoret endosemennya sendiri dan endosemen-endosemen berikutnya. (KUHD 149, 217, 222, 227.)

Pasal 225.
Bila pengajuan cek itu atau pembuatan protes atau keterangan yang disamakan dengan itu dalam jangka waktu yang ditetapkan terhalang oleh rintangan yang tidak dapat diatasi (peraturan perundang-undangan dari suatu negara atau hal lain di luar kekuasaannya), maka jangka waktu itu diperpanjang.
Pemegangnya wajib segera memberitahukan kepada endosannya tentang keadaan yang di luar kekuasaan itu, dan mencantumkan pemberitahuannya pada cek itu atau lembaran sambungannya dengan diberi tanggal dan ditandatangani; untuk selebihnya berlaku ketentuan pasal 219.
Setelah berakhirnya keadaan yang di luar kekuasaannya, pemegangnya harus segera mengajukan cek itu untuk pembayaran, dan, bila ada alasan untuk itu, menyuruh menetapkan penolakan pembayaran dengan protes atau keterangan yang disamakan dengan itu.
Bila keadaan di luar kekuasaannya itu berlangsung lebih dari lima betas hari terhitung dari hari sewaktu pemegang memberitahukan tentang keadaan yang di luar kekuasaannya kepada endosanya, meskipun sebelum akhir jangka waktu pengajuan, maka hak regres dapat dilakukan tanpa diperlukan pembuatan protes atau keterangan yang disamakan dengan itu.
Fakta-fakta yang bersifat pribadi bagi pemegangnya, atau untuk orang yang ditugaskan olehnya untuk mengajukan cek itu atau tintuk mengadakan protes atau keterangan yang dlqamakan dengan itu, tidak dianggap sebagai hal-hal yang di luar kekuasaannya. (KUHD 153, 205 dst., 217, 218.)

Bagian 7. Lembaran Cek Dan Cek yang Hilang.

Pasal 226.
Kecuali cek atas-tunjuk, setiap cek yang dikeluarkan dalam suatu negara dan harus dibayar di negara lain atau di daerah seberang laut dari satu negara yang sama dan sebaliknya, atau dikeluarkan dan harus dibayar di daerah seberang laut yang sama atau di daerah seberang laut dari satu negara, dapat ditarik dalam lembaran-lembaran lebih dari satu yang bunyinya sama. Bila cek ditarik dalam beberapa lembar, lembaran itu harus diberi nomor dalam alas-haknya, yang dianggap bahwa setiap lembar merupakan cek tersendiri, bila pemberian nomor itu tidak ada. (KUHD 163, 178, 182, 206 dst.)

Pasal 227.
Pembayaran yang dilakukan atas salah satu dari lembaran mengakibatkan pembebasan, meskipun tidak disyaratkan, bahwa pembayaran itu menghapuskan kekuatan lembaran lain.
Endosan yang telah menyerahkan lembaran itu kepada beberapa orang, demikian pula endosan yang kemudian, terikat oleh lembaran yang memuat tanda tangan mereka dan tidak diserahkan. (KUHD 164, 191, 224.)

Pasal 227a.
Orang yang kehilangan cek yang pemegangnya adalah ia sendiri, hanya dapat meminta pembayaran kepada tertarik dengan mengadakan jaminan untuk waktu tigapuluh tahun. (KUHPerd. 1830,1967; KUHD 167a, 196,198, 212; Rv. 611 dst.)

Pasal 227b.
Orang yang kehilangan cek yang pemegangnya adalah ia sendiri dan yang sudah gugur dan di mana perlu telah diprotes, hanya dapat melakukan haknya terhadap penarik, dengan mengadakan jaminan untuk waktu tiga puluh tahun. (KUHPerd. 1830, 1967; KUHD 167b, 217, 218b; Rv. 611 dst.)

Bagian 8. Perubahan.

Pasal 228.
Bila ada perubahan dalam alas-hak suatu cek, maka mereka yang kemudian membubuhkan tanda tangan pada cek itu, terikat menurut alas-hak yang diubah; mereka yang sebelum itu membubuhkan tanda tangan mereka pada cek itu, terikat menurut alas-hak aslinya. (KUHD 168; KUHP 264.)

Bagian 9. Daluwarsa.

Pasal 228a.
Dengan tidak mengurangi ketentuan pasal berikut, utang karena cek dihapus oleh segala ikhtiar pembebasan utang yang tercantum dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata. (KUHPerd. 1381; KUHD 168a.)

Pasal 229.
Semua tuntutan regres pemegang terhadap para endosan, penarik dan debitur cek lain, kedaluwarsa dengan lampaunya waktu enam bulan, terhitung dari akhir jangka waktu pengajuan.
Tuntutan regres dari berbagai debitur yang satu terhadap yang lain, yang wajib terhitung dari hari pembayaran oleh debitur cek itu untuk memenuhi kewajiban melakukan pembayaran cek, kedaluwarsa dengan lampaunya waktu enam bulan, regresnya, atau dari hari Ia digugat di depan pengadilan.
Daluwarsa yang dimaksud dalam alinea pertama dan kedua tidak dapat digunakan oleh penarik, bila atau sejauh Ia tidak menyediakan dana, dan tidak dapat digunakan oleh penarik atau pam endosan, yang telah memperkaya diri secara tidak adil, semuanya tanpa mengurangi ketentuan dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata pasal 1967. (KUHD 169, 229k.)

Pasal 229a.
Pencegah daluwarsa hanya berlaku terhadap orang yang terhadapnya dilakukan tindak pencegahan daluwarsa itu. (KUHPerd. 1381; KUHD 168a.)
Menyimpang dari Kitab Undang-undang Hukum Perdata pasal 1987 dan pasal 1988 berlakulah daluwarsa yang dibicarakan dalam pasal yang lalu terhadap mereka yang belum dewasa dan terhadap mereka yang berada dalam pengampuan, demikian pula antara suami-istri, dengan tidak mengurangi hak-tagih mereka yang belum dewasa dan yang dalam pengampuan terhadap wali atau pengampu mereka. (KUHD 170, 229k.)

Bagian 10. Ketentuan-ketentuan Umum.

Pasal 229a.bis.
Bankir, yang tersebut dalam bagian-bagian sebelum bab ini, disamakan dengan semua orang atau lembaga yang dalam pekerjaan mereka secara tertib memegang uang untuk penggunaan langsung oleh orang lain. (KUHD 74 dst., 180, 214 dst.)

Pasal 229b.
Pengajuan dan protes dari suatu cek tidak dapat dilakukan selain pada hari kerja.
Bila hari terakhir jangka waktu yang ditetapkan oleh Undang-undang untuk melakukan tindakan mengenai cek yaitu untuk pengajuan dan untuk membuat protes atau keterangan yang disamakan dengan itu adalah hari raya,maka jangka waktu ini diperpanjang sampai hari kerja pertama berikut pada akhir jangka waktu tersebut. Hari raya yang terdapat diantara itu dimasukkan dalam perhitungan jangka waktu. (KUHD 171, 205 dst.; Rv. 171.)

Pasal 229b.bis.
Yang dianggap hari raya resmi dalam arti bagian ini ialah Minggu, Tabun Baru, Paskah Kristen kedua dan Pantekosta, kedua haii Natal, Kenaikan Isa Almasih, beserta hari-hari raya lainnya yang setiap tahun kembali ditetapkan oleh Directeur van Justitie (Menteri Kehakiman). Penunjukan tanggal semua hari raya yang dimaksud dalam pasal ini, kecuali hari Minggu, dilakukan setiap tahun dengan Surat ketetapan yang dimuat dalam Surat kabar resmi sebelum permulaan tahun. (KUHD 171a, 229j.)

Pasal 229c.
Dalam jangka waktu yang diatur dalam bagian-bagian sebelum bab ini, tidak termasuk hari permulaan jalannya jangka waktu ini. (KUHD 172, 201, 205 dst., 218, 225, 227a dst., 229.)

Pasal 229d.
Tiada satu hari penangguhan pun diizinkan, baik menurut undang-undang maupun menurut keputusan hakim. (KUHD 173.)

Bagian 11. Kuitansi Dan Promes Atas-Tunjuk.

Pasal 229e.
Kuitansi dan promes atas-tunjuk harus memuat tanggal yang betul dari terbitan aslinya. (KUHD 229f dst., 229i; Rv. 581 -1 sub 21.)

Pasal 229f.
Penerbit asli kuitansi atas-tunjuk, yang harus dibayar oleh pihak ketiga, bertanggungjawab terhadap setiap pemegangnya untuk memenuhinya selama dua puluh hari setelah hari tanggalnya dan hari itu tidak termasuk. (KUHD 108, 189, 229g.)

Pasal 229g.
Akan tetapi tanggungjawab penerbit asli tetap berlangsung, kecuali bila ia membuktikan bahwa selama waktu yang ditentukan dalam pasal yang lampau mempunyai dana sebesar jumlah pada Surat yang diterbitkannya pada orang yang atas dirinya telah diterbitkan Surat itu.
Penerbit asli, dengan ancaman hukuman tanggungjawabnya akan berlangsung terus, wajib melepaskan dan menyerahkan kepada pemegang tagam pada dana yang ada darinya pada hari jatuh tempo di tangan orang yang atas namanya Surat itu telah dikeluarkan, dan hal itu sebesar jumlah pada Surat yang dikeluarkan; dan ia harus memberikan kepada pemegang atas biayanya ini, bukti yang diperlukan untuk menjadikan tagihan itu berlaku sah. Bila penerbit asli dinyatakan pailit, para pengawas hartanya mempunyai kewajiban yang sama, kecuali bila mereka menganggap lebih baik untuk me an pemegang itu sebagai penagih utang untuk jumlah pada Surat yang dikeluarkan itu. (KUHPerd. 613; KUHD 152a, 229k; F. 1, 13.)

Pasal 229h.
Selain penerbit aslinya, setiap orang yang telah memberikan Surat tersebut di atas sebagai pembayaran, tetap bertanggungjawab selama waktu enam hari sesudahnya, tidak termasuk hari penerbilannya, terhadap orang yang telah menerima Surat itu darinya. (KUHD 146, 217, 229j.)

Pasal 229i.
Pemegang promes atas-tunjuk wajib menagih pemenuhannya dalam waktu enam hari setelah hari Surat itu diambil sebagai pembayaran, di dalamnya tidak termasuk hari itu, dan bila tidak dilakukan pembayaran, ia harus mengajukan promes itu untuk pencabutan, dal- jangka waktu yang sama, kepada orang yang telah memberikan promes sebagai pembayaran kepadanya, semua itu dengan ancaman hukuman akan kehilangan hak tagihnya terhadap orang itu, akan tetapi dengan tidak mengurangi haknya terhadap orang yang menandatangani promes itu.
Bila pada promes itu dinyatakan hari harus dibayar, maka jangka waktu enam hari tersebut berjalan mulai satu hari setelah hari pembayaran yang dinyatakan itu. (KUHD 152, 206, 229j.)

Pasal 229j.
Bila hari terakhir suatu jangka waktu, yang terdapat dalam suatu ketentuan dalam bagian ini, jatuh pada hari raya resmi dalam arti pasal 229b bis, kewajiban bertanggungjawab itu tetap berlangsung sampai dengan hari pertama berikut yang bukan hari raya resmi. (KUHD 171.)

Pasal 229k.
Semua tuntutanhak terhadap para penerbit Surat yang disebut dalam bagian ini, atau terhadap mereka yang di samping penerbit asli telah mengeluarkan Surat itu sebagai pembayaran, kedaluwarsa dengan lampaunya waktu enam bulan, terhitung dari hari penerbilan yang asli.
Daluwarsa yang dimaksud dalam alinea yang lalu tidak dapat digunakan oleh penerbit, bila dan selama ia tidak menyediakan dananya, tidak dapat pula oleh penerbit atau oleh mereka, yang di samping penerbit asli telah mengeluarkan Surat itu sebagai pembayaran, bila mereka telah memperkaya diri dengan cara yang tidak adil; semuanya tidak mengurangi yang ditentukan dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata pasal 1967.
Terhadap daluwarsa yang disebut dalam pasal ini berlaku pasal 229a alinea kedua. (KUHD 169, 1704, 229.)

BAB VIII. REKLAME ATAU TUNTUTAN KEMBALI DALAM HAL KEPAILITAN.

Pasal 230.
Jika barang bergerak telah dijual dan diserahkan, dan harga pembeliannya belum dilunasi sepenuhnya, dalam hal kepailitan pembeli, penjual berhak untuk menuntut kembali barang itu menurut ketentuan-ketentuan berikut. (KUHPerd. 574,612, 1139-31, 1144 dst., 1266 dst., 1459, 1478,1517 dst.; KUHD 98, 231, 233 dst., 236; F. 24, 36; Rv. 714 dst.)

Pasal 231.
(s.d.u. dg. S. 1938-276.) Untuk melakukan hak penuntutan kembali disyaratkan, bahwa barang itu masih berada dalam keadaan yang sama seperti waktu diserahkan.
Bukti untuk itu diizinkan, meskipun barang itu sudah dikeluarkan dari bungkusannya, dibungkus kembali atau dikurangi. (KUHD 98, 230, 234.)

Pasal 232.
Barang bergerak, yang telah dijual baik dengan penentuan waktu maupun tanpa penentuan waktu dapat dituntut kembali, bila barang itu masih dalam perjalanan, baik di darat maupun di air, atau bila barang itu masih berada pada orang yang jatuh pailit, atau pada pihak ketiga yang menguasai atau menyimpan barang itu untuknya.
Dalam kedua hal, tuntutan kembali hanya dapat dilakukan dalam jangka waktu enam puluh hari terhitung dari hari barang itu di simpan di bawah kekuasaan orang yang paint atau pihak ketiga. (KUHPerd. 1145, 1517; KUHD 76 dst., 86 dst., 230, 238.)

Pasal 233.
Bila pembeli telah melunasi sebagian uang pembeliannya, maka pada penuntutan kembali seluruhnya, penjual wajib memberikan kembali uang yang telah diterimanya kepada harta pailit ftu. (KUHPerd. 1266 dst.; KUHD 234, 236.)

Pasal 234.
Bila barang yang dijual hanya sebagian didapatkan pada harta pailit, pemberian kembali dilakukan menurut imbangan dan dalam perbandingan dengan harga pembelian dalam keseluruhannya. (KUHD 231.)

Pasal 235.
Penjual yang menerima kembali barangnya wajib memberikan ganti rugi kepada harta orang yang jatuh pailit untuk semua yang telah dibayar atau yang masih terutang karena bea, upah pengangkutan, komisi, asuransi, avarij umum (kerugian laut umum), dan selanjutnya segala biaya yang digunakan untuk keselamatan barang dagangan. (KUHPerd. 1139-41; KUHD 76 dst., 86 dst., 91 dst., 240, 246 dst., 699.)

Pasal 236.
Bila pembeli telah mengakseptasi dengan Surat wesel atau Surat dagang lain jumlah penuh dari harga barang yang dijual dan diserahkan, maka tidak terjadi penuntutan kembali.
Bila akseptasi itu dilakukan untuk sebagian dari uang pembelian yang terutang, dapat dilakukan penuntutan kembali, asalkan untuk kepentingan harta orang yang pailit diadakan jaminan untuk hal sebagai akibat dari akseptasi itu, yang darinya dapat dituntut. (KUHPerd. 1413-11, 1415; KUHD 120 dst., 125,174 dst., 178, 188 dst., 229e dst., 230, 233, 238, 244.)

Pasal 237.
Bila barang yang dituntut kembali diambil dengan itikad baik sebagaijaminan utang oleh pihak ketiga, penjual tetap mempunyai hak menuntut kembali, akan tetapi sebaliknya mempunyai kewajiban kepada pemberi utang untuk memenuhi jumlah yang dipinamkan, dengan bunga dan biaya yang terutang. (KUHPerd. 582, 1150 dst.; KUHD 232, 241, 247.)

Pasal 238.
Tuntutan kembali barang dihapus, bila barang itu selama perjalanan dibell dengan itikad baik oleh fihak ketiga atas faktur dan atas konosemen atau surat muatan.
Namun penjual asunya dalam hal itu berhak untuk menagih pada pembeli harga pembehannya, selama belum dilunasi sebesarjumlah tagihannya, dan Ia mempunyai hak mendahului terhadap uang itu, dengan tidak diperbolehkan untuk mencampurkan uang itu dengan harta orang yang pailit.
Ketentuan alinea yang lalu berlaku juga dalam hal barang itu, setelah berada dalam penguasaan orang yang pailit atau seseorang yang bertindak untuknya, akibat pembelian dan penyerahan dengan itikad baik, telah menjadi milik pihak ketiga. (KUHPerd. 1381, 1402; KUHD 90, 232, 507 dst.; F. 41 dst.)

Pasal 239.
Para pengurus harta pailit mempunyai wewenang untuk mempertahankan harta itu, barang-barang yang dituntut kembali, asalkan memenuhi harga pembelian kepada penjual yang olehnya telah dipersyaratkan pada orang yang pailit. (F. 60.)

Pasal 240.
Selama barang bergerak yang diberikan dalam komisi masih berada pada komisioner atau pada pihak ketiga yang menguasainya atau menyimpan untuk orang yang pailit, barang-barang itu dapat dituntut kembali oleh pemberi komisi, dengan kewajiban yang dinyatakan dalam pasal 235.
Hak menuntut kembali yang sama terjadi terhadap harga pembelian barang-barang yang diberikan dalam komisi dan yang telah dbual dan diserahkan oleh komisioner, asalkan harga pembeliannya tidak dilunasi sebelum kepailitannya, walaupun komisioner telah memperhitungkan keuntungan sebagai jaminan untuk pembelinya, atau yang dinamakan del credere. (KUHD 76 dst., 246 dst.)

Pasal 241.
Jika barang-barang yang diberikan dalam komisi diambil sebagai jaminan utang oleh pihak ketiga dengan itikad baik, berlakulah peraturan-peraturan dari pasal 237.

Pasal 242.
Bila dalam harta paint terdapat surat-surat wesel, surat-surat dagang dan surat lain yang belum sampai jatuh tempo pembayarannya, atau yang sudah sampai jatuh temponya dan belum dibayar, yang diserahkan ke tangan orang yang pailit hanya dengan amanat untuk menagihkannya dan memegang jumlah uangnya untuk penggunaan pengirim, atau untuk melakukan pembayaran tertentu yang ditunjuk atau bila hal itu dimaksudkan untuk menjamin surat-surat wesel yang ditarik atas orang yang pailit dan diakseptasi olehnya, atau surat-surat yang harus dibayar di tempat tinggatnya, maka surat-surat wesel, suratsurat dagang dan surat-surat lain itu dapat dituntut kembali, selama hal ini masih berada pada orang yang pailit, atau pada pihak ketiga yang menguasai atau menyimpan untuknya, namun semua tidak mengurangi hak atas harta itu untuk minta jaminan yang untuknya mungkin dapat dituntut darinya karena akseptasi-akseptasi orang yang pailit. (KUHD 100 dst., 102a, 109c, 117, 127a, 146a, 174 dst., 178 dst., 229e dst., 231 dst., 236.)

Pasal 243.
Juga selain soal maksud atau akseptasi yang disebut dalam pasal yang lalu, surat-surat wesel, atau surat-surat dagang atau surat-surat lainnya yang dialihkan kepada orang yang pailit dapat dituntut kembali, meskipun ada sesuatu yang diinasukkan dalam rekening koran, asalkan pengirimnya pada waktu pengiriman, atau kemudian, tidak pemah berutang sama sekali untuk sesuatu jumlah pada orang yang pailit dan tidak termasuk dalam hal itu biaya yang timbul karena pengiriman itu. (KUHD 100 dst., 174 dst., 178 dst., 229e dst.)

244, 245. Dihapus dg. S. 1938-276.


BAB IX. ASURANSI ATAU PERTANGGUNGAN PADA UMUMNYA.


Pasal 246.
Asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian, di mana penanggung mengikat diri terhadap tertanggung dengan memperoleh premi, untuk memberikan kepadanya ganti rugi karena suatu kehilangan, kerusakan, atau tidak mendapat keuntungan yang diharapkan, yang mungkin akan dapat diderita karena suatu peristiwa yang tidak pasti. (KUHPerd. 1774; KUHD 60, 249, 252, 269, 286, 593.)

Pasal 247.
Pertanggungan itu antara lain dapat mengenai:
bahaya kebakaran; (KUHD 287 dst.)
bahaya yang mengancam hasil pertanian yang belum dipanen; (KUHD 299 dst.)
jiwa satu orang atau lebih; (KUHD 302 dst.)
bahaya laut dan bahaya perbudakan; (KUHD 592 dst.)
bahaya pengangkutan di darat, di sungai, dan perairan pedalaman. (KUHD 686 dst.)
Mengenai dua hal terakhir dibicarakan dalam buku berikutnya. (AB. 23; KUHPerd. 1337; KUHD 268, 599.)

Pasal 248.
Terhadap semua pertanggungan, baik yang dibicarakan dalam buku ini maupun dalam Kitab Undang-undang Hukum Dagang Buku Kedua ini, berlakulah ketentuan-ketentuan yang termuat dalam pasal-pasal berikut. (KUHD 256, 259,275, 283.)

Pasal 249.
Penanggung sama sekali tidak wajib menanggung untuk kerusakan atau kerugian yang langsung timbul karena cacat, kebusukan sendiri, atau karena sifat dan kodrat dari yang dipertanggungkan sendiri, kecuali jika dipertanggungkan untuk itu dengan tegas. (KUHD 276, 294, 637.)

Pasal 250.
Bila seseorang yang mempertanggungkan untuk dirinya sendiri, atau seseorang yang atas bebannya dipertanggungkan oleh pihak ketiga, pada waktu pertanggungan tidak mempunyai kepentingan dalam denda yang dipertanggungkan, maka penanggung tidak wajib mengganti kerugian. (KUHPerd. 1234, 1246; KUHD 257, 264 dst., 266, 268, 268, 281 dst.)

Pasal 251.
Semua pemberitahuan yang keum atau tidak benar, atau semua penyembunyian keadaan yang diketahui oleh tertanggung, meskipun dilakukannya dengan itikad baik, yang sifatnya sedemikian, sehingga perjanjian itu tidak akan diadakan, atau tidak diadak- dengan syarat-syarat yang sama, bila penanggung mengetahui keadaan yang sesungguhnya dari semua hal itu, membuat pertanggungan itu batal. (KUHPerd. 1320 dst., 1328; KUHD 269 dst., 280 dst., 306, 593, 597 dst., 603 dst.; KUHP 381.)

Pasal 252.
Kecuali dalam hal yang diuraikan oleh ketentuan undang-undang, tidak boleh diadakan pertanggungan kedua untuk waktu yang sama, dan untuk bahaya sang sama atas barang-barang yang telah dipertanggungkan untuk nilaiaya secara penuh, dengan ancaman kebatalan terhadap pertanggungan yang kedua. (KUHD 253 dst., 256-10, 266, 271 dst., 277 dst., 280, 609 dst.)

Pasal 253.
Pertanggungan yang melampaui jumlah harganya atau kepentingan yang sesungguhnya, hanyalah berlaku sampai jumlah nilainyanya
Bila nilai barang itu tidak dipertanggungkan sepenuhnya, maka penanggung, dalam hal kerugian, hanya terikat menurut perimbangan antara bagian yang dipertanggungkan dan bagi- yang tidak dipertanggungkan.
Akan tetapi bagi pihak yang berjanji bebas untuk mempersyaratkan dengan tegas, bahwa tanpa mengingat kelebihan nilai barang yang dipertanggungkan, kerugian yang diderita oleh barang itu akan diganti sampai jumlah penuh yang dipertanggungkan. (KUHD 268, 289, 677.)

Pasal 254.
pelepasan yang dilakukan pada waktu mengadakan pertanggungan atau selama berjalannya hal itu, atas hal yang menurut ketentuan undang-undang dipersyaratkan untuk hakekat perjanjian itu, atau hal yang dengan tegas dilarang, adalah batal. (AB. 23; KUHPerd. 1335 dst.; KUHD 249, 253, 256, 263, 287, 296, 299, 304, 306, 624 dst., 634, 637, 640 dst., 657, 659 dst., 688 dst., 695.)

Pasal 255.
Pertanggungan harus dilakukan secara tertulis dengan akta, yang diberi nama polis. (KUHD 256.)

Pasal 256.
Semua polis, terkecuali polis pertanggungan jiwa, harus menyatakan:
10. hari pengadaan pertanggungan itu;
20. nama orang yang mengadakan pertanggungan itu atas beban sendiri atau atas beban orang lain;
30. uraian yang cukup jelas tentang barang yang dipertanggungkan;
40. jumlah uang yang untuk itu dipertanggungkan;
50. bahaya yang diambil oleh penanggung atas bebannya;
60. waktu mulai dan berakhirnya bahaya yang mungkin terjadi atas beban penanggung;
70. Premi pertanggungan; dan
80. pada umumnya, semua keadan yang pengetahuannya tentang itu mungkin mutlak Penting bagi penanggung, dan semua syarat yang diperjanjikan antara para pihak.
Polis itu harus ditandatangani oleh setiap Penanggung (KUHD 247, a5l dst., 254, 258, 264 dst., 287, 296, 299, 302, 304, 592, 596, 624 dst., 686, 710.)

Pasal 257.
Perjanjian pertanggungan ada seketika setelah hal itu diadakan; hak mulai saat itu, malahan sebelum Polis ditandatangani. dan kewajiban kedua belah pihak dari penanggung dan dari tertanggung berjalan
Pengadaan perjanjian itu membawa kewajiban penanggung untuk menandatangani Polis itu dalam waktu yang ditentukan dan menyerahkannya kepada tertanggung. (KUHD 255, 259 dst., 681-10.)

Pasal 258.
Untuk membuktikan adanya perjanjian itu, harus ada bukti tertulis; akan tetapi semua alat bukti lain akan diizinkan juga, bila ada permulaan bukti tertulis.
Namun demikian janji dan syarat khusus, bila timbul perselisihan tentang hal itu dalam waktu antara pengadaan perjanjian dan penyerahan polisnya, dapat dibuktikan dengan semua alat bukti; akan tetapi dengan pengertian bahwa harus ternyata secara tertulis syarat yang pernyataannya secara tegas diharus dalam polis, dengan ancaman hukuman menjadi batal, dalam berbagai pertanggungan oleh ketentuan undang-undang. (KUHPerd. 1902; KUHD 68, 255, 262, 302, 603, 606, 615, 618, 681-10.)

Pasal 259.
Bila Pertanggungan langsung diadakan antara tertanggung, atau orang yang diamanatkan atau diberi wewenang untuk itu, dan penanggung, polis itu dalam 24 jam setelah pengajuan oleh penanggung harus ditandatangani dan diserahkan, kecuali bila ditentukan jangka waktu yang lebih panjang oleh ketentuan undang-undang, dalam sesuatu hal khusus. (KUHD 260, 681-10.)

Pasal 260.
Bila pertanggungan diadakan dengan perantaraan seorang makelar asuransi, polisnya yang ditandatangan harus diserahkan dalam delapan hari setelah mengadakan perjanjian. (KUHD 64, 684.)

Pasal 261.
Bila ada kelalaian dalam hal yang ditentukan dalam kedua pasal yang lalu, penanggung atau makelar untuk kepentingan tertanggung, wajib mengganti kerugian yang mungkin dapat timbul karena kelalaian itu. (KUHD 681.)

Pasal 262.
Orang yang setelah menerima perintah orang lain untuk mempertanggungkan, menahan atas bebannya sendiri, dianggap menjadi penanggung dengan syarat yang diajukan semula, dan bila tidak diajukan syarat itu, maka dengan syarat sedemikian dapat dipakai untuk mengadakan pertanggungan itu, di tempat is seharusnya melaksanakan perintah itu atau bila ini tidak ditunjukkan, pada tempat tinggainya. (KUHD 60, 264.)

Pasal 263.
Pada penjualan dan segala peralihan hak milik atas barang yang dipertanggungkan, pertanggungannya berlangsung untuk keuntungan pembeli atau pemilik baru, bahkan tanpa penyerahan, sepanjang mengenai kerugian yang timbul setelah barang itu menjadi keuntungan atau kerugian pembeli atau mereka yang haru memperolehnya; semua hal demikian berlaku, kecuali bila dipersyaratkan sebaliknya antara penanggung dan tertanggung yang asli.
Bila pada waktu penjualan atau peralihan hak milik, pembeli atau pemilik baru menolak untuk mengambil alih pertanggungannya, dan tertanggung asli masih tetap mempunyai kepentingan dalam barang yang dipertanggungkan, maka pertanggungan itu akan tetap berjalan untuk kepentingannya. (KUHPerd. 584, 1459 dst.; KUHD 281, 321.)

Pasal 264.
Pertanggungan dapat diadakan tidak hanya atas beban sendiri, akan tetapi juga atas beban pihak ketiga, baik berdasarkan amanat umum atau khusus, maupun di luar pengetahuan yang berkepentingan sekalipun, dan untuk hal itu harus diindahkan ketentuan-ketentuan berikut. (KUHPerd. 1354 dst., 1792 dst.; KUHD 262, 333, 378, 598.)

Pasal 265.
Pada pertanggungan untuk pihak ketiga, harus dengan tegas dinyatakan dalam polisnya, adakah hal itu terjadi berdasarkan pemberian amanat, ataukah di luar pengetahuan yang berkepentingan. (KUHD 256, 264.)

Pasal 266.
Pertanggungan tanpa pemberian amanat dan di luar pengetahuan yang berkepentingan, adalah batal, bila dan sejauh barang yang sama itu telah dipertanggungkan oleh yang berkepentingan, atau oleh pihak ketiga atas amanatnya, sebelum saat ia mengetahui tentang pertanggungan yang diadakan di luar pengetahuannya. (KUHPerd. 1357; KUHD 252, 254, 264, 277 dst., 281, 333, 378, 598, 652.)

Pasal 267.
Bila dalam polisnya tidak dinyatakan, bahwa pertanggungan itu diadakan atas beban pihak ketiga, tertanggung dianggap telah mengadakannya untuk dirinya sendiri. (KUHD 265, 281 dst.)

Pasal 268.
Pertanggungan dapat menjadikan sebagai pokok yakni semua kepentingan yang dapat dinilai dengan uang, dapat terancam bahaya dan tidak dikecualikan oleh undang-undang. (KUHD 247, 250, 599.)

Pasal 269.
Semua pertanggungan yang diadakan atas suatu kepentingan apa pun, yang kerugiannya terhadap itu dipertanggungkan, telah ada pada saat mengadakan perjanjiannya, adalah batal, bila tertanggung atau orang yang dengan atau tanpa amanat telah menyuruh mempertanggungkan, telah mengetahui tentang adanya kerugian itu. (KUHPerd. 1328; KUHD 246, 251, 281 dst., 306, 597 dst., 604, 606; KUHP 381.)

Pasal 270.
Persangkaan ada, bahwa orang telah mengetahui tentang kerugian itu, bila hakim dengan mengindahkan keadaannya, berpendapat bahwa sejak adanya kerugian itu telah lampau begitu banyak waktu, sehingga tertanggung telah dapat mengetahuinya.
Dalam hal keragu-raguan, hakim bebas untuk memerintahkan tertanggung dan pemegang amanatnya bersumpah, bahwa mereka pada waktu mengadakan perjanjiannya tidak mengetahui tentang adanya kerugian itu.
Bila sumpah itu dibebankan oleh satu pihak kepada pihak lawannya, maka sumpah itu dalam segala hal oleh hakim harus diperintahkan. (KUHPerd. 1916-30; 1929 dst., 1940 dst.; KUHD 282, 597 dst.)

Pasal 271.
Penanggung selalu dapat mempertanggungkan lagi hal yang telah ditanggung olehnya. (KUHD 252, 279.)

Pasal 272.
Bila tertanggung membebaskan penanggung dari kewajibannya untuk waktu yang akan datang melalui pengadilan ia dapat mempertanggungkan lagi kepentingannya untuk bahaya itu juga.
Dalam hal itu, dengan ancaman hukuman menjadi batal, harus disebutkan dalam polis yang baru, baik pertanggungan yang lama maupun pemutusan melalui pengadilan. (KUHD 279 dst., 281 dst.)

Pasal 273.
Bila nilai barang yang dipertanggungkan tidak dinyatakan dalam polisnya oleh para pihak, hal itu dapat dibuktikan dengan semua alat bukti. (KUHPerd. 1866; KUHD 256, 295, 621 dst.)

Pasal 274.
Meskipun nilai itu dinyatakan dalam polisnya, hakim mempunyai wewenang untuk memerintahkan kepada tertanggung untuk menguraikan dasar layaknya nilai yang dinyatakan, bila diajukan alasan yang menimbulkan persangkaan yang mempunyai dasar karena pemberitahuan nilai yang terlalu tinggi.
Penanggung dalam segala hal mempunyai kekuasaan untuk membuktikan terlalu tingginya nilai yang dinyatakan itu di depan hakim. (KUHPerd. 1922; KUHD 253, 275, 295, 619.)

Pasal 275.
Akan tetapi bila barang yang dipertanggungkan sebelumnya telah dinilai oleh ahli yang diperuntukkan bagi itu oleh para pihak, dan bila dituntut, disumpah oleh hakim, maka penanggung tidak dapat membantahnya, kecuali dalam hal adanya penipuan; semuanya ini tidak mengurangi pengecualian yang dibuat dalam ketentuan undang-undang. (KUHPerd. 1328, 1449; KUHD 282, 295, 619.)

Pasal 276.
Tiada kerugian atau kerusakan yang disebabkan oleh kesalahan dari tertanggung sendiri, dibebankan pada penanggung. Bahkan ia boleh tetap memegang atau menagih preminya, bila ia sudah mulai memikul bahaya. (KUHD 249, 282, 290, 294, 307, 637, 693.)

Pasal 277.
Bila berbagai pertanggungan diadakan dengan itikad balk terhadap satu barang saja, dan dengan yang pertama ditanggung nilai yang penuh, hanya inilah yang berlaku dan penanggung berikut dibebaskan.
Bila pada penanggung pertama tidak ditanggung nilai penuh, maka penanggung berikutnya bertanggung jawab untuk nilai selebihnya menurut urutan waktu mengadakan pertanggungan itu. (KUHD 252.)

Pasal 278.
Bila pada satu polis saja, meskipun pada hari yang berlainan oleh berbagai penanggung dipertanggungkan lebih dari nilainya, mereka bersama-sama, menurut perimbangan jumlah yang mereka tandatangani, hanya memikul nilai sebenarnya yang dipertanggungkan.
Ketentuan itu juga berlaku, bila pada hari yang sama, terhadap satu benda yang sama diadakan berbagai pertanggungan. (KUHD 277, 280.)

Pasal 279.
Tertanggung dalam hal-hal yang disebut dalam dua pasal yang lalu, tidak boleh membatalkan pertanggungan yang lama agar dengan demikian penanggung yang kemudian terikat.
Bila tertanggung membebaskan penanggung-penanggung pertama, ia dianggap menetapkan diri mengganti tempat mereka sebagai penanggung untuk jumlah yang sama dan urutan yang sama.
Bila ia mengadakan pertanggungan ulang untuk dirinya, maka para penanggung ulang mengganti tempatnya dalam urutan itu juga. (KUHD 271 dst.)

Pasal 280.
Tak dianggap sebagai perjanjian yang tidak diperkenankan, bila setelah pertanggungan suatu barang untuk nilai penuhnya, yang berkepentingan selanjutnya mempertanggungkannya, untuk seluruhnya atau sebagian, dengan ketentuan tegas, bahwa ia hanya akan dapat melakukan haknya terhadap para penanggung, bila dan selama ia tidak akan dapat menagih ganti rugi pada penanggung yang dahulu.
Dalam hal perjanjian yang demikian, perjanjian yang diadakan sebelum itu, dengan ancaman hukuman akan menjadi batal, harus diuraikan dengan jelas dan begitu pula akan berlaku ketentuan pasal 277 dan pasal 278 terhadap itu. (KUHD 252.)

Pasal 281.
Dalam segala hal di mana perjanjian pertanggungan untuk seluruhnya atau sebagian gugur, atau menjadi batal, dan asalkan telah bertindak dengan itikad baik, penanggung harus mengembalikan preminya, baik untuk seluruhnya atau sebagian yang sedemikian untuk mana Ia belum menghadapi bahaya. (KUHD 250 dst., 266 dst., 269, 272, 276, 603, 615, 618, 635 dst., 652 dst., 662.)

Pasal 282.
Bila batalnya perjanjian terjadi berdasarkan akal busuk, penipuan atau kejahatan tertanggung, penanggung mendapat preminya, dengan tidak mengurangi tuntutan pidana, bila ada alasan untuk itu. (KUHPerd. 1328, 1453; KUHD 270, 653; KUHP 381.)

Pasal 283.
Dengan tidak mengurangi ketentuan khusus yang dibuat tentang berbagai macam pertanggungan, tertanggung wajib dengan giat mengusahakan, agar kerugian terhindar atau berkurang, setelah kejadian tersebut ia harus segera memberitahukan kepada penanggung; semua dengan ancaman penggantian kerugian, biaya dan bunga, bila ada alasan untuk itu.
Biaya yang dikeluarkan oleh tertanggung untuk menghindari atau mengurangi kerugian menjadi beban penanggung, meskipun hal itu bila ditambahkan pada kerugian yang diderita, melampaui jumlah uang yang dipertanggungkan, atau daya upaya yang dilakukan itu telah sia-sia belaka. (KUHPerd. 1357; KUHD 249, 294, 654, 718.)

Pasal 284.
Penanggung yang telah membayar kerugian barang yang dipertanggungkan, memperoleh semua hak yang sekiranya dimiliki oleh tertanggung terhadap pihak ketiga berkenaan dengan kerugian itu; dan tertanggung bertanggurgjawab untuk setiap perbuatan yang mungkin merugikan hak penanggung terhadap pihak ketiga itu. (KUHPerd. 1354, 1365 dst., 1402; KUHD 290, 637, 656, 693.)

285.Dihapus dg. s. igo6-348.

Pasal 286.
Perseroan-perseroan pertanggungan atau penjaminan timbal-balik harus menaati ketentuan dalam perjanjiannya dan peraturan yang berlaku, dan bila tidak lengkap, harus menurut asas-asas hukum pada umumnya. Larangan-larangan yang termuat dalam pasal 289 alinea terakhir, secara khusus juga berlaku terhadap perseroan-perseroan ini. (KUHD 15, 53, 308; S. 1870-64 pasal 10.)

BAB X. ASURANSI ATAU PERTANGGUNGAN TERRADAP BAHAYA-BAHAYA KEBAKARAN,
TERHADAP BAHAYA-BAHAYA YANG MENGANCAM HASIL PERTANIAN YANG
BELUM DIPANENI, DAN TENTANG PERTANGGUNGAN JIWA.
Bagian 1. Pertanggungan Terhadap Bahaya Kebakaran.

Pasal 287.
Selain menyatakan persyaratan dalam pasal 256, polis kebakaran harus menerangkan:
10. letak dan batas barang tetap yang dipertanggungkan;
20. penggunaannya;
30. sifat dan penggunaan bangunan-bangunan yang berbatasan, selama hal itu dapat mempunyai pengaruh terhadap pertanggungannya;
40. nilai barang yang dipertanggungkan;
50. letak dan batas bangunan dan tempat, di mana barang bergerak yang dipertanggungkan berada, disimpan atau ditumpuk. (KUHPerd. 1186-41; KUHD 247 dst., 254, 256-30, 258, 263, 272, 293, 300, 302, 624 dst, 688; Rv. 101.)

Pasal 288.
Pada pertanggungan milik yang dibangun dipersyaratkan, akan diganti kerugian yang diderita pada persil itu, atau persil itu akan dibangun kembali atau diperbaiki paling tinggi sampai jumiah yang dipertanggungkan.
Dalam hal yang pertama, kerugiannya dihitung dengan memperbandingkan nilai persil sebelum bencana, dengan nilai sisanya segera setelah kebakaran, dan kerugiannya diganti dengan uang tunai.
Dalam hal kedua, penanggung wajib membangun kembali atau memperbaikinya. Penanggung mempunyai hak untuk mengawasi, bahwa uang yang harus dibayar olehnya, dalam waktu yang ditentukan, kalau perlu oleh haldm, sungguh digunakan untuk tujuan itu; hakim bahkan dapat memerintahkan kepada tertanggung atas tuntutan penanggung, bila ada alasannya, untuk menjamin hal itu secukupnya. (KUHPerd. 1241; KUHD 283.)

Pasal 289.
Pertanggungan dapat dilakukan untuk nilai penuh barang yang dipertanggungkan.
Dalam hal persyaratan pembangunan kembali, dipersyaratkan oleh tertanggung, bahwa biaya yang diperlukan untuk pembangunan kembali itu, akan diganti oleh penanggung.
Akan tetapi pada persyaratan itu pertanggungan sekali-kali tidak boleh melampaui tiga perempat biaya itu. (KUHD 53, 253, 286, 288.)

Pasal 290.
yang dibebankan pada penanggung adalah semua kerugian dan kerusakan yang menimpa barang yang dipertanggungkan karena kebakaran yang disebabkan oleh cuaca yang sangat buruk atau peristiwa lain, apinya sendiri, kelalaian, kesalahan atau kejahatan pelayan sendiri, tetangga, musuh, perampok, dan lain-lainnya dengan nama apa pun, dengan cara apa pun terjadinya kebakaran itu, direncanakan atau tidak direncanakan, biasa atau tidak biasa, tanpa ada yang dikecualikan. (KUHPerd - 1367, 1565; KUHD 276, 282, 284, 291 dst., 294, 637.)

Pasal 291.
Kerugian yang disebabkan oleh kebakaran disamakan dengan kerugian sebagai akibat kebakaran, juga bila hal itu terjadi dari kebakaran dalam bangunan-bangunan yang berdekatan, misalnya barang-barang yang dipertanggungkan berkurang atau membusuk, karena air atau alat lain yang digunakan untuk menahan atau memadamkan kebakaran itu, atau hilangnya sesuatu dari barang itu karena pencurian, atau sebab lain, selama pemadaman kebakaran atau penyelamatannya; juga kerusakan yang disebabkan oleh penghancuran seluruhnya atau sebagian barang yang dipertanggungkan, yang terjadi atas perintah pihak atasan untuk menahan menjalamya kebakaran yang terjadi. (ISR. 133; Onteig 84.)

Pasal 292.
Demikian pula kerugian yang disebabkannya oleh ledakan mesiu, ketel uap, sambaran petir, atau sebab lainnya, meskipun meledaknya, pecahnya atau sambaran itu tidak mengakibatkan kebakaran, disamakan dengan kerugianyang disebabkan oleh kebakaran.

Pasal 293.
Bila sebuah bangunan yang dipertanggungkan diperuntukkan bagi penggunaan lain, dan karena itu besar kemungkinan bahaya kebakaran lebih banyak, sehingga bila hal itu telah ada sebelum dipertanggungkan, penanggung tidak akan mempertanggungkan sama sekali atau tidak atas dasar syarat yang sama seperti itu, maka berhentilah kewajibannya. (KUHD 287-20, 638, 652 dst.)

Pasal 294.
Penanggung terbebas dari kewajibannya untuk memenuhi penggantian kerugian, bila ia membuktikan, bahwa kebakaran itu disebabkan oleh kesalahan atau kelalaian besar tertanggung sendiri. (KUHPerd. 1366; KUHD 2, 249, 276, 283, 290.)

Pasal 295.
Pada pertanggungan atas barang-barang bergerak dan barang-barang dagangan dalam rumah, gudang atau tempat penyimpanan lain, bila tidak ada atau tidak lengkap alat-alat bukti yang dinyatakan dalam pasal-pasal 273, 274 dan 275, hakim dapat memerintahkan tertanggung untuk bersumpah.
Kerugiannya dihitung menurut nilai barang-barang yang ada pada waktu ada kebakaran. (KUHPerd. 1940 dst.)

Pasal 296.
Bila tidak diadakan persyaratan khusus dalam polis tentang barang-barang bergerak, harta dalam rumah, perkakas rumah dan perhiasan rumah, maka pernyataan-pernyataan itu diberi arti sedemikian seperti yang diuraikan dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata Buku Kedua Bab I, Bagian 4. (KUHPerd. 512 dst.; KUHD 356-51.)

Pasal 297.
Bila pada suatu hipotek antara debitur dan penagihnya dipersyaratkan, bahwa dalam hal ada kerugian menimpa persil yang dihipotekkan yang dipertanggungkan atau yang akan dipertanggungkan, uang asuransinya sampai jumlah utang dan bunga yang terutang, akan menggantikan hipotek itu, maka penanggung yang diberitahukan persyaratan itu wajib memperhitungkan ganti rugi yang terutang dengan penagih utang hipotek. (KUHPerd. 613, 1162 dst.; KUHD 268, 288; S. 1908-542 pasal 14.)

Pasal 298.
Persyaratan dalam pasal di atas tidak mempunyai akibat, kecuali bila dan sepanjang penagih utang hipotek akan mendapat keuntungan, seandainya kerugian itu tidak terjadi. (KUHPerd. 1209 dst.)

Bagian 2. Pertanggungan Terhadap Bahaya yang Mengancam Hasil
Pertanian yang Belum Dipaneni.

Pasal 299.
Selain syarat-syarat yang tercantum dalam pasal 256, pohs itu harus menyatakan:
10. letak dan batas-batas tanah yang hasilnya dipertanggungkan;
20. penggunaannya. (KUHPerd. 1186-41; KUHD 247, 251, 254, 258, 263, 272, 287-10 dan 21; Rv. 101.)

Pasal 300.
Pertanggungannya dapat diadakan untuk satu tahun atau lebih.
Bila tidak ada penentuan waktu, dianggap bahwa pertanggungan itu diadakan untuk satu tahun. (KUHPerd. 1597.)

Pasal 301.
Pada penyusunan penghitungan kerugian, dihitung berapa nilai hasil pada waktu dipanen atau dinikmati tanpa terjadinya bencana, dan nilainya setelah bencana itu. Penanggung membayar selisihnya sebagai ganti rugi. (KUHD 273 dst., 288.)

Bagian 3. Pertanggungan Jiwa.

Pasal 302.
(s.d.u. dg. S. 1876-141.) Jiwa seseorang dapat dipertanggungkan untuk keperluan orang yang berkepentingan, baik untuk selama hidup ataupun untuk suatu waktu yang ditentukan dengan perjanjian. (KUHD 247 dst., 304-40.)

Pasal 303.
Yang berkepentingan dapat mengadakan pertanggungan, bahkan di luar pengetahuan atau izin dari orang yang jiwanya dipertanggungkan.

Pasal 304.
Polis itu memuat:
10. hari pengadaan pertanggungan itu;
20. nama tertanggung;
30. nama orang yang jiwanya dipertanggungkan;
40. waktu bahaya bagi penanggung mulai berjalan dan berakhir;
50. jumlah uang yang dipertanggungkan;
60. premi pertanggunganriya. (KUHD 254, 256, 258, 302, 306.)

Pasal 305.
Perencanaan jumlah uangnya dan penentuan syarat pertanggungannya, sama sekali diserahkan kepada persetujuan kedua belah pihak. (KUHPerd. 1780.)

Pasal 306.
Bila orang yang jiwanya dipertanggungkan pada waktu pengadaan pertanggungan telah meninggal dunia , gugurlah perjanjian itu, meskipun tertanggung tidak dapat mengetahui tentang meninggalnya itu; kecuali bila dipersyaratkan lain. (KUHPerd. 1779; KUHD 251 dst., 269, 281.)

Pasal 307.
Bila orang yang mempertanggungkanjiwanya bunuh diri atau dihukum mati, gugurlah pertanggungannya. (KUHD 276.)

Pasal 308.
Dalam bagian ini tidak termasuk dana janda, perkumpulan-perkumpulan tunjangan hidup (tontine), perseroan pertanggungan jiwa timbal-balik, dan perjanjian lain semacam itu yang berdasarkan kemungkinan hidup dan kematian, yang untuk itu diharuskan mengadakan simpanan atau sumbangan tertentu atau kedua-duanya. (KUHD 286; S. 1870-64 pasal 10.)