ONTOLOGI DALAM ILMU FILSAFAT

KAJIAN ONTOLOGI

MAKALAH
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Filsafat Ilmu

Oleh :
Dausat Al Baihaqi D01208133

Dosen Pembimbing :
Prod. Dr. H. M. Sholeh, M. Pd.

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH
SURABAYA
2009


KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah Tuhan seru sekalian alam yang telah melimpahkan Rahmat serta Hidayah-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Shalawat serta salam semoga tetap tersanjungkan kepada baginda Rasul Muhammad SAW yang dengan jerih payahnya telah mampu merubah peradaban yang tidak mengenal perikemanusiaan menuju peradaban yang penuh dengan kebaikan.
Dalam kesempatan ini, dengan penuh rasa suka cita penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu dalam pembuatan makalah ini, terutama kepada Bapak Dosen Mata Kuliah Filsafat Ilmu yang telah memberikan kepercayaannya kepada kami untuk membuat makalah yang kami beri judul "KAJIAN ONTOLOGI"
Penulis menyadari bahwa dalam makalah yang telah dibuat ini masih banyak kesalahan yang harus diperbaiki, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca yang budiman agar dalam pembuatan makalah yang berikutnya tidak terjadi kesalahan serupa.
Surabaya, 04 Juni 2009

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Menyelidiki kenyataan menurut dasarnya yang paling mendalam, paling luas dan paling padat merupakan sasaran setiap filsafat. Akan tetapi misalnya filsafat manusia dan alam-dunia, filsafat pengetahuan dan moral, filsafat ketuhanan dan agama, dan filsafat lainnya mana pun, itiu semua masih terbatas, mereka meliputi salah satu bidang tertentu saja.
Ontologi yang nota bene merupakan salah satu dari tiga cabang besar dalam filsafat, memberikan jawaban dari permasalahan diatas. Ontologi atau yang di kenal juga dengan istilah metafisika umum adalah cabang filsafat yang membahas tentang yang ada secara universal, yaitu berusaha mencari inti yang dimuat setiap kenyataan yang meliputi segala realita dalam semua bentuknya.
Berbicara mengenai ontologi, sebenarnya bukan membicarakan hal-hal yang konkret, melainkan berbicara tentang berbagai hal yang menjadi hakikat atau esensi dari hal-hal yang menjadi obyeknya. Hakikat dalam tataran ontologi adalah hal senantiasa ada dalam ketetapannya.Dalam pembahasan mengenai esensi atau hakikat dari obyek ontologi ini sejatinya akan menimbulkan banyak presepsi karena memang sifatnya yang spekulatif.


B. Rumusan Masalah
Dalam makalah ini, penulis mengajukan beberapa rumusan masalah yang kami susun sebagai berikut:
1. Bagaimana konsep ontologi ?
2. Masalah-masalah apa saja yang mendasarinya ?
3. Bagaimana aliran-aliran filsafat mengartikan nilai dari sebuah
keber-ada-an ?


BAB II
PEMBAHASAN

A. Konsepsi
Pada masanya, para filfus prasokratis sudah melaksanakan filsafat. Tetapi minat mereka terarah kepada physis. Yaitu dunia pengamatan. Aristoteles sependapat dengan Plato, Bahwa physis itu kurang tetap dan kurang stabil. Filsafat dengan physis belum mencapai dasar terdalam. Maka oleh Aristoteles filsafat prasokratis disebut filsafat ‘kedua’. Masih tetap mencari filsafat yang merupakan derajat tertinggi dalam pengetahuan manusia, yang tidak dapat diatasi lagi. Filsafat itu baru disebut filsafat “pertama’. Istilah pertama sendiri tidak berarti bahwa bagian filsafat itu harus ditempatkan di depan, tetapi menunjukkan kedudukan dan kepentingannya.
Aristoteles menyusun filsafat yang pertama dengan berpangkal dari yang berkembang (physis). Di satu pihak sebenarnya Aristoteles sependapat denga Plato untuk mencari kenyataan yang mengatasi dunia fisik (ta hyper ta physika) dan yang membelakangi dunia fisik itu (ta meta ta phisika), namun di sisi yang lain Aristoteles tidak sependapat dengan Plato yang manyatakan bahwa hanya ada dunia bukan-fisik (ta paradeigmata, atau idea-idea) yang mempunyai kenyataan sungguh-sungguh. Menurut Aristoteles sendiri bahwa selain dunia bukan-fisik juga ada dunia fisik. Oleh karena itu filsafat pertama itu harus meliputi baik ta hyper ta physika dan ta meta ta phisika.
Kata ontologi, barasal dari dua kata dasar yaitu Ontos dan Logos. Ontos yang berarti Ada dan Logos yang berarti Ilmu. Sehingga secara global istilah onntologi bisa diartikan sebagai suatu ilmu yang mengkaji tentang hakiat dari segala sesuatu Yang-Ada. Hakikat dalam kajian ontologi adalah keadaan sebenarnya dari sesuatu, bukan keadaan sementara yang selalu berubah-ubah.
Pertanyaan yang utama dalam kajian ontologi adalah pertanyaan tentang ‘mengada’, dan pertanyaan ini muncul dari pemahaman tentang kanyataan konkret. Dengan demikian ontologi menanyakan sesuatu yang serba tidak dikenal. Andaikan sama sekali tidak dikenal, mustahillah pernah ada pertanyaan.
Dalam kajian lain ontologi juga dikenal dengan istilah ‘metafisika umum’ dengan demikian, ontologi dapat difahami sebagai ‘pohon filsafat’ atau filsafat itu sendiri. Ontologi diistilahkan dengan metafisika umum adalah dikarenakan ontologi ingin menyatukan seluruh kenyataan dalam satu visi menyeluruh menurut intinya yang paling mutlak dan mancari pengalaman tentang urusan yang terdalam.




B. Permasalahan
Dalam kajian ontologi ada beberapa masalah yang perlu dipahami dan dicermati
1. Jumlah dan ragam
Ontologi membahas tentang yang ada, yang tidak terikat oleh satu perwujudan tertentu. Ontologi membahas tentang yang ada yang universal, menampilkan pikiran semesta universal. Ontologi berupaya mencari inti yang termuat dalam setiap kenyataan. Kenyataan itu baik dari pengalaman pribadi maupun dari sejarah pemikiran muncul persoalan tentang kesatuan dan kebanyakan, tentang ketunggalan dan kegandaan, tantang keekaan dan keanekaan, tentang kesamaan dan keberlainan. Persoalan itu merupakan pertanyaan ontologi yang paling fundamental, sebab menentukan sudut pandang pertama mengenai kenyataan seutuhnya, dan menberikan arah utama bagi seluruh ontologi.

2. Pertentangan
Rasanya orang-orang harus memilih salah satu di antara dua kemungkinan tersebut (antara kenyataan yang satu dan yang beragam), jikalau kenyataan itu bersatu, maka kiranya menjadi satu, tunggal, esa dan tidak akan menjadi banyak, ganda dan aneka. Dan demikian pula sebaliknya, jikalau jika kenyataan itu mengandung perbedaan. Atau sekurang-kurangnya salah satu menjadi sifat utama dan karakteristik bagi kenyataan, sedangkan sifat lainnya marupakan kekurangan dan kemerosotan
3. Hampiran
Untuk menolak pemecahan persoalan awal ini, ontologi harus menolak dari kenyataan konkret menurut apa adanya. Tidak akan diusahakan menjawab pertanyaan:”Karena apa ada suatu kenyataan?” keniscayaan mengada atau tidaknya itu mustahil diuraikan secara apriori. Adanya kenyataan diterima saja sebagai fakta, dan ontologi berusaha menetapkan batas-batas struktur-strkturnya.
Analisis mengenai keseluruhan kenyataan tidak akan dimulai dengan berefleksi tentang kesadaran manusia akan pertanyaan mengenai mengada-pada-umumnya (I’etre, Sein, bieng). Andaikata demikian, maka akan bahaya bahwa rumusan pertanyaan pun telah memuat kekurangan. Titik pangkal penelitian ialah kesadaran manusia mengenai dirinya sendiri sebagai data. Disitulah manusia paling dekat dengan kenyataan.

C. Aliran-aliran
Di dalam pemahaman ontologi dapat diketemukan pandangan-pandangan pokok pemikiran sebagai berikut:
1. Monoisme
Monisme adalah aliran yang memberikan gagasan metafisis bahwa kosmos terbuat dari satu jenis Zat .. Haruslah satu hakikat saja sebagai sumber yang asal, baik yang asal berupa materi ataupun berupa rohani. Tidak mungkin ada hakikat masing-masing bebas dan berdiri sendiri. Haruslah salah satunya merupakan sumber yang pokok dan dominan menentukan perkembangan yang lainnya. Paham ini kemudian terbagi ke dalam dua aliran:
a. Materialisme
Menurut aliran ini, yang sesungguhnya ada adalah keberadaan yang bersifat material atau bergantung terhadap materi. Menurutnya, zat mati (materi) merupakan kenyataan dan satu-satunya fakta, aliran ini juga menolak segala sesuatu yang tidak kelihatan. Yang ada hanyalah materi. Sedangkan yang lainnya, yaitu jiwa atau ruh tidaklah merupakan suatu kenyataan yang berdiri sendiri seperti halnya jiwa dan badan (materi). Tanpa jiwa badan dapat hidup, tapi jiwa tanpa bahan tidak akan dapat hidup. Contohnya jantung katak yang dikeluarkan dari tubuhnya masih dapat berdenyut beberapa detik. Sedangkan tidak akan pernah ada katak tanpa badan (materi) . ini..
b. Idealisme
Sebagai lawan materialisme adalah aliran idealisme. Idealisme diambil dari kata "Idea", yaitu sesuatu yang Nadir dalam jiwa. Aliran ini beranggapan bahwa hakikat kenyataan yang beraneka ragam itu semua berasal dari ruh (sukma) atau sejenis dengannya, yaitu sesuatu yang tidak berbentuk dan menempati ruang.
Aliran ini menjadikan 'AKU' sebagai dasar tindakan yang merupakan subyek yang sekonkret-konkretnya dan dianggap sebagai satu-satunya realitas. 'AKU' berfikir bahwa segala sesuatu sebetulnya tak lain dari pada saya. Saya sadar akan dunia dan orang-orang sekitar saya. Mereka ada di dalam kesadaran saya. Jadi seluruh realita yang nampak ini adalah karena AKU berfikir.
2. Dualisme
Dualisme merupakan aliran filsafat yang mencoba memadukan antara dua faham yang saling bertentangan yaitu materialisme dan idealisme. Dualisme mengatakan bahwa materi dan ruh sama-sama hakikat. Materi muncul bukan karena roh, begitu pula roh tidak muncul karena materi. Kedua macam hakikat itu masing-masing bebas dan berdiri sendiri, sama-sama azali dan abadi. Contoh yang paling jelas tentang adanya kerja sama kedua hakikat ini ialah dalam diri manusia. Tokoh paham ini adalah Descartes (1596-1650 M) yang dianggap sebagai bapak filsafat modern. la menamakan kedua hakikat itu dengan istilah dunia kesadaran (ruhani) dan dunia ruang (kebendaan).


3. Pluralisme
Paham ini berpandangan bahwa segenap macam bentuk merupakan kenyataan. Pluralisme bertolak dari keseluruhan dan mengakui bahwa segenap macam bentuk itu semuanya nyata. Pluralisme dalam Dictionary of Philosophy and Religion dikatakan sebagai paham yang menyatakan bahwa kenyataan ini tersusun dari banyak unsur, lebih dari satu atau dua entitas. Tokoh aliran ini pada masa Yunani Kuno adalah Anaxagoras dan Empedocles yang menyatakan bahwa substansi yang ada itu terbentuk dan terdiri dari 4 unsur, yaitu tanah, air, api, dan udara
Tokoh modern aliran ini adalah William James (1842-1910 M). kelahiran New York dan terkenal sebagai seorang psikolog dan filosof Amerika. Dalam bukunya The Meaning of Truth James mengemukakan, tiada kebenaran yang mutlak, yang berlaku umum, yang bersifat tetap, yang berdiri sendiri, lepas dari akal yang mengenal. Sebab pengalaman kita berjalan terus, dan segala yang kita anggap benar dalam perkembangan pengalaman itu senantiasa berubah, karena dalam praktiknya apa yang kita anggap benar dapat dikoreksi oleh pengalaman berikutnya. Oleh karena itu, tiada kebenaran yang mutlak, yang ada adalah kebenaran-kebenaran, yaitu apa yang benar dalam pengalaman-pengalaman yang khusus, yang setiap kali dapat diubah oleh pengalaman berikutnya. Kenyataan terdiri dari banyak kawasan yang berdiri sendiri. Dunia bukanlah suatu universum, melainkan suatu multi-versum. Dunia adalah suatu. yang terdiri dari banyak hal yang beraneka ragam atau pluralis.
4. Nihilisme
Nihilisme berasal dari Bahasa Latin yang berarti nothing atau tidak ada. Sebuah doktrin yang tidak mengakui validitas alternatif yang positif. Istilah nihilisme diperkenalkan oleh Ivan Turgeniev dalam novelnya Fathers and Childern yang ditulisnya pada tahun 1862 di Rusia.
Doktrin tentang nihilisme sebenarnya sudah ada semenjak zaman Yunani Kuno, yaitu pada pandangan Gorgias (483-360 SM) yang memberikan tiga proposisi tentang realitas. Pertama, tidak ada sesuatu pun yang eksis. Realitas itu sebenarnya tidak ada. Bukankah Zeno juga pernah sampai pada kesimpulan bahwa hasil pemikiran itu selalu tiba pada paradoks. Kita harus menyatakan bahwa realitas itu tunggal dan banyak, terbatas dan tak terbatas, dicipta dan tak dicipta. Karma kontradiksi tidak dapat diterima, maka pemikiran lebih baik tidak menyatakan apa-apa tentang realitas. Kedua, bila sesuatu itu ada, isi tidak dapat diketahui. Ini disebabkan oleh penginderaan itu tidak dapat dipercaya, penginderaan itu sumber ilusi. Akal juga tidak mampu meyakinkan kita tentang bahan alam semesta ini karma kita telah dikungkung oleh dilema subjektif. Kita berpikir sesuai dengan kemauan, ide kita, yang kita terapkan pada fenomena. Ketiga, sekalipun realitas itu dapat kita ketahui, isi tidak akan dapat kita beritahukan kepada orang lain.

5. Agnostisisme
Agnosticisme adalah aliran yang mengatakan bahwa manusia tidak mungkin mengetahui hakikat sesuatu di balik kenyataan ini. Baik hakikat materi maupun hakikat ruhani. Kata Agnosticisme sendiri berasal dari bahasa Grik Agnostos yang berarti unknown. A artinya not, Gno artinya know. Manusia dengan semua keterbatasannya tidak mungkin tahu apa hakikat sesuatu yang ada, baik oleh inderanya maupun oleh pikirannya.
Timbulnya aliran ini dikarenakan belum dapatnya orang mengenal dan mampu menerangkan secara konkret akan adanya kenyataan yang berdiri sendiri dan dapat kita kenal. Aliran ini dengan tegas selalu menyangkal adanya suatu kenyataan mutlak yang bersifat trancendent.

BAB III
PENUTUP

Kata ontologi, barasal dari dua kata dasar yaitu Ontos dan Logos. Ontos yang berarti Ada dan Logos yang berarti Ilmu. Sehingga secara global istilah onntologi bisa diartikan sebagai suatu ilmu yang mengkaji tentang hakiat dari segala sesuatu Yang-Ada. Hakikat dalam kajian ontologi adalah keadaan sebenarnya dari sesuatu, bukan keadaan sementara yang selalu berubah-ubah.
Dalam kajian ontologi ada beberapa masalah yang perlu dipahami dan dicermati yaitu jumlah dan ragam, pertentangan dan hampuran. Dalam tataran ontologi ini ada beberapa aliran filsafat yang mencoba menilai tentang makna yang-ada, di antaranya :
1. Aliran Monisme yang berpendapat bahwa Monisme bahwa kosmos terbuat dari satu jenis Zat.
2. Aliran Dualime yang beranggapan bah segala sesuatu berasal dari materi dan pikiran yang kedua-duanya sama-sama hakiki
3. Pluralisme yang berasumsi bahwa hakikat dari segala sesuatu adalah berasal dari keberagaman dan tidak bersifat tunggal
4. Nihilisme yang memberikan tanggapannya bahwa sebenarnya tidak ada istilah kebenaran hakiki tentanf segala sesuatu
5. Agnosticisme yang mangatakan bahwa manusia dengan segala kekuranggannya tidak akan bisa menemukan makna hakiki dari segala sesuatu baik yang diperoleh dari inderanya maupun pikiranya.
Dalam kajian ontologi memang banyak terjadi perbedaan pendapat, hal ini disebabkan keberbedaan sistematika berfikir oleh para pendiri aliran-alirann tersebut. Tapi yang pasti, pendapat dari aliran-aliran itu bersifat spekulatif, sehingga tidak menutup memungkinan terjadi kekeliruan.


DAFTAR PUSTAKA

- Bakker, Anton, 2002, Ontologi Atau Metafisika Umum, Yogyakarta: Kanisius.
- Muhadjir, Noeng, 2001, Filsafat Ilmu, Yogayakarta: Rake Sarasin
- Palm Quist, Stephen, 2002, Pohon Filasafat, Yogyakarta: Pustaka Pelajar
- Peursen, C.A. Van, 1991, Orientasi Di Alam Filsafat, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
- Saefullah, Djadja, 2007, Pengantar Filsafat, Bandung: Refika Aditama.
- Sumarna, Cecep, 2006, Filsafat Ilmu Dari Hakikat Menuju Nilai, Bandung: Pustaka Bani Quraisy.
- S. Praja, Juhaya, 1997, Aliran-aliran Filsafat, Bandung: Yayasan Piara.
- Suhartono, Suparlan, 2005, Dasar-Dasar Filsafat, Yogyakarta: Ar Ruzz.
- Tumbul, Neil, 1999, Filsafat, Jakarta: Erlangga












0 Response to "ONTOLOGI DALAM ILMU FILSAFAT"

Posting Komentar