ANALISIS PEMIKIRAN AHMAD HASSAN TENTANG POLITIK ISLAM DAN RELEVANSINYA DENGAN KONDISI POLITIK INDONESIA


A. ANALISIS POSISI PEMIKIRAN AHMAD HASSAN DALAM PETA POLITIK ISLAM DI INDONESIA

Salah satu masalah yang dihadapi oleh negeri yang mayoritas berpenduduk muslim pada awal pembentukannya adalah bagaimana mendudukkan agama dalam kehidupan bernegara. Dalam pandangan Delier Noer, Islam setidaknya meliputi dua aspek pokok yaitu agama dan masyarakat atau politik. Akan tetapi, untuk mengartikulasikan dua aspek pokok tersebut dalam realitasnya menjadi suatu problem tersendiri.
Begitu pula ketika Indonesia membangun hubungan antara agama dan politik. Kesulitan ini pernah diungkapkan oleh Zifirdaus Adnan sebagaimana dikutip Bactiar Efendi, Ia menjelaskan bahwa hubungan ini begitu sulit sebab terdapat dua arus besar: pertama, kelompok yang menghendaki adanya kaitan formal antara Islam dan negara, baik dalam bentuk negara Islam, Islam sebagai negara, atau negara yang memberlakukan Islam. Kedua, kelompok yang menentang kaitan antara Islam dan negara dalam bentuk apapun. Hubungan yang tidak harmonis ini terutama disebabkan oleh perbedaan pandangan para pendiri republik ini, yang sebagian besar muslim, mengenai Indonesia yang dicita-citakan. Salah satu butir terpenting dalam perbedaan di atas adalah apakah negara Indonesia bercorak Islami atau nasionalis.
Selama ini pemikiran Ahmad Hassan yang tertuang dalam Persatuan Islam seperti gerakan-gerakan di Indonesia, memberikan perhatian yang sangat besar terhadap bentuk pemerintahan Indonesia di masa depan dan apakah ia pada ahirnya akan menerima karakter Islam. Ahmad Hassan dan para anggota Persis lainnya menggabungkan diri mereka ke dalam negara Indonesia yang muncul selama era Revolusi dan menganggap keberadaannya sebagai realitas sejarah yang penting. Bagaimanapun, keberadaan bangsa Indonesia merupakan personifikasi dari kemerdekaan yang telah diperjuangkan begitu lama melawan Belanda dan Jepang.
Ahmad Hassan mewajibkan kepada seluruh umat Islam terkait masalah yang dihadapi bangsa Indonesia. Maka seharusnya kaum muslimin memahami secara lebih baik ajaran-ajaran agama mereka. Ahmad Hassan menekankan bahwa hukum syari'at lebih maju daripada hukum adat maupun hukum sekuler, dan penolakannya untuk mengakomodasikan kedua sistem itu, kecuali dalam masalah-masalah yang tidak mendasar, tidak mendamaikan tiga kecenderungan luas yang berkembang dalam kehidupan sosial dan politik bangsa Indonesia itu. Penekanan Ahmad Hassan seperti itu juga dimaksudkan untuk menyajikan pemahaman yang khas bagi umat Islam mengenai masalah-masalah yang dihadapi para pemeluk sistem ajaran yang lain.
Sumbangan khusus Ahmad Hassan yang termuat dalam Persatuan Islam terhadap perkembangan Islam di Indonesia adalah peranan yang dimainkannya bagi kalangan awam dalam menentukan prilaku keagamaan mereka sendiri. Baik kalangan tradisionalis maupun modernis telah memberikan penekanan yang besar terhadap ulama', yang secara umum agak meninggalkan kalangan awam dan hanya memperhatikan ajaran dan praktek keagamaan bagi dirinya sendiri yang sejalan dengan pandangan-pandangan ulama yang pernah didengarkannya secara langsung. Walaupun melakukan penelitian masalah keagamaan, tetapi Ahmad Hassan tetap memberikan sedikit kesempatan kepada kalangan awam untuk ikut serta dengan sedikit pemahaman mereka. Dengan cara ini, kalangan awan akan memilih diantara keputusan-keputusan dari berbagai ulama mengenai masalah-masalah yang mempengaruhi pemahaman dan praktek keagamaan mereka.
Allan Samson sebagaimana dikutip oleh Zakki Fuad menyatakan pandanganya tentang Religio Political Behavior menyatakan bahwa, Ahmad Hassan adalah seorang tokoh yang "fundamentalis". Ia berkeyakinan hanya Islam yang memberikan dasar dan moral bagi negara, dan bahwa undang-undang, dan peraturan-peraturannya mewujudkan perintah al-Qur’an haruslah dilaksanakan. Dalam memberikan dasar-dasar pemerintahan Islam Ahmad Hassan mengutip surah an-Nisa': 59
           

""Taatlah kepada Allah dan taatlah kepada Rasul dan kepada ketua-ketua diantara kamu".

Ahmad Hassan menyatakan bahwa ayat diatas mewajibkan kita taat kepada Allah, Rasul dan ketua-ketua kita. Allah dan Rasulnya maksudnya ialah menjalankan perintah dan menjauhi larangan-larangannya dan menghukum menurut apa yang ada dalam al-Qur’an dan Hadits. Sedangkan ketua-ketua maksudnya adalah tidak dalam urusan ibadah, tapi semata-mata masalah keduniaan, karena ibadah itu adalah hak Allah dan Rasul-Nya.
Dari berbagai sudut pandang, ajaran, serta aktifitas Ahmad Hassan dengan kelompok lain menunjukan bahwa, selama era ini, Ahmad Hassan merupakan begian dari dunia Sunni. Ahmad Hassan memiliki kesamaan dengan gerakan-gerakan pembaharuan modernis di dunia Islam lainnya. Terdapat kesamaan yang mencolok antara penjelasan Ahmad Hassan dan penjelasan Afgani-Abduh-Ridha tentang modernisme Islam. Dan sesungguhnya, seluruh gerakan modernis di Indonesia merupakan perkembangan lanjutan dari mazhab pemikiran tersebut. Lebih lanjut, Ahmad Hassan muncul pada saat belum di gunakannya istilah "fundamentalis" untuk menyebut kelompok-kelompok muslim yang memiliki pemikiran kaku tentang ajaran-ajaran agama dan mengharuskan seluruh muslim untuk menerima ajaran-ajaran Islam versi mereka. Dalam pandangan fundamentalis, seiring dengan kecenderungan penafsirannya terhadap doktrin yang bercorak rigid (kaku) dan literalis, fundamentalisme memandang bahwa corak pengaturan doktrin bersifat total dan serba mencukup, tidak ada masalah-masalah yang berhubungan dengan kehidupan manusia di dunia ini yang luput dengan jangkauan doktrin yang serba mencukup itu. Hal itu sejalan dengan pemikiran Ahmad Hassan yang menginginkan Islam memasuki seluruh aspek kehidupan.
Dalam pandangan Howard M Federspiel, Ahmad Hassan di golongkan dalam pemikir yang fundamental, yang ingin mengubah masyarakat sampai ke akar-akarnya, dan ingin menghancurkan penyakit umat Islam dengan cara yang radikal dan revolusioner, secara jelas, tanpa samar-samar, tanpa sungkan-sungkan, dan dengan penuh kepastian.
Pandangan Ahmad Hassan yang tergambar dalam pandangan Persatuan Islam, tentang negara Islam adalah mirip dengan pandangan Muhammadiyyah, karena Ahmad Hassan dan pemimpin-pemimpin Persatuan Islam meyakini bahwa masyarakat terlebih dahulu harus di bentuk sebelum sebuah negara Islam benar-benar dapat kuat dan efektif. Isa Anshary menyatakan bahwa tujuan kaum muslimin, baik politik agama, sosial atau ekonomi akan berhasil apabila pertama-tama diciptakan suatu masyarakat yang dibangun secara spiritual oleh anggota-anggotanya. Dalam hal ini, Ahmad Hassan melihat aktifitas politik sangat berguna dalam promosi religius diseluruh lapisan masyarakat disamping berguna untuk memerangi apa yang ia anggap sebagai kecenderungan-kecenderungan sekuler yang membingungkan yang di promosikan oleh partai-partai politik non-muslim.
Pemikiran Ahmad Hassan yang tertuang dalam Persatuan Islam meyakini bahwa perintah dan larangan yang ditegaskan dalam al-Qur’an dan Sunnah berupa larangan minum-minuman keras, berjudi, melakukan tindakan moral, harus segera dilaksanakan dalam negara. Terkait masalah hukum-hukum yang lain dalam sebuah negara, Ahmad Hassan beranggapan bahwa hal-hal yang berkaitan dengan hukum yang lain akan ditentukan oleh para legeslasi-legeslasi dan pengadilan-pengadilan yang merujuk pada ajaran agama. Dengan mengambil rujukan pada al-Qur’an dan Sunnah.
Ahmad Hassan menghadirkan ide keagamaan yang mengambarkan peribadatan dan kewajiban syari'at lainnya sebagai faktor penting dalam kehidupan. Ahmad Hassan juga menekankan agar kaum muslimin menghilangkan semua kepercayaan dan praktek yang dipandang bertentangan dengan Islam. Usaha untuk menjadikan Islam untuk menjadikan Islam sebagai faktor yang penting bagi kehidupan bangsa Indonesia bukan merupakan usaha yang baru dalam sejarah Islam, sebab hal itu sudah menjadi komitmen Islam. Misi Ahmad Hassan menyatakan kembali kepada cita-cita sejarah Islam dalam sebuah bangsa yang belum lama memeluk Islam.
Dalam bangsa seperti itu terdapat lembaga-lembaga keagamaan asli yang sudah tidak mengembangkan pandangan yang sesuai dengan cita-cita Islam itu. Pesan Ahmad Hassan itu bertujuan untuk mengembangkan, memperdalam dan memperluas keimanan serta praktek keagamaan di Indonesia sehingga dengan demikian menjadikan Islam sebagai faktor yang dominan bagi bangsa Indonesia dan kehidupan nasional Indonesia.
Ahmad Hassan menulis dua pamflet yang mendukung pemerintahan republik pada awal tahun 1946, yang mengidentifikasi aktivisme politik muslim dengan negara Indonesia baru. Dalam tulisannya yang berjudul Kedaulatan, yang tampaknya ditujukan untuk menjawab kritik dan ketidaksabaran beberapa faksi muslim terhadap pemerintahan Soekarno. Ahmad Hassan meyakinkan kepada kaum muslimin tentang pentingnya persatuan, maka dari itu, umat muslim harus menegakkan sebuah pemerintahan Indonesia yang berdasarkan pada hukum agama Islam. Ahmad Hassan berpendirian, jika Indonesia menjadi negara sekuler akan banyak kekurangan, tetapi kekurangan yang disebabkan sekularisme itu harus diperangi secara damai, dengan khotbah-khotbah dan nasehat-nasehat yang bijak.

B. ANALISIS PEMIKIRAN AHMAD HASSAN DALAM TIPOLOGI PEMIKIRAN ISLAM

Banyak konstruk pemikiran yang melahirkan berbagai pandangan tentang bagaimana kita, sebagai kaum muslimin menyikapi politik. Tentang bentuk kenegaraan yang seperti apa yang harus dipakai oleh suatu negara. Dari beberapa pemikiran para tokoh itu semua yang ahirnya mengarah pada karakter dan tipologi politik Islam itu sendiri. Namun secara umum para pemikir membaginya dalam tripologi. Dalam pandangan A. Djazuli, beliau membagi kerangka berfikir dunia Islam dewasa ini menjadi tiga tipe, pertama, liberal (sekuler) yaitu negara menolak hukum Islam secara penuh, kedua, fundamental (intergralistik) yaitu negara melaksanakan hukum Islam secara penuh, ketiga, moderat (simbiotik) yaitu negara yang tidak menjadikan sebagai suatu kekuatan struktural (dalam sektor politik), tetapi menempatkannya sebagai kekuatan kultural, atau mencari kompromi. Sedangkan menurut Din Syamsuddin, paradigma pemikiran politik Islam modern dibagi atas "tradisionalis", "modernis", dan "fundamentalis".


1. Tipologi Liberal
Paradigma liberal, sesuai dengan maknanya yang sederhana, adalah bebas, merdeka dan tidak terikat. apabila diletakkan dalam konteks pemikiran, maka seorang yang memiliki tipikal berfikir liberal adalah mereka yang bebas untuk berfikir dan mengeluarkan pendapat serta merdeka tanpa harus terikat pada segala bentuk pengetahuan dan otoritas manapun. Model demikian biasanya menjunjung tinggi martabat pribadi manusia dan kemerdekaanya. Manusia sebagaimana yang pernah menjadi diktum awal renaissance adalah subyek otonom. Subyek yang memiliki kesadaran untuk berfikir, berbuat dan bertindak .
Pola liberal ini menekankan pemisahan antara agama dan negara, yang menyatakan bahwa dalam Islam tidak ditemukan aturan-aturan yang berkaitan dengan masalah politik atau kenegaraan. Islam hanyalah mengatur hubungan antara menusia dan Tuhan. Para penganut tokoh ini beranggapan bahwa agama itu bersifat universal sedangkan politik itu portikular (individu), maka dari itu antara agama dan politik tidak bisa bersatu.

2. Tipologi Fundamental
Secara harfiah istilah fundamental berarti mendasar, yang digunakan untuk menunjuk sikap politik suatu kelompok yang ekstrim, fanatik dan keras kepala. Golongan mengungkapkan bahwa Islam mencakup semua aturan kehidupan, termasuk urusan politik atau kenegaraan. Argumen yang diberikan oleh kelompok ini, bahwa Nabi telah selesai dan telah memberikan garis panduan yang jelas seperti ketika Nabi berada di Madinah.
Di pusat Islam (Makkah-Madinah), semangat pembangunan sosio-moral mencapai puncaknya pada abad ke-18 dengan gerakan fundamentalis yang dikembangkan oleh Abd al-Wahab. Para pengikutnya menyebut dirinya sebagai "Muwah}h}idu>n" yang berarti pengikut tauhid, tetapi mereka umumnya lebih dikenal dengan sebutan Wahabi., gerakan Wahabi mengambarkan prototipe semangat fundamentalisme dalam pengalaman Islam modern .
Disamping garis perkembangan fundamentalis tersebut, tahun 1970-an merupakan suatu periode dimana bentuk fundamentalis juga memiliki bentuk yang radikal. Ungkapan kesetiaan terhadap al-Qur’an dan Sunnah serta penolakan dengan lembaga-lembaga yang ada dalam tradisi abad pertengahan, Fundamentalisme radikal terikat dalam suatu reorientasi tentang tradisi Islam. Radikalisme ini merupakan sintesis dari radikalisme yang telah ditransformasikan pada tahun 1960-an dan semangat fundamentalis Islam. Fundamentalis radikal menekankan partisipasi masa, kontrol partisipatori, identitas unit yang kecil dan menghilangkan perbedaan-perbedaan sosio-politik lama .

3. Tipologi Moderat
Pemikiran ini mengutarakan bahwa dalam Islam tidak ada aturan yang pasti tentang masalah politik atau tata negara, namun ada prinsip atau asas yang harus ditegakkan. Memang Rasulullah S.A.W bukan diutus sebagai pemimpin politik, tetapi sebagai Rasul. Perlu diketahui, konsep kerasulan beliau tidak sebatas menyampaikan pesan Allah (dakwah). Yang paling berat adalah menjadi contoh dan suri-tauladan dalam melaksanakan Islam sebagai cara hidup (way of life). Dalam masa yang singkat, beliau telah berhasil membuat perubahan dan reformasi kesesuaian dimana budaya, pemikiran dan sosio-politik bangsa Arab maju dan gemilang. Semua perubahan ini berlaku karena beliau telah membuat perancangan dan program yang jitu dan bijaksana. Ini dapat dilihat bagaimana beliau berhijrah, membina persaudaraan, membentuk tatanan sosial, membangun ekonomi, politik, dan sosial umat Islam di Madinah.
Dalam konteks paradigma simbiotik ini, Ibnu Taimiyyah mengatakan bahwa adanya kekuasaan yang mengatur kehidupan manusia merupakan kewajiban agama yang paling besar, karena tanpa kekuasaan negara, maka agama tidak akan bisa berdiri tegak. Pendapat Ibnu Taimiyah tersebut melegitimasi bahwa antara politik dan agama merupakan dua entitas yang berbeda, tetapi saling membutuhkan. Oleh karenanya, konstitusi yang berlaku dalam paradigma ini tidak saja berasal dari adanya social contract, tetapi bisa saja diwarnai oleh hukum agama (syari'ah). Singkatnya, syari'ah memiliki peran sentral sebagai sumber legitimasi terhadap realitas politik.
Fazlurrahman adalah salah satu penggagas yang dinilai sementara kalangan sebagai pemikir orisinal tentang Islam. Terutama ide-ide neo-modernisme yang merupakan gagasan brilian yang hadir dalam wacana baru menggali sumber-sumber nilai Islam langsung pada pokoknya yaitu al-Qur’an. Neo-modernismenya memang selain menyuarakan kemodernan pemahaman Islam juga ditambah dengan kemampuan mengunakan metodologi sistematik tentang al-Qur’an. Begitu juga dalam pemikiran modernisme, lebih banyak mengadopsi gagasan barat dalam perspektif pemikiran barat. Sehingga ada kesan orisinalitas pemikiran Islam telah terbaratkan dalam wacana modernisme. Jadi pemikiran neo-modernisme mengambil bentuk paling mutahir baik dalam terma-terma keIslaman maupun metodologisnya .
Al-Qur’an dan Sunnah dinilai memuat pesan-pesan universal. Namun pesan itu tidak akan mudah ditangkap, apabila orang kehilanggan cara memahami dalam perspektif yang bersifat histories dengan mempunyai dua dimensi global, pertama dimensi Islam sejarah dan kedua dimensi Islam cita-cita. Jadi Islam harus ditangkap secara utuh dan mempertimbangkannya secara kritis latarbelakang sosio-kultural turunnya ayat. Apabila tidak mampu menagkapnya, maka akan kehilangan ruhnya yang berarti dalam porsoalan nilai praktis kemanusiaan dengan kehidupan kolektif. Disinilah dinamakannya esensial moral kandungan al-Qur’an mutlak diselami terlebih dahulu sebelum dengan tegas menetapkan kekuatan hukum atas suatu persoalan.

C. SOSOK DAN PEMIKIRAN AHMAD HASSAN DALAM PANDANGAN BEBERAPA TOKOH

Berbeda pendapat adalah merupakan hal yang biasa terjadi antara manusia satu dengan manusia lainnya. Perbedaan itu bukan saja terjadi diantara pemeluk agama, tetapi juga antara satu pemeluk agama, misalnya saja antara pemeluk Islam itu sendiri. Tetapi sepanjang perbedaan itu tidak menyangkut prinsip-prinsip akidah, maka ia diharapkan akan mambawa rahmad dan hikmah yang besar, bila didasarkan dengan pemikiran dan pertimbangan yang sehat.
Demikian juga apa yang terjadi pada sosok Ahmad Hassan. Dengan berbagai pendapatnya serta buah pemikirannya, beliau memperoleh tanggapan-tanggapan dari berbagai pihak, termasuk para ulama' dan pemimpin Islam dan juga negarawan Indonesia sendiri terkait masalah politik keneganraan Ahmad Hassan.
Ahmad Hassan sendiri tahu bahwa pendirianya yang terlalu keras dalam agama itu akan menimbulkan banyak orang benci dan memusuhinya, bahkan dari teman-temanya sendiri. Tapi beliau tidak memperdulikan itu. Disayangi atau dibenci, buat Ahmad Hassan adalah urusan orang lain. Tapi bagaimanapun orang membenci dan memusuhinya, ia tidak pernah memberi kesempatan (jalan) buat orang lain untuk memusuhi pribadinya.
Salah seorang yang memberikan tanggapan terhadap pikiran Ahmad Hassan adalah Hamka. Hamka menyatakan bahwa, orang ketiga yang menjadi penyiar Abduh di Jawa adalah Syaikh Ahmad Hassan. Dan keistimewaan beliau adalah kekuatan hujjahnya dan teguhnya mempertahankan pendirian yang beliau yakini kebenarannya. Ahmad Hassan adalah orang yang kuat hatinya, kuat hujjahnya dan pahit kritiknya, kalau perlu terhadap kawannya sendiri beliau berkata dengan jujur, meskipun hal itu menyakiti hatinya.
Sedangkan H. Tamar Djaja memberikan komentar bahwa, kalau dikatakan bahwa Ahmad Hassan adalah ulama' yang paling alim diseluruh Indonesia, mungkin dianggap terlalu dibesar-besarkan. Akan tetapi menurut ulama'-ulama' terbesar di Jawa yang ditanya beliau, menyatakan bahwa Ustadz Ahmad Hassan alim besar.
Ahmad Sorkati, ulama' asal Sudan yang juga pendiri Jamiyyah Al-Irsyad itu, memberikan tanggapan tentang Ahmad Hassan. Bahwa Ahmad Hassan adalah orang yang terpelajar, mempunyai tingkatan tauhid yang tinggi, dan seorang pembela agama Allah yang selalu berjuang menghindarkan umat Islam dari kesesatan.
Sebagai manusia, Ahmad Hassan mempunyai batasan usia. Beliau telah tiada. Tapi semangat pemurnian Islam yang dikumandangkannya dan ilmu yang diwariskannya, tidak akan pernah pudar. Semoga kita bisa mengambil hikmah dan pelajaran dari ini semua.

0 Response to "ANALISIS PEMIKIRAN AHMAD HASSAN TENTANG POLITIK ISLAM DAN RELEVANSINYA DENGAN KONDISI POLITIK INDONESIA"

Posting Komentar