PERKAWINAN DALAM ISLAM

A. Latar Belakang Masalah
Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluaga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Ikatan dalam Syari'at Islam merupakan suatu perjanjian yang sangat kuat (mit{aqan galid{ah). Karena itu Allah SWT menetapkan aturan untuk melangsungkannya maupun untuk menjamin kelestariannya.
Berkaitan dengan ikatan perkawinan ini, Allah SWT menyebutkan dalam surat An-Nisa’ ayat 21:
           

“Bagaimana kamu akan mengambilnya kembali, padahal sebagian kamu Telah bergaul (bercampur) dengan yang lain sebagai suami-isteri. dan mereka (isteri-isterimu) Telah mengambil dari kamu perjanjian yang kuat.”

Dan karenanya, setiap upaya untuk meremehkan ikatan suci ini ataupun memperlemahnya, apalagi memutuskannya adalah sangat dibenci dalam agama.
1
Sekalipun perkawinan merupakan ikatan yang sangat kuat serta setiap pasangan perkawinan membulatkan tekadnya untuk mencapai tujuan disyari'atkannya nikah, namun adakalanya niatan untuk membangun rumah tangga yang harmonis (sakinah, mawaddah, rahmah) tidak semua dapat terlaksana dengan mulus. Sering kali tujuan perkawinan tidak dapat tercapai sebab sikap kemanusiaan masing-masing yang saling berbenturan. Oleh karena itu harus ada jalan keluar untuk mengatasi hal ini, Thalaq disyari'atkan untuk mengatasi permasalahan ini.
Talak adalah hak yang sepenuhnya ada di tangan suami setelah pernikahan berlangsung. Seorang laki-laki setelah melakukan akad nikah mempunyai hak talak tiga terhadap isterinya, tetapi tidak demikian halnya bagi istri. Dalam penerapannya talak dianggap sah apabila dijatuhkan dengan keadaan yang sadar oleh suami yang sehat akalnya dan baligh. Dengan mengucapkan lafadz talak (seperti T{allaqtuki) maka seketika itu telah putus ikatan perkawinan antara suami dengan istri tersebut dengan jatuh Talak Satu.
Hak untuk menjatuhkan talak melekat pada orang yang menikahinya. Apabila hak menikahi orang perempuan untuk dijadikan sebagai istri, maka yang berhak menjatuhkan talak adalah orang laki-laki yang menikahinya. Dalam surat Al-Ahzab ayat 49 dijelaskan:
                       

“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu menikahi perempuan- perempuan yang beriman, Kemudian kamu ceraikan mereka sebelum kamu mencampurinya Maka sekali-sekali tidak wajib atas mereka 'iddah bagimu yang kamu minta menyempurnakannya. Maka berilah mereka mut'ah dan lepaskanlah mereka itu dengan cara yang sebaik- baiknya.”

Sedangkan bagi isteri, Islam memberikan jalan untuk memutuskan ikatan perkawinan dengan suaminya jika ternyata suaminya buruk akhlaknya, atau karena cacat, atau perbuatannya menimbulkan madlarat bagi istri sementara suami tetap bersikukuh untuk mempertahankan utuhnya perkawinan yaitu dengan mengadukan persoalannya kepada Qadli/Hakim dengan memohon agar dijatuhkan talak suami kepada dirinya.
Indonesia merupakan Negara hukum, adalah sudah tidak bisa ditawar-tawar lagi. Sebagai konsekuensi dari negara hukum, dalam penyelengaraan negaranya termasuk perangkat yang menyertainya harus berdasarkan perundang-undangan. Di bidang kekuasaan kehakiman termasuk dalam penegak hukum, seperti halnya profesi hakim, jaksa dan polisi diatur berdasarkan undang-undang.
Akhir-akhir ini ada kecenderungan dimana pencari keadilan terutama kelas menengah ke atas, enggan beracara secara pribadi. untuk itu mereka menunjuk kuasanya yang sah. boleh jadi gejala tersebut disebabkan sempitnya waktu untuk menghadiri sidang secara pribadi atau pertimbangan lain yang bersifat personal. Tanpa bermaksud menganalisis plus minus beracara dengan kuasa hukum. Betapapun, tidak dapat dipungkiri beracara dengan pihak tersebut mempunyai kelebihan dan kekurangan.
Menurut hukum positif indonesia, kuasa hukum laki-laki dan perempuan berada dalam status yang sama tanpa mempersoalkan apakah perempuan tersebut bersuami atau tidak. Sebagai pihak yang bertindak atas nama dan untuk kepentingan pemberi kuasa, penerima kuasa tidak boleh melakukan sesuatu perbuatan yang melampaui kewenangannya. Pemberian kuasa bukanlah perbuatan bersegi dua melainkan perbuatan bersegi satu atau perjanjian sepihak, sehingga pemberi kuasa dapat menarik kuasanya kembali sewaktu-waktu tanpa persetujuan penerima kuasa.
Talak yang merupakan hak laki-laki seorang sebagai suami, oleh karena itu ia berhak mentalak istrinya sendiri secara langsung atau menguasakan kepada orang lain. Talak yang diwakilkan suami kepada orang lain tidak dapat menggugurkan hak suami dan merintanginya untuk ia gunakan sewaktu-waktu dikehendakinya. Seperti tidak adanya suami di tempat istri, berhalangannya suami sehingga tidak dapat hadir di majlis talak. Selain itu tidak seorangpun yang mengatakan bahwa mewakilkan talak bertentangan dengan apa yang ada dalam Al-Qur'an atau hadits Nabi.
Menyikapi hal perwakilan/pemberian kuasa dalam melaksanakan perbuatan hukum, ada ketentuan larangan pemberian kuasa disebabkan tidak cakapnya atau dianggap kurang cakap melakukan perwakilan disebabkan dilarangnya melakukan perbuatan hukum itu sendiri baginya. Sebagaimana seorang perempuan tidak boleh mewakili menikahkan seseorang baik Ijab ataupun Qabul dikarenakan dia dilarang dan tidak berhak melakukan itu pada dirinya sendiri. Sebagaimana keterangan hadits,
لا تزوج المرأة المرأة ، ولا تزوج المرأة نفسها
"tidak dinikahkan wanita akan wanita lain dan tidak boleh pula menikahkan dirinya sendiri".

Bertolak dari keterangan di atas, penulis mecoba menganalisa permasalahan hukum yang mencuat yaitu "Apakah kuasa hukum perempuan dibenarkan mengikrarkan talak sebagai wakil dari suami?".
Oleh karena itu akan dicoba dipaparkan agar menjadi jelas pola perceraian yang produk akhirnya adalah Talak. Skripsi ini berupaya memberikan kontribusi dalam upaya urun rembuk untuk menjawab permasalahan tersebut.

B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang tersebut, maka penulis dapat memaparkan rumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana pandangan para Fuqaha’ terhadap Ikrar Talak yang diwakilkan kepada perempuan?
2. Bagaimana analisis Hukum Islam terhadap Ikrar Talak yang dilakukan oleh kuasa hukum perempuan?

C. Kajian Pustaka
Permasalahan dalam skripsi ini belum pernah dibahas sebelumnya, namun pada skripsi milik Umar dengan judul Tinjauan Hukum Islam Terhadap Kewenangan Kuasa Hukum dalam Penyelesaian Perkara di Muka Sidang Menurut Hukum Acara Peradilan Agama di Indonesia hanya membahas kuasa hukum dalam Perspektif Hukum Islam yang disamakan dengan al-Wakalah. Adapun secara rinci tentang kewenangan kuasa hukum dalam hukum Islam tidak dipaparkan. secara jelas.

D. Tujuan Penelitian
Dari permasalahan yang telah dirumuskan di atas, maka penulis mempunyai tujuan penulisan skripsi sebagai berikut:
1. Ingin mengetahui pandangan para Fuqoha’ terhadap Ikrar Talak yang diwakilkan kepada perempuan.
2. Ingin mengetahui analisis Hukum Islam terhadap Ikrar Talak yang dilakukan oleh kuasa hukum perempuan.

E. Kegunaan Hasil Penelitian
Hasil dari penelitian ini nantinya diharapkan dapat berguna bagi pihak terkait, sebagai berikut:
a. Mengetahui hukum tentang ikrar talak yang dilakukan oleh kuasa hukum perempuan.
b. Bagi masyarakat umum atau pembaca, diharapkan dapat memberi atau menambah wawasan hukum tentang ikrar talak yang dilakukan oleh kuasa hukum perempuan.
c. Bagi fakultas, semoga dapat menambah koleksi dalam bacaan dalam hukum acara peradilan agama khususnya hukum tentang ikrar talak yang dilakukan oleh kuasa hukum perempuan.
d. Bagi penulis sendiri, menambah ragam khazanah keilmuan dan mengharapkan agar penelitiannya dapat bermanfaat dan mengamalkan apa yang telah dipelajari.

F. Definisi Operasional
Untuk menghindari terjadinya salah pengertian dalam memahami judul skripsi di atas, maka penulis merasa perlu menegaskan kembali beberapa istilah pada judul ini. Yaitu:
Hukum Islam : Peraturan yang dirumuskan berdasarkan pada Al-Qur'an, Hadits, dan ijtihad para ulama' yang berbicara tentang talak dan ikrar talak.
Ikrar Talak : Ucapan atau ungkapan seorang suami kepada seorang isteri untuk melepaskan ikatan perkawinan atau pelepasan tali perkawinan dengan menggunakan lafadz "Thalaq" atau yang semakna dengan lafadz itu.
Kuasa Hukum : Seseorang yang diberi kewenangan hak subtitusi oleh hukum untuk mewakili seseorang yang sedang berperkara.
Dari penjelasan pokok di atas, dapat kita fahami bahwa yang dimaksud judul di atas yaitu membahas tentang aturan hukum yang ada dalam hukum islam mengenai perbuatan hukum berupa pengucapan ikrar talak yang dilakukan oleh kuasa hukum perempuan yang ditunjuk oleh suami untuk menjatuhkan talak kepada isterinya.

G. Metode Penelitian
Penelitian ini berisi satu topik yang di dalamnya memuat beberapa gagasan atau proposisi yang berkaitan dan harus di dukung oleh data yang diperoleh dari sumber pustaka. Sehingga dalam hal ini penulis menelaah literatur yang berkenaan dengan penelitian penulis. Studi ini termasuk dalam kategori penelitian kepustakaan (Bibliografi Research) dengan tahapan-tahapan sebagai berikut :
1. Data yang dikumpulkan :
Adapun data yang diperlukan dalam skripsi ini adalah data literatur yang berkaitan dengan pandangan Hukum Islam terhadap ikrar talak yang dilakukan oleh kuasa hukum perempuan, yaitu meliputi pandangan para fuqaha’ dalam terhadap ikrar talak yang diwakilkan kepada perempuan.
2. Sumber Data :
Adapun sumber data yang menjadi pijakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Sumber Data Primer :
Yaitu data yang diperoleh dari hasil kajian pustaka terhadap kitab-kitab yang terkait dengan permasalahan penelitian, yang meliputi:
1. Syamsuddin Muhammad bin Muhammad al-Khatib al-Syarbhiniy, Mughniy al-Mukhtaaj
2. Abi Muhammad Abdullah bin Muhammad al-Muqaddasi, al-Mughni ala Mukhtashar al-Khorqi
3. Abdurrahman al-Jaziri, Kitab al-Fiqh ala Madzahib al-Arba’ah
4. Wahbah Zuhaily, al-Fiqh al-Islam Waadillatuh
5. Musa Al-Imroni, Al-Bayan,
6. Sayid Sabiq, Fiqh Sunnah
b. Sumber Data Sekunder
Yaitu data yang diperoleh dari literatur atau perpustakaan yang berkaitan langsung dengan topik.
1. Abu Abdul Mu’thi Nawawi, Nihayah Al-Zain,
2. M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah
3. Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia,
4. Abu Muhammad Ali al-Andalusi, ¬Al-Muhalli bil-Atsar
5. Abi Zakariya An-Nawawi, Al-Majmu’
6. Sai’d bin Abdullah bin Thalib Al Hamdani, Risalah Nikah
7. Slamet Abidin dan Aminuddin, Fiqih Munakahat
8. Ibn Rusyd, Terj. Bidayatul Mujtahid
9. Pandu,Yudha, Klien dan Advokat dalam Praktek
3. Teknik Pengumpulan Data
Jenis penelitian dalam skripsi ini adalah penelitian kualitatif (qualitative reseach). Sedangkan model penelitiannya yakni dengan meneliti, mambaca, menulis dan mengkopi bahan kepustakaan yang berkenaan tentang konsep ikrar talak serta dari sumber lainnya yang sesuai dengan penelitian ini.
Adapun teknik pengumpulan data melalui studi kepustakaan yaitu dengan cara membaca, mempelajari serta menelaah sumber-sumber kepustakaan dari buku-buku dan kitab-kitab yang ada kaitannya dengan masalah di atas.
4. Teknik Pengolahan Data
Setelah data yang diperlukan dapat dikumpulkan, selanjutnya penulis akan melakukan pengolahan data melalui langkah-langkah sebagi berikut :
a. Editing, memilih dan menyeleksi data tersebut dari berbagai segi, yaitu sesuai dengan keselarasan, kesesuaian, kelengkapan, keaslian, kejelaan relevansi, dan keseragaman dengan pemasalahan.
b. Organizing, mengatur dan menyusun data tersebut sedemikian rupa sehingga menghasilkan bahan untuk laporan penyusunan skripsi dengan baik
5. Metode analisa Data
Apabila pengolahan data tersebut telah diselesaikan dengan baik maka penulis akan melakukan analisis data dengan menggunakan pola pendekatan content analysis, dan menggunakan pola pikir induktif yang maksudnya adalah menganalisa data yang bersifat khusus kemudian ditarik kesimpulan yang bersifat umum.
Content Analysis merupakan analisis ilmiah tentang isi pesan suatu komunikasi. Komponen yang harus dicapai adalah menampilkan analisis tata susunan. Secara teknis content analysis mencakup upaya klasifikasi, memberikan kriteria dan menggunakan teknis analisis untuk membuat prediksi.

H. Sistematika Pembahasan
Sistematika pembahasan ditampilkan sebagai upaya lebih mudahnya para pembaca dalam menikmati alur pembahasan yang disajikan dari penelitian. Adapun sistematika pembahasan skripsi ini adalah sebagai berikut:
BAB I memuat Pendahuluan yang berisikan tentang metodologi penelitian yang merupakan langkah-langkah yang ditempuh dalam penulisan skripsi, meliputi; latar belakang masalah, rumusan masalah, kajian pustaka, tujuan penelitian, kegunaan hasil penelitian, definisi operasional, metodologi penelitian yang mencakup: data yang dikumpulkan, sumber data, teknik pengumpulan data, teknik pengelolaan data, teknik analisa data lalu dirangkai dengan sistematika pembahasan.
BAB II Putusnya Perkawinan Sebab Talak memuat gambaran umum kerangka teori hukum islam tentang penjatuhan talak yang meliputi: pengertian talak, dasar hukum talak, syarat dan rukun talak, macam-macam talak, ikrar talak yang diserahkan kepada isteri, dan ikrar talak yang diwakilkan.
BAB III Kuasa Hukum Dalam Peradilan Di Indonesia Dan Perspektif Hukum Islam memuat penjelasan mengenai pemberian kuasa dalam hukum islam dan pada pengadilan di Indonesia, pengertian wakalah, rukun dan syarat dalam wakalah, serta pandangan para fuqoha’ tentang ikrar talak yang diwakilkan pada orang perempuan.

BAB IV Ikrar Talak Yang Dilakukan Oleh Kuasa Hukum Perempuan bab ini akan memuat tentang analisis hukum islam terhadap ikrar talak yang dilakukan oleh kuasa hukum perempuan dengan berdasarkan pada Bab II dan Bab III serta penemuan hasil penelitian pada buku-buku dan kitab-kitab yang relevan dan berkaitan dengan pembahasan ini..
BAB V Penutup, dalam bab ini berisikan kesimpulan, saran dan kritik sekaligus jawaban atas permasalahan yang sedang dibahas dalam skripsi ini yaitu analisis hukum islam terhadap ikrar talak yang dilakukan oleh kuasa hukum perempuan.

0 Response to "PERKAWINAN DALAM ISLAM"

Posting Komentar