Penafsiran Wahbah Zuhaili dan Al-Maraghi tentang Proses Penciptaan Perempuan Pertama Mengenai masalah penciptaan perempuan pertama (Hawa)




A. Penafsiran Wahbah Zuhaili dan Al-Maraghi tentang Proses Penciptaan Perempuan Pertama
Mengenai masalah penciptaan perempuan pertama (Hawa), yang tertera dalam tiga surat, yaitu surat An-Nisa’/4:1, surat Al-A’raf/7:189, dan surat Az-Zumar/39:6, di antara kedua mufassir yaitu Wahbah Zuhaili dan al-Maraghi terdapat penafsiran yang berbeda dalam memahami ketiga surat di atas.َ
1. Menurut Wahbah Zuhaili dalam Tafsir Al-Munir
Wahbah Zuhaili menjelaskan bahwa kalimat وَاحِدَة نَفْسٍ (diri yang satu) pada ayat tersebut adalah Adam as. yang merupakan bapak seluruh umat manusia. Redaksi tersebut menunjukkan bahwa diri yang satu (Adam) yang dimaksudkan adalah hanya satu orang. Karena itu, jika ada yang menyatakan bahwa ada Adam-adam yang lain sebelum Adam as. maka pernyataan ini bertentangan dengan dhahir ayat Al-Qur'an.
Wahbah juga menjelaskan yang dimaksud dengan kata زَوْجَهَا (pasangannya) adalah Hawa, yang diciptakan dari tulang rusuk bagian kiri Adam saat ia tidur. Ketika Adam terjaga dari tidurnya, ia melihat sosok Hawa kemudian mengaguminya, dan sebagaimana Adam tertarik padanya, ia juga tertarik pada Adam. Pendapat ini didasarkan hadis shahih riwayat Bukhari dan Muslim bahwa Rasulullah saw bersabda:
اسْتَوْصُوا بِالنِّسَاءِ خَيْرًا، فإنَّهُنَّ خُلِقْنَ مِنْ ضِلَعٍ، وإنَّ أعْوَجَ شَيْءٍ فِى الضِّلَعِ أعْلاهُ، فإنْ ذَهَبْتَ تُقِيْمَه كَسَّرْتَه، وإنْ تَرَكْتَهُ لم يَزَلْ أَعْوَجَ.
Saling berwasiatlah agar berbuat baik kepada perempuan, karena mereka diciptakan dari tulang rusuk. Sementara tulang rusuk yang bengkok adalah bagian atasnya, jika kamu berusaha meluruskannya, maka kamu mematahkannya, dan jika kamu membiarkan tulang itu, maka ia akan tetap bengkok.


Dalam tafsirnya, Wahbah menegaskan bahwa seorang perempuan merupakan bagian dari laki-laki. Ia diciptakan dari laki-laki, dan ia akan kembali bersandar kepada laki-laki. Adanya jenis laki-laki dan perempuanan menunjukkan sebuah kesempurnaan, sekaligus sebagai faktor pertama yang menyebabkan keberlangsungan hidup manusia, sebagaimana dalam firman-Nya:
وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً
Dan Dia (Allah) yang telah memperkembangbiakkan dari keduanya laki-laki dan perempuan yang banyak.
Hal ini sesuai juga dengan firman Allah:
يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَى وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا
Wahai sekalian manusia, sesungguhnya kami telah menciptakan kalian terdiri dari laki-laki dan perempuan, dan menjadikan kalian berbangsa-bangsa dan bersuku-suku, agar kalian saling mengenal. (al-Hujurat: 13).
Pendapat yang senada dengan Wahbah Zuhaili misalnya Ibnu Katsir dalam tafsirnya Al-Qur'an Al-'Adzim. Dalam surat An-Nisa'/4:1 menjelaskan bahwa, Allah mengingatkan akan kekuasaan-Nya yang telah menciptakan mereka dari seorang diri berkat kekuasaan-Nya, dan orang yang dimaksud adalah Adam. Kemudian dilanjutan ayat وخلق منها زوجها (dan darinya Allah Menciptakan istrinya).
Ibnu Katsir menafsirkan bahwa Siti Hawa diciptakan Allah dari tulang rusuk sebelah kiri bagian belakang Adam ketika Adam sedang tidur, saat Adam terbangun, ia merasa kaget setelah melihatnya, lalu ia langsung jatuh cinta kepadanya, dan begitu pula sebaliknya, Hawa pun jatuh cinta kepada Adam.
Demikian juga menurut Al-Zamakhsyari, yang dimaksud dengan نفس واحدة (nafsin wāhidah) adalah Adam, dan زوجها (zaujahā) adalah Hawa yang diciptakan oleh Allah dari salah satu tulang rusuk Adam. Pendapat yang sama juga dikemukakan oleh Al-Alusi, dengan menambahkan bahwa tulang rusuk yang dimaksud adalah tulang rusuk sebelah kiri Adam.
2. Menurut Al-Maraghi dalam tafsir Al-Maraghi

Kata من نفس واحدة (Min nafsin wahidah) yaitu dari jenis yang sama. Yang mengatakan bahwa makna nafsin wahidah adalah Adam. Maka pemahaman ini menurutnya hanya memahami secara bulat, bahwa nabi Adam adalah bapak manusia. Pendapatnya diperkuat dengan mengambil pendapat dari Al-Qaffal, ia mengatakan bahwa makna yang dimaksud dalam ayat ini adalah, sesungguhnya Allah telah menciptakan setiap diantara kalian dari satu jiwa. Kemudian Dia jadikan istri untuknya yang Dia ciptakan dari dirinya, sama sebagai manusianya dan sejenis.
Dalam surat al-A'raf ayat 189 juga menjelaskan bahwa Allah-lah yang telah menciptakan kalian dari satu jenis, lalu Dia jadikan istrinya dari jenisnya juga, sehingga jadilah mereka berjodoh, laki-laki dan perempuan, sebagaimana dijelaskan
يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَى
“Hai manusia, Sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan.” (Al-Hujurat/49:13)
Sebagaimana Muhammad Abduh dalam tafsirnya mengatakan bahwa makna lahiriah nash bukan menunjukkan bahwa yang dimaksud dengan satu jiwa itu adalah Nabi Adam, karena dua alasan berikut ini:
1) Penyelidikan ilmiah dan sejarah (arkeologi) yang bertentangan dengan pengertian tersebut
2) Dalam ayat tersebut dikatakan bahwa rijālan katsīran wa nisā’an (laki-laki dan perempuan). Tetapi dalam Al-Qur’an tidak ada pengertian yang meniadakan dan mengiyakan keyakinan seperti itu secara pasti, dan tidak mengandung takwil lain.
Kemudian Al-Maraghi menjelaskan bahwa tentang ayat yang ditujukan pada umat manusia, yaitu يا بني ادم (yā Banī Ādam) tidak cukup dijadikan alasan, bahwa semua umat manusia berasal dari keturunan Adam, karena pengertian itu cukup ditujukan kepada orang-orang yang dimaksud pada masa diturunkannya Al-Qur’an (Asrul Tanzil) dari kalangan anak-anak Adam.
Al-Maraghi menyatakan bahwa maksud dari ayat ini adalah Allah telah mengembangbiakkan manusia dari satu jiwa yang diciptakan dari tanah, dan dari tanah tersebut, Dia ciptakan pula pasangannya yang bernama Hawa. Untuk menguatkan pendapatnya, Al-Maraghi mengutip dari pendapat Abu Muslim Al-Ashfihani yang mengatakan bahwa maksud dari kata منها (minha) adalah dari jenis yang sama, apabila Adam diciptakan dari tanah, maka Hawa pun diciptakan dari tanah juga. Pemahaman ini sama dengan pemahaman sebagaimana yang tertera dalam firman Allah surat Ar-Rum/30: 21:
            ••   •     

Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.

At-Taubah/9: 128:
             

Sungguh Telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi Penyayang terhadap orang-orang mukmin.


Ali Imran/3: 164:

                        


Sungguh Allah Telah memberi karunia kepada orang-orang yang beriman ketika Allah mengutus diantara mereka seorang Rasul dari golongan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, membersihkan (jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka Al Kitab dan Al hikmah. dan Sesungguhnya sebelum (kedatangan Nabi) itu, mereka adalah benar-benar dalam kesesatan yang nyata.

Dari ketiga ayat di atas tersebut tidak ada perbedaan dalam hal uslubnya, bahkan makna semuanya sama. Jadi orang yang mengatakan bahwa Hawa diciptakan dari tulang rusuk Adam, tidak berdasarkan pada surat An-Nisa'/4: 1 atau ayat-ayat yang lainnya.

Allah juga menciptakan jenis dari makhluk lainnya, dan segala makhluk hidup, semuanya adalah berjodoh-jodoh atau berpasang-pasangan, sebagaimana difimankan Allah:
وَمِنْ كُلِّ شَيْءٍ خَلَقْنَا زَوْجَيْنِ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ
Maka Sesungguhnya untuk orang-orang zalim ada bagian (siksa) seperti bahagian teman mereka (dahulu). Maka janganlah mereka meminta kepada-Ku untuk menyegerakannya.

Dalam surat Az-Zumar ayat 6 juga dijelaskan tentang penciptaan manusia pertama yaitu Adam dari satu jiwa, dan juga menciptakan Hawa dari jenis yang sama pula. Dia juga menciptakan 8 binatang ternak yang berpasangan, jantan dan betina, yang mana benih keturunan berasal dari jenis-jenis binatang ini.
Hal ini menjadi bukti keagungan dan kekuasaan-Nya yang tidak bisa dielakkan dan harus diakui. Dalam firman Allah SWT:
خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ ثُمَّ جَعَلَ مِنْهَا زَوْجَهَا
Dalam tafsirnya, Maraghi mengatakan bahwa Allah SWT telah menciptakan kalian, walaupun dari bahasa dan warna kulitmu berbeda-beda, namun berasal dari satu jiwa, yakni Adam. Kemudian Allah SWT juga menjadikan istrinya dari jenis jiwa yang sama yaitu Hawa.
Selanjutnya Allah menyebutkan jalan peciptaan, baik dari manusia maupun binatang ternak, firman-Nya:
   •    
Hal ini adalah menerangkan mengenai penciptaan, yang dalam hal ini dimaksud penciptaan lanjutan bukan awal penciptaan manusia. Yaitu dimulai dari perut sang ibu, sebagai kejadian demi kejadian. Pertama-tama menjadi nutfah (sperma), setelah itu menjadi 'alaqah (segumpal darah) kemudian menjadi mudhghah (segumpal daging). Sesudah itu menjadi daging, tulang dan syaraf. Lalu dihidupkanlah padanya ruh sehingga menjadi kejadian yang lain. Maha suci-lah Allah sebagai pencipta yang terbaik.
Menurut Rasyid Ridla, yang menafsirkan نفس واحدة (nafsin wāhidah) dengan Adam, penafsiran seperti itu tidak didasarkan pada pengertian tekstual atau lahiriah, tetapi berdasarkan pada keyakinan yang sudah diterima Secara umum pada waktu itu bahwa Adam adalah nenek moyang umat manusia (aba' al-basyār).
Rasyid Ridla meyakini bahwa yang dimaksud dengan نفس واحدة (nafsin wāhidah) adalah bukan Adam, alasannya jika yang dimaksud dengan نفس واحدة (nafsin wāhidah) adalah Adam, mengapa lafadz رجالا كثيرا ونساء (rijālan wanisā’a) dalam وبث منهما رجالا كثيرا ونساء (wabatstsa minhumā rijālan katsīran wanisā’a) menggunakan lafadz nakirah (kata benda yang masih umum) bukan menggunakan bentuk ma'rifat وبث منهما جميع الرجالا ونساء (wabatstsa minhuma jami’arrijalan wanisa’a), menurut Abduh, bahwa bagaimana bisa ditentukan bahwa khithab ayat tersebut adalah untuk seluruh umat manusia dari segala bangsa sedangkan makna ketentuan tersebut tidak dikenal oleh semua umat manusia?. Menurut Abduh bahwa sumber informasi bahwa manusia pertama adalah Adam berasal dari taurat, yang mana keasliannya tidak terjamin.
Penafsiran yang senada lagi dengan Al-Maraghi misalnya Hamka, menurutnya yang dimaksud " Dia telah menjadikan kamu dari satu diri " yaitu mencakup seluruh manusia, baik laki-laki maupun perempuan, di benua manapun, betapapun warna kulitnya, mereka adalah diri yang satu. Sama-sam berakal dan sama-sama menginginkan yang baik dan tidak menyukai buruk. Sama-sama menyukai yang elok dan tidak suka kepada yang jelek. Kemudian dari diri yang satu itu dipecah, dari padanyalah dijadikan jodohnya atau istrinya, ibaratkan kepada kesatuan kejadian alam semesta, yang kemudian dibagi dua menjadi positif dan negative. Demikian pulalah manusia.
Jadi menurut hamka bahwa dari diri yang satu yakni pada asal dan pokok hanyalah satu itu jugalah dijadikan jodohnya dan dari diri yang satu itu dibagi dua, sebagian jadi laki-laki dan sebagian jadi perempuan, maka berkawin-kawinlah serta berkembang biak tidak putus-putusnya, sebagaiman ditegaskan pada ayat selanjutnya: "serta dari keduanya Dia memperkembangbuakkan laki-laki dan perempuan yang banyak".


B. Perbandingan Penafsiran Wahbah Zuhaili dan Al-Maraghi tentang Asal Penciptaan Perempuan Pertama

Sebagaimana telah diuraikan sebelumnya, bahwa telah terjadi perbedaan pendapat yang cukup tajam antara Wahabh Zuhaili dalam tafsir Al-Munir dan Al-Maraghi dalam tafsir Al-Maraghi. Argumen yang digunakan adalah kebahasaan dalam memahami ketiga surat yang disebutkan dan juga hadits riwayat Bukhari Muslim.
1. Perbedaan Penafsiran Wahbah dan Al-Maraghi tentang Asal Penciptaan Perempuan Pertama

Sudah diuraikan di atas bahwa mengenai proses penciptaan perempuan pertama ini, secara eksplisit tidak dijelaskan dalam Al-Qur’an, namun dalam Al-Qur’an ada indikasi ayat yang menjelaskan mengenai penciptaan tersebut, yaitu pada surat An-Nisa’/4:1, surat Al-A’raf ayat 189, dan surat Az-Zumar ayat 6.
Dari penafsiran beberapa mufassir, terjadi perbedaan pendapat dalam menafsirkan ayat-ayat tersebut, baik itu dari mufassir klasik maupun mufassir modern atau kontemporer.
Dalam penelitian ini membandingkan dari dua mufassir yang berbeda pendapat, dan kedua mufassir tersebut termasuk dari kalangan mufassir periode modern atau kontemporer. Dari penafsiran keduannya sangat berbeda dalam memahami ketiga ayat di atas.
Wahbah Zuhaili mengatakan bahwa perempuan pertama (Hawa) diciptakan dari tulang rusuk sebelah kiri Adam, karena menafsirkan نقس واحدة (nafsin wāhidah) dengan Adam. maka dapat dipahami bahwa istri Adam diciptakan dari bagian tubuh Adam sendiri. Dapat disimpulkan bahwa Wahbah Zuhaili dalam penafsirannya tidak terlepas dari kaidah kebahasaan (segi balaghah dan bahasanya) yang telah diuaraikan pada bab II bahwa nafs secara umum diterjemahkan dengan kata "diri". Ia menjelaskan bahwa kata نفس (nafsin) sama dengan pribadi dan واحدة (wāhidah) artinya satu. Jadi sesuai dengan dhahir ayat. Hal ini juga didasarkan pada hadits di bawah ini:
اسْتَوْصُوا بِالنِّسَاءِ خَيْرًا، فإنَّهُنَّ خُلِقْنَ مِنْ ضِلَعٍ، وإنَّ أعْوَجَ شَيْءٍ فِى الضِّلَعِ أعْلاهُ، فإنْ ذَهَبْتَ تُقِيْمَه كَسَّرْتَه، وإنْ تَرَكْتَهُ لم يَزَلْ أَعْوَجَ.
Saling berwasiatlah agar berbuat baik kepada perempuan, karena mereka diciptakan dari tulang rusuk. Sementara tulang rusuk yang bengkok adalah bagian atasnya, jika kamu berusaha meluruskannya, maka kamu mematahkannya, dan jika kamu membiarkan tulang itu, maka ia akan tetap bengkok.

Dalam penafsirannya juga menampilkan fiqh al-hayat wa al-ahkam, yaitu beberapa perincian kesimpulan dari beberapa ayat yang berhubungan dengan realitas kehidupan manusia, ini terlihat bahwa ia menjelaskan bahwa seorang perempuan merupakan bagian dari laki-laki, ia diciptakan dari laki-laki dan ia akan kembali bersandar pada laki-laki. Adanya jenis laki-laki dan perempuan menunjukkan sebuah kesempurnaan sekaligus sebagai faktor pertama yang menyebabkan keberlangsungan hidup manusia.
Wahbah menegaskan bahwa penciptaa Hawa dari tulang rusuk adalah sebagai bukti kemukjizatan Allah menciptakan makhluknya dari dari makhluk-Nya sendiri pula, tidak dengan jalan kelahiran. Allah berkuasa menciptakan makhluk hidup dari makhluk hidup yang lain tanpa proses perkembangbiakan, sebagaimana Dia berkuasa menciptakan makhluk hidup dari benda mati. Sebagaimana juga kehendak Allah juga menciptakan Isa tanpa bapak.
Untuk itu, walaupun Hawa diciptakan dari bagian tubuh Adam, bukan berarti wanita derajatnya selalu di bawah laki-laki, namun keduanya di mata Allah adalah sama, yaitu sebagai makhluk ciptaan Allah yang sama-sama wajib menyembah pada-Nya.
Adapun Al-Maraghi dalam penafsirannya, menyatakan bahwa Hawa diciptakan dari jenis yang sama, sebagaimana penciptaan Adam. Jika Adam diciptakan dari tanah, maka Hawa pun diciptakan dari tanah pula. hal ini disebabkan Al-Maraghai menafsirkan kata نفس واحدة (nafsin wāhidah) dengan "jenis yang sama". sebagaimana pendapat Abu Muslim Al-Asfihani yang mengartikan lafadz منها (minhā) dengan "dari yang sejenis dengannya", dan ini juga dikiaskan dengan makna lafadz من انفسكم (min anfusikum) dalam surat Al-Rum/30:21:
وَمِنْ آَيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا

Dan sebagian dari tanda-tanda kekuasaanNya ialah Dia telah menjadikan bagi kalian pasangan-pasangan dari jenis kalian sendiri agar kalian merasa tenteram kepada mereka. (Al-Rum : 21).

Kemudian min anfusikum pada surat At-Taubah/9:128:
لَقَدْ جَاءَكُمْ رَسُولٌ مِنْ أَنْفُسِكُمْ

Sungguh telah datang kepada kalian seorang rasul dari golongan/jenis kalian sendiri. (At-Taubah: 128).
Dan juga pada kata من انفسهم (min anfusihim) dalam surat Ali Imran/3:164:
                        


Sungguh Allah Telah memberi karunia kepada orang-orang yang beriman ketika Allah mengutus diantara mereka seorang Rasul dari golongan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, membersihkan (jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka Al Kitab dan Al hikmah. dan Sesungguhnya sebelum (kedatangan Nabi) itu, mereka adalah benar-benar dalam kesesatan yang nyata.

Al-Maraghi menyimpulkan ayat tentang proses penciptaan perempuapertama (Hawa) adalah bahwa Allah telah mengembangbiakkan manusia dari satu jiwa yang diciptakan dari tanah, dan dari tanah tersebut Dia ciptakan pula pasangannya yang bernama Hawa.
Kemudian tentang hadits di atas, Al-Maraghi juga tidak menolaknya, namun hadits tersebut dimaknai dalam arti metafora. Bahwa hadits tersebut adalah sebagai peringatan bagi laki-laki agar menghadapi perempuan dengan bijaksana, karena ada sifat dan kodrat bawaan mereka yang berbeda dengan laki-laki, sehingga jika tidak disadari akan mengantar seorang laki-laki bersikap tidak wajar. Tidak ada yang mampu mengubah kodrat bawaan itu, kalaupun ada yang berusaha, maka akibatnya akan fatal seperti upaya meluruskan tulang rusuk yang bengkok.
Jadi dapat dipahami bahwa Al-Maraghi menafsirkan kata نفس واحدة (nasfin wāhidah) bukan sebagai Adam, tapi sesuatu yang tidak dapat diketahui, hal ini disebabkan karena kata nafsin wāhidah selalu tertuang dalam Al-Qur'an sebagai bentuk nakirah (underfinite article), yang tidakdapat dikenal. Jadi nafsin wāhidah adalah suatu bahan yang baku yang hakikatnya tidak dapat diketahui, dan dari bahan tersebut manusia diciptakan Secara khusus, dalam artian nafs manusia itu berbeda dengan nafs yang lain.
Sebelum manusia diciptakan dari bahan nafs itu, manusia adalah sesuatu yang tidak dapat disebut (Qs. Al-Insan/76:1). Kemudian nafsin wāhidah itulah yang diproses dalam kandungan wanita bersama dengan unsur tanah, dalam 3 tahap kegelapan (Qs. Az-Zumar/39:6), maka dari bertemunya sperma laki-laki dan ovum wanita, terbentuklah embrio manusia yang akan tumbuh sebagai totalitas makhluk hidup, yang tercipta dari suatu nafsin wāhidah dan dari suatu unsur tanah dan air (Qs. Al-Anbiya'/21:30).
Namun dari beberapa penafsiran yang ada, maka dapat di tarik suatu kesimpulan bahwa penafsiran mengenai penciptaan perempuan pertama ini, dari kedua mufassir tersebut sama-sama berargumen secara rasio yang mana alasan penafsiran dari keduanya dapat diterima oleh akal sehat. Dari pendapat keduanya juga saling menguatkan, maka bisa diambil sikap meyakini sesuai dengan hati nurani, selagi tidak bertentangan dengan Al-Qur'an. Dan perlu ditekankan bahwa yang menjadi perdebatan adalah hanya penciptaan Hawa, sedangkan untuk penciptaan wanita yang lain (penciptaan lanjutan) tidak dipertentangkan, semua adalah sama, yakni dari sebuah proses pembuahan.

2. Persamaan Penafsiran Wahbah dan Al-Maraghi tentang Asal Penciptaan Perempuan Pertama
Dari kedua penafsiran di atas, memang penafsirannya sangat berbeda bahkan dalam memahami kata ganti pada lafazh itu pun berbeda, akan tetapi sebenarnya kalau kita teliti lebih dalam, maka penafsirsn keduanya bermaksud sama-sama menghapus adanya bentuk diskriminasi antara sesama manusia, baik itu laki-laki maupun perempuan. Dari keduanya sama-sama makhluk Allah yang berstatus sebagai hamban-Nya.
Sebenarnya kalau lihat dari kontek ayatnya, maka sebenarnya manusia mempunyai asal kemanusiaan yang sama, yakni dari tanah. Oleh sebab itu semua manusia adalah bersaudara, tanpa pandang warna kulit dan perbedaan bahasa. Dari ketiga ayat tersebut, sebenarnya tidak bermaksud menjelaskan asal kejadian manusia, karena sudah dijelaskan bahwa manusia itu tercipta dari saripati tanah, yang dipermasalahkan hanya mengenai asal usul proses penciptaan Hawa saja dan ini penulis pandang sebuah I'tikad saja, artinya sesuai dengan keyakinan masing-masing dalam memahami ayat tersebut karena tidak Allah jelaskan Secara rinci, hal ini sesuai dengan hati nurani masing-masing.




C. Hikmah Adanya Ayat-Ayat tentang Asal Penciptaan Perempuan Pertama dalam Al-Qur'an
Jika fragmen sejarah Adam dan Hawa dicermati, maka maksud pengungkapannya adalah lebih sebagai gambaran sebuah kemelut nilai-nilai dan harkat kemanusiaan, dari pada apresiasi terhadap nilai sejarah itu sendiri.
Kata نفس واحدة jiwa yang satu, memberi kesan bahwa pasangan suami istri hendaknya menyatu menjadi satu jiwa, arah dan tujuan, sehingga mereka benar-benar-benar sehidup dan "semati" bersama. Karena jiwa suami adalah juga jiwa istrinya. Tidak ada kecenderungan antar dua jiwa yang melebihi kecenderungan sepasang suami istri.
Manusia pertama adalah Adam as., baru kemudian Hawa. Maka beban terberat sebagai pemimpin umat, yang dititipkan padanya alam beserta isinya terletak pada pundak kaum pria. Namun bukan berarti kaum perempuan tidak mempunyai peran besar dalam memimpin alam semesta ini, sesuai dengan tujuan awal penciptaan Hawa adalah untuk menemani Adam as., maka peran penting wanita adalah menemani kaum pria memimpin alam semesta ini. Bukan berarti peran mereka kecil, karena kehadiran mereka adalah salah satu faktor yang bisa membuat kita bertahan memikul tugas yang sangat besar itu. Sebagaimana firman Allah:
Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." (QS. Al-Baqarah/2: 30)
Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku. (QS. Ad-Dzariyat/51: 56)
Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar, merekalah orang-orang yang beruntung. (QS. Ali Imran/3: 104)
Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk. (QS. An-Nahl/16: 125)

Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam. (QS. Al-Anbiya'/21: 107)
Dalam sejarah penciptaan Adam dan Hawa, dapat kita petik hikmah yang cukup mendalam, bahwasanya Hawa (kaum perempuan), tidaklah di ciptakan dari tulang kepala Adam ( kaum pria ) sehingga kita ingin menguasai secara berlebihan pasangan kita ( suami ), tidaklah Hawa di ciptakan dari tulang kaki Adam supaya kita menjadi budak dengan pengabdian yang sedemikian rupa, Akan tetapi Hawa di ciptakan dari tulang rusuk Adam, dekat di hati untuk di sayangi, dekat dengan jantung supaya memberi motivasi, dekat dengan paru paru supaya mampu menjadi penyegar dan memberikan hiburan baginya, dekat dengan tangan supaya kita dapat bersama bergandengan menata kehidupan dengan kearifan.
Sebagaimana dalam tafsir Al-Munir karya Wahbah Zuhaili mengatakan bahwa hikmah dari penciptaan Hawa dari Adam adalah untuk menunjukkan bahwa Allah berkuasa menciptakan makhluk hidup dari makhluk hidup yang lain tanpa proses perkembangbiakan, sebagaimana Dia berkuasa menciptakan makhluk hidup dari benda mati. Dengan demikian maka Adam dan Hawa adalah salah satu tanda bukti kemukjizatan penciptaan pertama.
Penciptaan Hawa dari tulang rusuk Adam yang bengkok menunjukkan watak, tugas, dan fungsi wanita. Sebagaimana tulang rusuk melindungi isi dada yang lemah dan jika diluruskan bisa patah, maka wanita juga memiliki perasaan yang sensitif, lemah lembut, dan cepat menyambut tangisan anak atau bayinya dengan menggendong dan memberikan perlindungan padanya.
Namun demikian, sebagian ulama lain memaknai penciptaan dari tulang rusuk tersebut sebagai kiasan. Menurut mereka, jika melihat konteksnya, sebab penyebutan hadis di atas atau yang menjadi landasannya adalah pendidikan terhadap wanita dan penataan rumah tangga. Yakni, jika ingin memperbaiki wanita dengan cepat dan tergesa-gesa, niscaya akan mematahkannya. Namun, jika dibiarkan, ia tetap sebagaimana adanya. Dengan demikian, yang hendak dijelaskan oleh hadis di atas bukan penciptaan Hawa dari tulang rusuk Adam. Akan tetapi, untuk menunjukkan bahwa wanita jika dibiarkan dalam kondisinya, ia akan tetap bengkok. Namun, jika berusaha untuk diluruskan dengan cepat, ia akan patah.



0 Response to "Penafsiran Wahbah Zuhaili dan Al-Maraghi tentang Proses Penciptaan Perempuan Pertama Mengenai masalah penciptaan perempuan pertama (Hawa)"

Posting Komentar